Bekas anak buah Juliari akui ikut perintah saat pengadaan bansos Covid
20 Agustus 2021 21:20 WIB
Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos sembako COVID-19 periode April-Oktober 2020 mendengarkan sidang pembacaan tuntutan dari gedung KPK Jakarta, Jumat (13/8). ANTARA/Desca Lidya Natalia.
Jakarta (ANTARA) - Eks anak buah mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara yaitu Matheus Joko Santoso mengakui mengikuti perintah yang salah dalam pengadaan Bantuan Sosial Sembako COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek pada April-Desember 2020.
"Saya menyadari saya melaksanakan perintah salah sehingga saya terlibat perkara korupsi ini. Saya sangat menyesali kesalahan saya," kata Matheus Joko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Dalam perkara ini Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Sembako COVID-19 di Kementerian Sosial periode April-Oktober 2020 dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menjadi perantara penerima suap senilai Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19.
Ia juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,56 miliar subsider 1 tahun penjara.
"Saya sungguh telah bersikap kooperatif dengan mengungkapkan sebenar-benarnya dimulai dari proses penyidikan sampai persidangan. Saya berjanji tidak mengulangi lagi dengan penuh kesadaran saya, saya mohon maaf sebesar-besarnya," tambah Joko.
Baca juga: Eks pejabat Kemensos akui takut tolak perintah mantan Mensos Juliari
Ia juga minta maaf kepada istri, anak-anak serta Kemensos yang telah dirugikan karena perkara tersebut.
"Saya minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat Jabodetabek selaku penerima manfaat sembako," ungkap Joko sambil tersedu.
Ia meminta untuk dihukum seadil-adilnya dan agar majelis hakim mengabulkan status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) kepadanya.
"Karena setelah ada vonis inkraht, saya diberhentikan menjadi PNS Kemensos tempat saya mengabdi. Saya merupakan tulang punggung keluarga dengan usia ibu 70 tahun, seorang istri dan 2 anak yang masih SMP dan seorang anak yang masih kelas I SMA kelas 1 yang masih perlu perhatian saya," tambah Joko.
Ia menyebut dirinya masih punya keinginan mengabdikan diri kepada masyarakat setelah menjalani masa hukuman.
"Sisa hidup saya akan saya dedikasikan kepada warga Indonesia, kepada sebagian anak terlantar, warga terlantar, lansia terlantar. Saya mohon pertimbangan majelis hakim memutus perkara ini dengan adil dan bijaksana, semoga Tuhan menolong saya," ungkap Joko.
Baca juga: Eks Kabiro Umum Kemensos dituntut 7 tahun penjara terkait suap bansos
Dalam perkara ini, Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Sembako COVID-19 periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan Bansos Sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020 bersama-sama dengan Menteri Sosial 2019-2020 Juliari P Batubara dinilai terbukti menerima suap.
Suap tersebut adalah sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain dalam pengadaan bansos sembako COVID-1 9 sehingga totalnya mencapai Rp32,482 miliar.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Joko juga menggunakan PT Rajawali Parama Indonesia sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 padahal Matheus selaku PPK dilarang mengikuti pengadaan bansos tersebut.
Ia memberikan modal sebesar Rp3 miliar kepada PT Rajawali Parama Indonesia dan berkoordinasi dengan para supplier yaitu David dan Harry Van Sdabukke serta mengarahkan Wan M Guntar selaku direktur utama PT Rajawali Parama Indonesia untuk melakukan koordinasi dengan supplier sembako tersebut untuk pengadaan banso tahap 10, 11, 12 dan komunitas.
Baca juga: Matheus Joko Santoso dituntut 8 tahun penjara
"Saya menyadari saya melaksanakan perintah salah sehingga saya terlibat perkara korupsi ini. Saya sangat menyesali kesalahan saya," kata Matheus Joko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Dalam perkara ini Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Sembako COVID-19 di Kementerian Sosial periode April-Oktober 2020 dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menjadi perantara penerima suap senilai Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19.
Ia juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,56 miliar subsider 1 tahun penjara.
"Saya sungguh telah bersikap kooperatif dengan mengungkapkan sebenar-benarnya dimulai dari proses penyidikan sampai persidangan. Saya berjanji tidak mengulangi lagi dengan penuh kesadaran saya, saya mohon maaf sebesar-besarnya," tambah Joko.
Baca juga: Eks pejabat Kemensos akui takut tolak perintah mantan Mensos Juliari
Ia juga minta maaf kepada istri, anak-anak serta Kemensos yang telah dirugikan karena perkara tersebut.
"Saya minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat Jabodetabek selaku penerima manfaat sembako," ungkap Joko sambil tersedu.
Ia meminta untuk dihukum seadil-adilnya dan agar majelis hakim mengabulkan status pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) kepadanya.
"Karena setelah ada vonis inkraht, saya diberhentikan menjadi PNS Kemensos tempat saya mengabdi. Saya merupakan tulang punggung keluarga dengan usia ibu 70 tahun, seorang istri dan 2 anak yang masih SMP dan seorang anak yang masih kelas I SMA kelas 1 yang masih perlu perhatian saya," tambah Joko.
Ia menyebut dirinya masih punya keinginan mengabdikan diri kepada masyarakat setelah menjalani masa hukuman.
"Sisa hidup saya akan saya dedikasikan kepada warga Indonesia, kepada sebagian anak terlantar, warga terlantar, lansia terlantar. Saya mohon pertimbangan majelis hakim memutus perkara ini dengan adil dan bijaksana, semoga Tuhan menolong saya," ungkap Joko.
Baca juga: Eks Kabiro Umum Kemensos dituntut 7 tahun penjara terkait suap bansos
Dalam perkara ini, Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Sembako COVID-19 periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan Bansos Sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020 bersama-sama dengan Menteri Sosial 2019-2020 Juliari P Batubara dinilai terbukti menerima suap.
Suap tersebut adalah sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain dalam pengadaan bansos sembako COVID-1 9 sehingga totalnya mencapai Rp32,482 miliar.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Joko juga menggunakan PT Rajawali Parama Indonesia sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 padahal Matheus selaku PPK dilarang mengikuti pengadaan bansos tersebut.
Ia memberikan modal sebesar Rp3 miliar kepada PT Rajawali Parama Indonesia dan berkoordinasi dengan para supplier yaitu David dan Harry Van Sdabukke serta mengarahkan Wan M Guntar selaku direktur utama PT Rajawali Parama Indonesia untuk melakukan koordinasi dengan supplier sembako tersebut untuk pengadaan banso tahap 10, 11, 12 dan komunitas.
Baca juga: Matheus Joko Santoso dituntut 8 tahun penjara
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: