Pangkalpinang (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung segera menerapkan tanda tangan elektronik sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar semakin efektif dan efisien.

"Penerapan tanda tangan elektronik ini akan segera kami gunakan setelah pada 19 Agustus 2021 pemkot melakukan perjanjian kerja sama dengan Balai Sertifikasi Elektronik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) RI," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Pangkalpinang Sarbini, di Pangkalpinang, Minggu.

Ia menambahkan, kesepakatan kerja sama antara pemda dengan BSSN RI yang sudah dilakukan Pemkot Pangkalpinang merupakan yang paling awal di antara tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Babel.

"Setelah ini kami akan melakukan sosialisasi kepada unit-unit kerja atau organisasi perangkat daerah di lingkungan pemkot dan masyarakat terkait pemanfaatan sertifikat elektronik, khususnya dalam penggunaan tanda tangan elektronik," ujarnya.

Pada tahap awal, tanda tangan elektronik atau yang biasa disebut TTE akan digunakan di Diskominfo untuk berbagai dokumen dan urusan surat-menyurat, dilanjutkan di Badan Keuangan Daerah untuk BPHTB dan SPT PBB, kemudian menyusul organisasi perangkat daerah lainnya secara bertahap.

Sedangkan untuk sektor layanan administrasi kependudukan maupun terkait perizinan ada fasilitasi langsung dari pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian terkait.

Sarbini menjelaskan penggunaan TTE di era reformasi dan digitalisasi merupakan kebutuhan dan tuntutan yang harus dilakukan untuk mempermudah layanan administrasi pemerintahan dan layanan publik, karena unggul dari segi biaya, mudah, cepat dan aman.

"TTE menjawab semua itu, karena dengan adanya TTE tidak ada lagi istilah pejabat penanda tangan sedang tidak di tempat atau tidak sempat, karena tanda tangan bisa dilakukan kapan saja dan dari mana saja," katanya lagi.

Dengan adanya TTE, pejabat penanggung jawab akan sangat terbantu pada saat harus menandatangani berkas dalam jumlah ratusan lembar, dan yang lebih penting lagi TTE jauh lebih aman dari dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab atau risiko pemalsuan.

"Bila ada upaya pemalsuan, dokumen bisa dicek atau diuji keabsahan dan bisa dilacak jejak digitalnya," ujar Sarbini menambahkan.

Sarbini mengakui masih ada pihak-pihak yang meragukan keabsahan dari aspek hukum terhadap dokumen yang ditandatangani secara elektronik.

Namun, menurut dia, TTE sudah diatur melalui Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menegaskan bahwa TTE memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah.

Aturan tersebut diperkuat dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik yang mewajibkan penyelenggara sistem elektronik memiliki sertifikat elektronik yang memuat TTE dan identitas lainnya sebagai status subjek hukum dalam transaksi elektronik.

Menurut dia, TTE membantu memenuhi tiga aspek keamanan informasi, yaitu otentikasi atau keaslian pengirim/penerima memastikan bahwa informasi dikirim dan diterima oleh pihak yang benar, kemudian integritas atau keutuhan data, memastikan bahwa informasi tidak diubah/dimodifikasi selama informasi tersebut disimpan atau pada saat dikirim, serta mekanisme antisangkal atau nonrepudiasi guna memastikan pemilik informasi tidak dapat menyangkal bahwa informasi tersebut adalah miliknya atau telah disahkan olehnya.

"Tidak perlu ragu dalam penggunaan TTE atau peralihan dari tanda tangan basah atau manual ke elektronik," demikian Sarbini.
Baca juga: Tanda tangan elektronik solusi kebutuhan bisnis saat pandemi
Baca juga: Tanda tangan digital penting akselerasi pertumbuhan ekonomi