Kuala Lumpur (ANTARA) - Oposisi Malaysia mengusulkan agar pemerintah melakukan reformasi perundangan-undangan, salah satunya dengan menetapkan Undang-Undang Anti Lompat Partai.

Undang-Undang Anti Lompat Partai pernah ditawarkan oleh Muhyiddin Yassin saat menjadi perdana menteri namun ditolak oleh oposisi.

Usulan reformasi tersebut disampaikan Presiden Partai Keadilan Rakyat Anwar Ibrahim, Ketua Partai Amanah Negara Mohamad Sabu dan Ketua Democratic Action Party (DAP) Lim Guan Eng di Kuala Lumpur, Selasa.

Mereka yang tergabung dalam koalisi Pakatan Harapan itu mengatakan reformasi perundang-undangan perlu dilakukan karena pemerintah terdahulu gagal menangani berbagai masalah termasuk isu COVID-19.

Sejak tahun lalu, Pakatan Harapan telah menggariskan dasar-dasar dan langkah-langkah reformasi yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan rakyat negara dari wabah COVID-19, krisis ekonomi dan kemelut politik, kata mereka.

Selain reformasi perundangan, mereka juga telah mengusulkan reformasi dan pelaksanaan Program Pemulihan Negara dengan memastikan pogram tes COVID-19 untuk umum FTTIS+V (find, test, trace, isolate and support plus vaccinate) dilaksanakan dan dukungan tambahan diberikan kepada sistem kesehatan umum.

Mereka juga menekankan perlunya reformasi fiskal dengan meningkatkan jumlah bantuan untuk rakyat, termasuk suntikan tunai senilai total 45 miliar ringgit (sekitar Rp153,5 triliun) secara langsung kepada pekerja, perniagaan dan sektor kesehatan, serta melaksanakan program moratorium pinjaman bank tanpa bunga demi menyelamatkan nyawa dan mata pencarian.

Reformasi institusi juga perlu dilakukan, kata mereka, dengan memperkuat parlemen melalui pembuatan Undang-Undang Komite Layanan Parlemen, memperkukuh fungsi checks and balances di parlemen, serta mengakui peranan oposisi dengan benar-benar dilibatkan dalam usaha dan ikhtiar pemerintah.