Jakarta (ANTARA News) - Ketua Panel Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK), Maria Farida Indrati, mengatakan bahwa permohonan uji materi Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan ini didasari kekesalan hati para pemohon.

"Ini bukan pengujian UU, tapi kekesalan hati para pemohon," kata Maria Farida, saat menanggapi permohonan yang diajukan 11 Aktivis 98 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.

Maria Farida juga menganggap cover permohonan uji materi seperti cover majalah. "ini lebih tepat untuk cover majalah `Jika Suharto pahlawan, siapa kami?` padahal ini adalah permohonan pengujian. Jadi yang diutamakan adalah permohonan pengujiannya, katanya.

Hakim konstitusi ini juga mengkritik uji materi UU tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sudah kedaluwarsa karena gelar pahlawan sudah diumumkan oleh pemerintah.

"Dalam permohonan Anda, Pemerintah SBY dengan KIB II saat ini berniat memberi gelar jasa dan pahlawan kepada Soeharto, padahal pemberian gelar itu sudah selesai pada 11 November kemarin, berarti Anda memohonkan ini sudah terlambat, tidak ada artinya," kata Maria Farida.

Ketua panel hakim ini juga menyebut pasal 28 ayat 3 yang menjadi batu uji tidak ada kaitannya dengan pemberian gelar dengan pembelaan negara.

Dalam sidang perdana uji materi UU) nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan ini diajukan 11 aktivis 98 menolak pemberian gelar pahlawan untuk mantan presiden kedua Soeharto karena kesalahan dan pelanggaran hak asai manusia (HAM )di masa lalu.

Kuasa Hukum akitivis 98, Gatot Goe, mengatakan bahwa Soeharto salah seorang yang lolos sebagai kandidat pahlawan nasional dan ini adalah permasalahan mendasar dalam UU terkait definisi pahlawan nasional.

Menurut Gatot, dalam Pasal 1 Angka 4, Pasal 16, Pasal 25 dan Pasal 26 bertentangan dengan UUD 1945, karena tidak tegas dan memberikan persyartan-persyaratan sehingga para pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonan tersebut secara conditional constitutional.

Selain itu, mereka menolak Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dari unsur TNI ataupun Polri.

"Pasal-pasal tersebut dimaknai pemberian gelar tidak diberikan pahlawan yang dulunya jadi pemimpin ditaktor melakukan pelanggaran HAM berat, korupsi dan menyengsarakan rakyat, sehingga pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," katanya.
(ANT/P003)