Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai pelatihan digital tingkat dasar untuk membantu pelaku UMKM go digital masih perlu diupayakan alih-alih hanya berfokus pada tingkatan mahir.

“Menurut saya, pelatihan yang diupayakan perlu dilakukan selangkah demi selangkah. Kita bisa mulai dari rantai yang termudah, yaitu penjualan,” kata Nailul Huda kepada ANTARA, Senin.

“Penjualan pun tidak serta merta masuk ke e-commerce. Langkah paling dasar dapat dilakukan pelaku UMKM dengan memanfaatkan perpesanan instan untuk meningkatkan pemahaman digital sebab penggunaannya relatif mudah,” lanjutnya.

Baca juga: Pemasaran digital jadi potensi optimalkan UMKM Indonesia

Ia menambahkan jika penjualan produk melalui perpesanan instan sudah mapan, pelaku UMKM dapat melangkah ke tahap selanjutnya dengan menggunakan media sosial untuk berjualan. Setelah itu, pelaku UMKM dapat masuk ke platform e-commerce hingga mengembangkan kanal website-nya sendiri.

Nailul mengatakan literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah, terutama di kawasan Indonesia bagian timur, sehingga pelatihan digital dasar masih perlu digencarkan untuk mencapai pemerataan akses pengetahuan.

Selain itu, ia menilai peran pendampingan pasca-pelatihan yang dilakukan pemerintah belum maksimal. Padahal, keberlangsungan UMKM sangat bergantung pada daya tahan serta daya saing usai pelatihan formal.

“Pada UMKM kuliner, permasalahannya adalah pelaku bisnis gampang masuk tapi cepat keluarnya. Artinya, yang tidak bisa bersaing akan lebih mudah keluar. Ketika tidak ada perputaran bisnis yang cepat, mereka pun akan gulung tikar lebih cepat,” tutur Nailul.

Menurut Nailul, UMKM kuliner menyimpan potensi untuk menjadi salah satu andalan e-commerce di Indonesia. Ia juga memberi rekomendasi kepada pemerintah agar memprioritaskan sektor kuliner untuk go digital mengingat potensi untuk berkembang jauh lebih besar dibanding komoditas lainnya pada masa pandemi.

“Kita harus menemukan sektor potensial untuk masuk ke e-commerce. Jika tidak fokus ke sektor tertentu, dalam hal ini sektor kuliner, sektor yang potensial tersebut malah akan tergerus pasar asing,” ujarnya.

Nailul memberi contoh produk makanan beku (frozen food) khas nusantara yang dijajakan di platform e-commerce berpeluang meraup keuntungan yang lebih besar karena memiliki jangkauan permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan makanan siap saji yang harus dilakukan melalui layanan pesan-antar.

Frozen food bisa bertahan selama beberapa hari dalam perjalanan pengiriman, sementara makanan siap saji tidak bisa seperti itu. Namun tantangannya, frozen food butuh teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk berproduksi. Selain itu, sumber daya manusianya belum memadai terutama untuk UMKM kuliner di Indonesia bagian timur,” katanya.

Baca juga: Kemenparekraf: Teknologi dorong subsektor ekraf "go digital"

Baca juga: Kisah UMKM lokal rambah pasar mancanegara dengan Ekspor Shopee

Baca juga: Pupuk Kaltim bantu UMKM lokal "go digital" lewat aplikasi Mitros