BPIP sebut sistem pengukuran penting untuk "nation building"
20 Agustus 2021 16:33 WIB
Tangkapan layar ketika Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (AWS) memberi sambutan dalam workshop "Implementasi Skala Mikro Indeks Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dengan Global Sevilla" yang diselenggarakan secara daring, Jumat. (20/8/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri/pri.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (AWS) menyatakan bahwa pembentukan sistem pengukuran dalam tataran mikro penting untuk proses pembangunan bangsa (nation building).
“Pengukuran adalah faktor kunci untuk mengetahui apakah kegiatan-kegiatan yang kita lakukan memberi nilai tambah atau tidak,” kata Sudhamek ketika memberi sambutan dalam workshop "Implementasi Skala Mikro Indeks Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dengan Global Sevilla" yang diselenggarakan secara daring, Jumat.
Baca juga: Kepala BPIP laporkan kepada Presiden soal pembinaan ideologi Pancasila
Menurut Sudhamek, kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah di masa lalu adalah terlalu berfokus pada pengukuran dalam skala makro. Padahal berdasarkan pengamatan Sudhamek, Indonesia memiliki infrastruktur dan berbagai sumber daya yang memungkinkan negara untuk menjangkau pengukuran hingga ke tahap mikro.
Pentingnya mengetahui sejauh mana nilai-nilai kebangsaan telah tertanam pada tataran mikro ialah untuk mengevaluasi apakah cita-cita bangsa Indonesia pada tataran makro telah terwujud di elemen dasar suatu negara.
“Karenanya Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), BPIP, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), dan lain-lain harus bersatu dalam merumuskan sistem pengukuran skala mikro untuk nation building, utamanya character building,” tuturnya.
Kemudian, setelah sistem pengukuran berhasil dirumuskan, estafet tanggung jawab untuk melakukan pengukuran akan diberi kepada masing-masing sekolah, baik pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan di tingkat Perguruan Tinggi (PT).
“Pada pendidikan informal juga harus terukur,” ucap Sudhamek menambahkan.
Baca juga: Presiden ingin Pancasila dibumikan dengan cara baru yang kekinian
Adapun langkah pertama sebelum menentukan sistem pengukuran nilai-nilai kebangsaan adalah mendefinisikan apa saja yang akan dijadikan ukuran, kemudian menentukan bagaimana metode pengukurannya.
“Itu memang harus disusun dalam kerangka sebuah sistem dan perlu mengalami proses perbaikan yang berkelanjutan,” ucapnya.
Ia meyakini, apabila pengukuran berlangsung dengan lancar dan sesuai dengan ekspektasi, maka proses ini akan menjadi batu pijakan penting bagi bangsa dan negara. Sedangkan, apabila pengukuran tidak berhasil diimplementasikan, maka pembangunan bangsa akan stagnan pada titik saat ini.
“Karena kita mengukur karakter bangsa pada tataran mikro, ke siswa-siswa didik kita. Jadi ini adalah pekerjaan yang strategis dan mulia,” tutur Sudhamek.
Baca juga: BPIP tanamkan nilai-nilai Pancasila melalui Pancamain
Baca juga: BPIP sebut keadilan sosial jadi landasan pembangunan Indonesia timur
“Pengukuran adalah faktor kunci untuk mengetahui apakah kegiatan-kegiatan yang kita lakukan memberi nilai tambah atau tidak,” kata Sudhamek ketika memberi sambutan dalam workshop "Implementasi Skala Mikro Indeks Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dengan Global Sevilla" yang diselenggarakan secara daring, Jumat.
Baca juga: Kepala BPIP laporkan kepada Presiden soal pembinaan ideologi Pancasila
Menurut Sudhamek, kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah di masa lalu adalah terlalu berfokus pada pengukuran dalam skala makro. Padahal berdasarkan pengamatan Sudhamek, Indonesia memiliki infrastruktur dan berbagai sumber daya yang memungkinkan negara untuk menjangkau pengukuran hingga ke tahap mikro.
Pentingnya mengetahui sejauh mana nilai-nilai kebangsaan telah tertanam pada tataran mikro ialah untuk mengevaluasi apakah cita-cita bangsa Indonesia pada tataran makro telah terwujud di elemen dasar suatu negara.
“Karenanya Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), BPIP, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), dan lain-lain harus bersatu dalam merumuskan sistem pengukuran skala mikro untuk nation building, utamanya character building,” tuturnya.
Kemudian, setelah sistem pengukuran berhasil dirumuskan, estafet tanggung jawab untuk melakukan pengukuran akan diberi kepada masing-masing sekolah, baik pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan di tingkat Perguruan Tinggi (PT).
“Pada pendidikan informal juga harus terukur,” ucap Sudhamek menambahkan.
Baca juga: Presiden ingin Pancasila dibumikan dengan cara baru yang kekinian
Adapun langkah pertama sebelum menentukan sistem pengukuran nilai-nilai kebangsaan adalah mendefinisikan apa saja yang akan dijadikan ukuran, kemudian menentukan bagaimana metode pengukurannya.
“Itu memang harus disusun dalam kerangka sebuah sistem dan perlu mengalami proses perbaikan yang berkelanjutan,” ucapnya.
Ia meyakini, apabila pengukuran berlangsung dengan lancar dan sesuai dengan ekspektasi, maka proses ini akan menjadi batu pijakan penting bagi bangsa dan negara. Sedangkan, apabila pengukuran tidak berhasil diimplementasikan, maka pembangunan bangsa akan stagnan pada titik saat ini.
“Karena kita mengukur karakter bangsa pada tataran mikro, ke siswa-siswa didik kita. Jadi ini adalah pekerjaan yang strategis dan mulia,” tutur Sudhamek.
Baca juga: BPIP tanamkan nilai-nilai Pancasila melalui Pancamain
Baca juga: BPIP sebut keadilan sosial jadi landasan pembangunan Indonesia timur
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021
Tags: