BKKBN: Presiden teken Perpres 72 Tahun 2021 jadi acuan atasi stunting
23 Agustus 2021 15:55 WIB
Tangkapan layar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam Rapat Koordinasi Nasional secara daring di Jakarta, Senin (23/8/2021). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menjadi acuan untuk mengatasi stunting di Indonesia.
“Baru saja kita mendapatkan Peraturan Presiden (Perpres) yang sudah ditandatangani secara resmi oleh Bapak Presiden Joko Widodo di mana Perpres Nomor 72 Tahun 2021 yang mengamanatkan percepatan penurunan stunting pada BKKBN terlibat sebagai koordinator pelaksana di lapangan,” kata Hasto saat memberikan kata sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional secara daring di Jakarta, Senin.
Hasto mengatakan peraturan yang baru diresmikan pada tanggal 5 Agustus 2021 dan terdiri dari delapan bagian tersebut memberikan arahan secara normatif dan terintegrasi mulai dari ketentuan umum, pihak yang dilibatkan, pendanaan hingga pemantauan evaluasi.
Baca juga: BKKBN upayakan stunting di Indonesia 2024 turun menjadi 14 persen
Pembahasan dari ketentuan-ketentuan umum yang dicantumkan telah disesuaikan dengan pernyataan World Health Organization (WHO) terkait dengan permasalahan stunting. Seperti pemberian kegiatan intervensi yang bersifat spesifik ataupun sensitif.
Selain memberi ketentuan umum terkait stunting, peraturan itu juga memberikan pedoman pelaksanaan program dengan melibatkan seluruh pihak dari tingkat pusat hingga ke daerah secara konvergensi dan terintegrasi.
Baca juga: Wapres minta Kepala BKKBN pastikan penurunan "stunting" tercapai
“Pedoman pelaksanaan program kegiatan dan percepatan penurunan stunting ini tentu bagaimana pelibatan secara konvergen di tingkat pusat sampai bawah dan juga terintegrasi. Saya kira ini kementerian lembaga sampai tingkat desa,” kata dia menjelaskan siapa saja yang harus ikut berperan atasi stunting.
Ia menambahkan, program yang dijalankan akan memerlukan penguatan peran Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan tenaga bidan di tingkat desa untuk menjadi pendamping keluarga.
Baca juga: Pergizi Pangan Indonesia minta Dashat BKKBN perhatikan gizi ibu hamil
Dalam peraturan tersebut dijelaskan, dana kegiatan akan diatur dan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, tidak menutup kemungkinan mendapatkan dana dari sumber- sumber lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hasto menyebutkan, untuk proses pemantauan kegiatan program itu akan disusun mulai dari tingkat desa hingga pusat secara terperinci dengan menggunakan bantuan internet agar data dapat lebih cepat terkumpul secara real time.
“Oleh karena itu, pelaporan secara frequence akan kita susun dan kita laporkan kepada Bapak Wakil Presiden tentu minimal bisa dua kali dalam waktu satu tahun,” kata Hasto mengungkapkan rencana pelaporan yang pihaknya akan lakukan.
Baca juga: BKKBN: Penuhi gizi seimbang ibu hamil dan balita dengan pangan lokal
“Baru saja kita mendapatkan Peraturan Presiden (Perpres) yang sudah ditandatangani secara resmi oleh Bapak Presiden Joko Widodo di mana Perpres Nomor 72 Tahun 2021 yang mengamanatkan percepatan penurunan stunting pada BKKBN terlibat sebagai koordinator pelaksana di lapangan,” kata Hasto saat memberikan kata sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional secara daring di Jakarta, Senin.
Hasto mengatakan peraturan yang baru diresmikan pada tanggal 5 Agustus 2021 dan terdiri dari delapan bagian tersebut memberikan arahan secara normatif dan terintegrasi mulai dari ketentuan umum, pihak yang dilibatkan, pendanaan hingga pemantauan evaluasi.
Baca juga: BKKBN upayakan stunting di Indonesia 2024 turun menjadi 14 persen
Pembahasan dari ketentuan-ketentuan umum yang dicantumkan telah disesuaikan dengan pernyataan World Health Organization (WHO) terkait dengan permasalahan stunting. Seperti pemberian kegiatan intervensi yang bersifat spesifik ataupun sensitif.
Selain memberi ketentuan umum terkait stunting, peraturan itu juga memberikan pedoman pelaksanaan program dengan melibatkan seluruh pihak dari tingkat pusat hingga ke daerah secara konvergensi dan terintegrasi.
Baca juga: Wapres minta Kepala BKKBN pastikan penurunan "stunting" tercapai
“Pedoman pelaksanaan program kegiatan dan percepatan penurunan stunting ini tentu bagaimana pelibatan secara konvergen di tingkat pusat sampai bawah dan juga terintegrasi. Saya kira ini kementerian lembaga sampai tingkat desa,” kata dia menjelaskan siapa saja yang harus ikut berperan atasi stunting.
Ia menambahkan, program yang dijalankan akan memerlukan penguatan peran Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan tenaga bidan di tingkat desa untuk menjadi pendamping keluarga.
Baca juga: Pergizi Pangan Indonesia minta Dashat BKKBN perhatikan gizi ibu hamil
Dalam peraturan tersebut dijelaskan, dana kegiatan akan diatur dan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, tidak menutup kemungkinan mendapatkan dana dari sumber- sumber lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hasto menyebutkan, untuk proses pemantauan kegiatan program itu akan disusun mulai dari tingkat desa hingga pusat secara terperinci dengan menggunakan bantuan internet agar data dapat lebih cepat terkumpul secara real time.
“Oleh karena itu, pelaporan secara frequence akan kita susun dan kita laporkan kepada Bapak Wakil Presiden tentu minimal bisa dua kali dalam waktu satu tahun,” kata Hasto mengungkapkan rencana pelaporan yang pihaknya akan lakukan.
Baca juga: BKKBN: Penuhi gizi seimbang ibu hamil dan balita dengan pangan lokal
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: