Bogor (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyiapkan dam sabo (bangunan pengendali sedimen) untuk mengatasi lahar yang keluar dari Gunung Merapi, kata pejabat kementerian itu.

"Sejak tahun 1970, kami sudah merancang bagaimana mengatasi lahar Merapi. Bagaimana lahar bisa mengalir ke sungai di sekitar Merapi, itulah yang menjadi urusan kami, tetapi kalau (gunung) meletus itu urusan vulkanologi," kata Bambang Hargono, Kepala Balai Besar Sungai Serayu-Opak, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU dalam surat elektronik yang dikirimkan di Bogor, Sabtu.

Menurut dia, sesuai "master plan" tahun 2001, pengendalian lahar diwujudkan dalam bentuk dam sabo yang jumlahnya mencapai 279 dam.

Tetapi hingga saat ini, baru terbangun 224 dam sabo. Tahun 2010 ini sudah dibangun 10 dam, namun saat pekerjaan belum rampung, Gunung Merapi aktif kembali.

Dijelaskan juga, berdasarkan penilaian pada tahun 2001 sistem dam sabo mampu menampung delapan juta meter kubik material, padahal perkiraan material erupsi yang menjadi lahar saat ini mencapai 140 juta meter kubik.

Hal ini, kata dia, menyebabkan sistem yang sudah dibangun harus dievaluasi kembali agar dapat menahan material vulkanik dan meminimalisir terjadinya banjir lahar dingin yang melanda hilir sungai.

Sejauh ini, kata dia, dengan mengendalikan 224 dam sabo cukup efektif menahan sebagian material vulkanik, setidaknya membuat Kota Yogyakarta berkurang kerentanannya.

Berfungsinya sistem dam sabo, katanya, dapat dilihat pada sungai Opak yang masih bersih meskipun di atasnya ada sungai Gendol. Sedangkan Kali Code hanya dialiri pasir dan lumpur, karena material yang besar sudah tertahan di dam sabo.

Selain itu, dam sabo membuat kelerengan lebih landai dari sungai awalnya, hal ini disebabkan oleh endapan yang harusnya ada di atas sungai membuat kemiringan menjadi tidak terlalu curam sehingga air yang lewat kecepatannya menjadi berkurang.

Sementara itu, kata dia, banyak komunitas yang peduli terhadap keadaan ini.

Ia memberi contoh, ada komunitas Code, Komunitas Gajah Wong, dan lainnya yang siap bekerja sama dengan pemerintah.

"Setidaknya, komunitas yang terdiri atas masyarakat yang peduli pada lingkungannya diharapkan dapat lebih memahami seluk beluk sungai yang sudah menjadi bagian dari mereka bertahun-tahun lamanya," kata Bambang.

"Ketika hujan lebat berkepanjngan, rekan-rekan dari komunitas ikut memantau agar masyarakat di hilir bersiap-siap," tambahnya.

Hanya saja, kata dia, materi sekarang luar biasa banyaknya. Sungai mulai tertimbun, sehingga memungkinkan bencana terjadi dari material yang terkumpul di kanan dan kiri sungai.

"Untuk itu kami merencanakan `guide` atau `pilot channel` berupa pengerukan sungai dengan alat berat hingga wilayah aliran sungai menjadi kembali lancar,? ujarnya.
(ANT/A024)