Saksi dalam uji formil sebut tidak dilibatkan pembahasan UU Ciptaker
25 Agustus 2021 12:53 WIB
Tangkapan layar saat saksi yang juga anggota Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional M. Sidarta menyampaikan kesaksiannya secara virtual dalam sidang uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) terhadap UUD 1945 yang digelar Mahkamah Konstitusi secara virtual, Rabu (25/8/2021). ANTARA/Youtube Mahkamah Konstitusi RI/Muhammad Jasuma Fadholi
Jakarta (ANTARA) - Saksi pemohon dalam Sidang Uji Formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang juga anggota Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional M. Sidarta menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan regulasi tersebut.
Pernyataan itu dia sampaikan sebagai saksi bagi Pemohon Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021 Uji Formil UU Ciptaker terhadap UUD 1945 dalam sidang yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual, Rabu.
"Saya tekankan bahwa sejak Pidato Presiden RI Tertanggal 20 Oktober 2019 hingga draf RUU Ciptaker diserahkan kepada DPR RI pada tanggal 12 Februari 2020, LKS Tripartit Nasional tidak pernah dimintakan saran, pendapat, maupun usulan terhadap rencana dan penyusunan RUU Ciptaker yang belakangan menjadi UU Ciptaker," kata Sidarta.
Sidarta sebelumnya menjelaskan bahwa LKS Tripartit Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Tata Kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit, merupakan forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri atas unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja atau serikat buruh.
Baca juga: LAN dorong pemda sinkronisasi perda dan perkada sesuai UU Cipta Kerja
Dalam kesaksiannya, dia menyebut bahwa secara pribadi telah mengetahui dan mendengar rencana adanya Omnibus Law Cipta Kerja melalui media massa pada saat Pidato Pelantikan Presiden RI di Gedung MPR/DPR RI pada tanggal 20 Oktober 2019.
Akan tetapi, dia menerangkan bahwa sejak pidato tersebut disampaikan, dirinya dan anggota LKS Tripartit Nasional yang menjabat saat itu tidak pernah diundang oleh pemerintah untuk menyusun dan membahas draf RUU Ciptaker.
"Bahkan (LKS Tripartit Nasional) tidak menerima draf RUU Ciptaker tersebut dari pemerintah secara resmi," ucap Sidarta.
Dia menambahkan turut mengetahui bahwa pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law Ciptaker melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019.
Baca juga: Airlangga : Kemudahan berbisnis dorong investasi asing ke Indonesia
Namun, Sidarta mengatakan di dalam satgas tersebut tidak terdapat unsur dari serikat pekerja dan serikat buruh dan hanya ada perwakilan dari pihak pengusaha, yaitu Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pemerintah, dan akademisi.
Dia menjelaskan bahwa secara kelembagaan, LKS Tripartit Nasional tidak pernah diundang secara resmi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPR RI terkait UU Ciptaker. Sedangkan, Kadin diundang secara resmi untuk melakukan RDPU dengan DPR RI, bahkan diberikan kesempatan melakukan presentasi.
"Kelompok serikat pekerja dan buruh sepengetahuan saya tidak pernah diundang untuk RDPU," kata Sidarta.
Selain M. Sidarta, sidang menghadirkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal yang juga menjadi saksi dalam Uji Formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) terhadap UUD 1945 dari pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021.
Baca juga: Izin dipermudah, pemerintah perkuat pengawasan usaha
Pernyataan itu dia sampaikan sebagai saksi bagi Pemohon Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021 Uji Formil UU Ciptaker terhadap UUD 1945 dalam sidang yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual, Rabu.
"Saya tekankan bahwa sejak Pidato Presiden RI Tertanggal 20 Oktober 2019 hingga draf RUU Ciptaker diserahkan kepada DPR RI pada tanggal 12 Februari 2020, LKS Tripartit Nasional tidak pernah dimintakan saran, pendapat, maupun usulan terhadap rencana dan penyusunan RUU Ciptaker yang belakangan menjadi UU Ciptaker," kata Sidarta.
Sidarta sebelumnya menjelaskan bahwa LKS Tripartit Nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Tata Kerja dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit, merupakan forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri atas unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja atau serikat buruh.
Baca juga: LAN dorong pemda sinkronisasi perda dan perkada sesuai UU Cipta Kerja
Dalam kesaksiannya, dia menyebut bahwa secara pribadi telah mengetahui dan mendengar rencana adanya Omnibus Law Cipta Kerja melalui media massa pada saat Pidato Pelantikan Presiden RI di Gedung MPR/DPR RI pada tanggal 20 Oktober 2019.
Akan tetapi, dia menerangkan bahwa sejak pidato tersebut disampaikan, dirinya dan anggota LKS Tripartit Nasional yang menjabat saat itu tidak pernah diundang oleh pemerintah untuk menyusun dan membahas draf RUU Ciptaker.
"Bahkan (LKS Tripartit Nasional) tidak menerima draf RUU Ciptaker tersebut dari pemerintah secara resmi," ucap Sidarta.
Dia menambahkan turut mengetahui bahwa pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law Ciptaker melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019.
Baca juga: Airlangga : Kemudahan berbisnis dorong investasi asing ke Indonesia
Namun, Sidarta mengatakan di dalam satgas tersebut tidak terdapat unsur dari serikat pekerja dan serikat buruh dan hanya ada perwakilan dari pihak pengusaha, yaitu Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pemerintah, dan akademisi.
Dia menjelaskan bahwa secara kelembagaan, LKS Tripartit Nasional tidak pernah diundang secara resmi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPR RI terkait UU Ciptaker. Sedangkan, Kadin diundang secara resmi untuk melakukan RDPU dengan DPR RI, bahkan diberikan kesempatan melakukan presentasi.
"Kelompok serikat pekerja dan buruh sepengetahuan saya tidak pernah diundang untuk RDPU," kata Sidarta.
Selain M. Sidarta, sidang menghadirkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal yang juga menjadi saksi dalam Uji Formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) terhadap UUD 1945 dari pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021.
Baca juga: Izin dipermudah, pemerintah perkuat pengawasan usaha
Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: