Palangka Raya (ANTARA) - Wakil Gubernur Kalimantan Tengah teng Edy Pratowo optimistis bisa menurunkan angka kekerdilan (stunting) di seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi itu melalui kerja bersama seluruh perangkat daerah setempat.

"Kita optimistis angka stunting di Kalteng bisa menurun," kata Edy Pratowo di Palangka Raya usai mengikuti rapat koordinasi nasional percepatan penurunan stunting tahun 2021 secara daring yang dibuka oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Senin.

Edy menjelaskan melihat dari laporan yang diterima dari perangkat daerah dalam upaya penanganan stunting di Kalteng, ia meyakini angka stunting bisa diturunkan.

Baca juga: BKKBN-Pemprov Kalteng berkolaborasi berantas kekerdilan

Baca juga: Kalteng masuk zona merah anak kerdil


Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan tren stunting di provinsi itu mengalami penurunan, baik dari survei dan riset kesehatan dasar pada 2013 dan 2018, studi status gizi balita Indonesia (SSGBI), maupun Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (PPGBM). "Bahkan, PPGBM kita sudah 6 persen, menurun drastis," paparnya.

Hanya saja, lanjutnya, PPGBM ini, dari seluruh sampel yang seharusnya diperiksa, terhenti pada angka 56 persen dari sampel, sehingga belum bisa ditarik kesimpulan. Terhentinya hal tersebut, karena faktor kondisi pandemi COVID-19. Namun, rencananya dilanjutkan kembali.

Suyuti menjelaskan permasalahan stunting tidak hanya tentang kesehatan saja, namun juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang saling berkaitan.

"Jadi, stunting terjadi tidak semata-mata karena seseorang tidak mempunyai makanan, banyak sebabnya," katanya.

Baca juga: BKKBN upayakan stunting di Indonesia 2024 turun menjadi 14 persen

Misalnya, ada yang sering terkena diare, setelah ditelusuri ternyata masalahnya adalah sumber air minumnya. Untuk itu, upaya intervensi yang dilakukan juga terbagi menjadi dua, ada intervensi spesifik, artinya di wilayah kesehatan, contohnya kekurangan gizi akut akan diberi makanan tambahan.

Kemudian intervensi sensitif, misalnya bagaimana mempertahankan pangan ada di tingkat rumah tangga, maka berada di wilayah ketahanan pangan dan pertanian, atau supaya kebutuhan air minum tercukupi, maka wilayah instansi yang membidangi.

"Jadi, tidak menjadi tanggung jawab pihak kesehatan sepenuhnya, intervensinya harus holistik (secara keseluruhan)," ucapnya.