Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengemukakan kasus stunting (kekerdilan anak) menjadi penentu perkembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

"Dari seluruh etape pembangunan SDM, ada momentum yang tidak boleh diabaikan sama sekali, yaitu pada masa mereka berada di dalam kandungan seorang ibu. Sehingga pada masa bayi itulah saat ancaman malapetaka mengincar calon SDM Indonesia, yaitu stunting," katanya saat menyampaikan sambutan secara virtual dalam Rapat Koordinasi Nasional yang dipantau dari kanal YouTube Kata Data di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan pembangunan Indonesia ditujukan untuk membentuk SDM yang berkualitas dan berdaya saing, yakni manusia yang sehat, cerdas, adaptif, inovatif, terampil dan berkarakter kuat.

Menurut Muhadjir kebijakan peningkatan kualitas SDM harus dimulai sejak calon manusia Indonesia berupa janin di dalam rahim ibunya, kemudian lahir menjadi bayi dan tumbuh menjadi anak usia dini, lalu memasuki usia pelajar hingga menjadi manusia produktif ketika berusia antara 15 sampai 64 tahun.

"Stunting ini akan menentukan apakah SDM Indonesia akan berkembang baik, atau gagal berkembang. Kalau kita bisa melepaskan jeratan stunting pada masa usia janin dan bayi, maka SDM kita akan unggul dan penuh daya saing saat berusia produktif," katanya.

Ia mengemukakan penanganan stunting di sektor hulu mutlak dilakukan yaitu pada masa anak menjadi calon ibu, saat hamil dan menyusui hingga usia 59 bulan. "1.000 hari awal kehidupan inilah yang akan menentukan masa depan SDM yang produktif di Indonesia," katanya.

Permasalahan stunting di Indonesia, kata dia, masih menjadi tantangan utama sebab secara global Indonesia masih berada pada urutan ke 115 dari 151 negara di dunia yang sedang mengalami permasalahan stunting berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia pada 2020.

"Kisaran angka stunting di Indonesia saat ini masih berada pada kisaran 27,7 persen," katanya.

Ia mengatakan penyebab tingginya angka kasus stunting di Indonesia dikarenakan kurangnya asupan gizi kronis, rendahnya cakupan akses air dan sanitasi penduduk yang memiliki akses air minum berkualitas.

Selain itu, ia menilai rendahnya pendidikan orang tua serta pola asuh yang salah juga memengaruhi angka stunting nasional.

"Masalah stunting juga terjadi karena kurangnya tenaga kesehatan, terutama ahli gizi dalam pemantauan perkembangan balita," demikian Muhadjir Effendy..

Baca juga: Menko PMK: Angka "stunting" diperkirakan naik karena pandemi COVID-19

Baca juga: Menko PMK: Pemda bisa saling berbagi pengalaman atasi stunting

Baca juga: Menko PMK sebutkan alasan "stunting" jadi perhatian Presiden

Baca juga: BKKBN ditunjuk Presiden ketua program luar biasa penurunan "stunting"