Pemkab Tidak Dilibatkan Kompensasi Rumah Korban Merapi
18 November 2010 00:00 WIB
Warga Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kerja bakti membersihkan abu vulkanik dampak letusan intensif Gunung Merapi di jalan desa setempat, Sabtu (13/11). Sebagian kecil warga desa-desa terakhir dari puncak Gunung Merapi di Kabupaten Magelang pulang dari pengungsian ke kampungnya untuk kerja bakti membersihkan abu di berbagai ruas jalan setempat. (ANTARA/Hari Atmoko)
Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, merasa tidak dilibatkan dalam urusan kompensasi atau ganti rugi rumah warga yang rusak akibat bencana letusan Gunung Merapi.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengaku belum diberitahu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait rencana pemberian kompensasi atau ganti rugi rumah warga yang rusak akibat bencana Merapi.
"Selaku Bupati Sleman, sampai saat ini saya belum diberi tahu, dan juga belum ada surat resmi. Kami juga tidak dilibatkan dalam rapat penentuan kompensasi tersebut," kata Sri Purnomo di Posko Pengungsi Stadion Maguwoharjo, Sleman, Rabu.
Menurut dia, karena pihaknya belum mendapat pemberitahuan secara resmi maka dapat dikatakan rencana kompensasi tersebut juga belum resmi. "Saat pernyataan itu disampaikan, kami juga tidak ada, itu pernyataan dari BNPB," kata bupati Sleman.
Pemerintah akan memberikan kompensasi rumah warga yang rusak akibat erupsi Gunung Merapi antara Rp1 juta hingga Rp15 juta per rumah.
Kepala BNPB Syamsul Maarif di Yogyakarta mengatakan nilai kompensasi tergantung kerusakan masing-masing rumah warga.
"Pemberian kompensasi akan dilaksanakan jika status `awas` Merapi telah diturunkan menjadi `siaga`. Sedangkan tanggap darurat dihentikan, diganti menjadi rekonstruksi dan rehabilitasi bencana," katanya.
Menurut dia, rumah rusak berat nantinya diberi kompensasi Rp15 juta per rumah, rusak sedang Rp10 juta per rumah, dan rusak ringan Rp1 juta per rumah.
"Pelaksanaan pembayaran kompensasi rumah rusak itu menggunakan anggaran pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan anggaran BNPB," katanya.
Syamsul mengatakan untuk rumah yang rusak total dan tidak mungkin dihuni lagi, pemilik rumah akan ditampung di lokasi penampungan sementara selama tiga bulan, dan biaya hidup ditanggung pemerintah.
Berdasarkan rapat koordinasi dengan jajaran terkait beberapa waktu lalu di kantor gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kepatihan, Yogyakarta, diputuskan jika status Merapi sudah turun menjadi "siaga", dan tanggap darurat sudah dihentikan, dan diganti menjadi rekonstruksi serta rehabilitasi, maka yang pertama akan dilakukan adalah memberikan hunian ("shelter") sementara terutama kepada warga yang rumahnya sudah tidak bisa dihuni lagi.
"Untuk infrastruktur yang rusak seperti jalan dan jembatan, pemerintah akan melakukan perbaikan melalui koordinasi Kementerian Pekerjaan Umum, dan gedung sekolah rusak akan diperbaiki Kementerian Pendidikan Nasional, sedangkan tempat ibadah yang rusak diperbaiki Kementerian Agama," katanya.
2.000 "shelter"
Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akan membangun "shelter" atau rumah hunian sementara bagi 2.000 kepala keluarga korban bencana letusan Gunung Merapi.
"Shelter ini akan dibangun di dekat masing-masing desa yang mengalami kerusakan parah seperti Umbulharjo, Kepuharjo, dan Glagaharjo, serta sedikit Desa Wukirsari," kata Bupati Sleman Sri Purnomo di Posko Pengungsi Stadion Maguwoharjo, Depok, Sleman, Rabu.
Ia menjelaskan lokasi pembangunan "shelter" ini akan menggunakan tanah kas desa yang dimiliki masing-masing desa. "Kami sudah melakukan survei, dan lokasi masing-masing tanah kas desa tersebut sudah memenuhi persyaratan dan berada tidak jauh dari lokasi rumah warga korban letusan Merapi," katanya.
Selain "shelter", kata bupati, juga akan dibangun kandang ternak kelompok, sehingga masyarakat yang selama ini mengandalkan hidup mereka dari usaha ternak sapi perah, dapat segera melakukan aktivitas perekonomiannya.
"Kami harapkan hunian sementara ini dapat memberikan solusi bagi warga termasuk masalah ekonomi warga. Jangan sampai tata nilai dan tata budaya masyarakat berubah total saat mereka kembali ke shelter setelah dari pengungsian," kata Sri Purnomo .
Menurut bupati, memang sebelumnya ada wacana membangun "shelter" di area "Sultan Ground" (tanah milik Keraton Kasultanan Yogyakarta), namun karena pembangunannya membutuhkan proses yang cepat, maka kemudian dipilih di tanah kas desa.
"Penggunaan tanah kas desa akan segera diproses, dan kami akan ajukan permohonan ke gubernur DIY (Sultan Hamengku Buwono X), dan diharapkan dapat segera dilaksanakan pembangunannya, karena harus sesegera mungkin," katanya.
Ia mengatakan terkait untuk besaran dana yang dibutuhkan guna membangun setiap satu unit "shelter", sampai saat ini masih dikoordinasikan. "Terkait waktu mulai pembangunan "shelter" maupun dana yang dibutuhkan, saat ini masih dikoordinasikan.Yang jelas, pembangunannya harus sesegera mungkin, agar warga tidak terlalu lama berada di pengungsian," katanya.
23 dusun harus direlokasi
Sebanyak 23 dusun di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), harus direlokasi karena berada di zona rawan bencana letusan Gunung Merapi.
"Dari 23 dusun tersebut penduduknya 2.313 kepala keluarga (KK), dan mereka akan dibuatkan `shelter` atau rumah hunian sementara," kata Camat Cangkringan Samsul Bakri, Rabu.
Menurut dia, dusun yang harus direlokasi meliputi Palemsari, Pangukrejo di Desa Umbulharjo, kemudian Dusun Kaliadem, Jambu, Petung, Kopeng, sebagian Batur, Kepuh, Manggong di Desa Kepuharjo, Dusun Kalitengah, Kalikidul, Srunen, Singlar, Glagahmalang, Ngancar di Desa Glagaharjo, serta Dusun Suruh, Bakalan, Ngepringan di Desa Argomulyo, dan Dusun Gungan, Pusung, Gadingan, Banaran serta Cakran di Desa Wukirsari.
"Dusun-dusun itu berada di zona sangat rawan karena terletak di jalur awan panas dan lahar dingin Gunung Merapi," katanya.
Ia mengatakan rencananya di masing-masing desa dibuat `shelter`, yakni di Desa Umbulharjo yaitu Dusun Plosokerep untuk 282 KK, Desa Kepuharjo di Pagerjurang untuk 830 KK, Desa Wukirsari di Gondang untuk 265 KK, Desa Glagaharjo di Banjarsari untuk 827 KK dan Desa Argomulyo di Randusari untuk 129 KK.
"Shelter diperlukan karena memang rumah warga mengalami rusak parah, bahkan wilayah pedukuhan sudah tertutup material vulkanik, dan rawan banjir lahar dingin," katanya.
Samsul mengatakan "shelter" tersebut akan dimulai pembangunannya untuk 345 unit dalam tahap awal, sedangkan sisanya masih menunggu percontohan "shelter" tahap awal.
"Dana yang dibutuhkan antara Rp2 juta hinga Rp3 juta per `shelter` yang akan ditempati satu keluarga," katanya.
Tinggalkan pengungsian
Sebanyak 1.625 orang pengungsi Merapi yang mengungsi di sejumlah tempat di beberapa kecamatan dan rumah warga di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mulai meninggalkan pengungsian.
"Pengungsi letusan Gunung Merapi mulai terlihat meninggalkan pos-pos pengungsian sejak Minggu (14/11) sampai hari ini tercatat sebanyak 1.625 orang dari 11.714 pengungsi yang berada di luar Posko Induk Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, `Rest Area Bunder`," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul Azis Shaleh, di sela mamantau kondisi pengungsi di Pos Pengungsian Bunder, Kecamatan Playen, Gunung Kidul, Rabu.
Ia mengatakan pengungsi di Posko Induk Pemkab Gunung Kidul di Rest Area Bunder malah bertambah dari sebelumnya 730 orang menjadi 747 orang.
Azis mengatakan pengungsi yang memilih pulang kampung tersebut merupakan pengungsi yang tinggal di rumah-rumah warga dan posko-posko pengungsian yang disediakan pihak pemerintah kecamatan.
"Mereka kebanyakan yang berada di rumah-rumah warga dan pokso pengungsian di Kecamatan Patuk, Karangmojo dan Playen," katanya.
Ia kurang mengetahui persis alasan para pengungsi tersebut memilih pulang kampung. "Pengungsi mungkin sudah merasa aman berada di kampung halamannya dengan mendengar adanya pengurangan radius bahaya Merapi, sehingga memilih pulang serta merayakan Idul Adha di desa masing-masing," katanya.
Menurut Azis, pengungsi yang pulang kampung tersebut sudah meminta izin kepada koordinator atau relawan posko pengungsian di tiap-tiap kecamatan.
"Pengungsi yang meninggalkan pos pengungsian katanya sudah meminta izin kepada petugas posko di kecamatan, namun sebenarnya kami mengharapkan mereka untuk tetap tinggal di pos-pos pengungsian terdekat dengan rumah mereka sampai kondisi Gunung Merapi benar-benar dinyatakan aman," katanya.
Salah satu pengungsi yang merupakan Kepala Dukuh Batur, Kepohjari, Kecamatan Cangkringan, Tugiman mengatakan masih memilih bertahan di Posko Pengungsian Bunder sampai ada pernyataan resmi tentang kondisi aman Gunung Merapi.
"Kami sudah sering berpindah-pindah tempat pengungsian, sehingga kami tetap memilih untuk berada di sini yang letaknya jauh dari Gunung Merapi, sampai nanti ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai kondisi aman Gunung Merapi, dan kami diperbolehkan pulang," katanya.
Hanya bencana lokal
Bencana Gunung Merapi yang melanda warga di Kabupaten Sleman hanya bersifat lokal, sehingga tidak perlu diusulkan sebagai bencana nasional, kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Wilayah yang terkena dampak erupsi Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hanya Kabupaten Sleman. Jadi hanya lokal," katanya, di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Rabu, menanggapi adanya wacana bencana Merapi merupakan bencana nasional.
Menurut Sultan, bencana Merapi perlu diusulkan sebagai bencana nasional jika seluruh wilayah DIY terkena dampak yang signifikan akibat meletusnya gunung yang berada di perbatasan wilayah DIY dan Jawa Tengah.
"Bencana yang melanda warga di kawasan Merapi di Kabupaten Sleman hanya bersifat lokal, sehingga tanpa bantuan dari pemerintah pusat, masyarakat di DIY sebenarnya juga bisa menyelesaikan dampak dari bencana itu," katanya.
Ia mengatakan masyarakat di DIY harus bisa mengatasi dampak dari bencana tersebut, termasuk bagaimana mendorong perekonomian agar dapat kembali bangkit.
"Saat ini yang harus dilakukan adalah memberikan harapan bagi para pengungsi untuk keberlangsungan hidup mereka kelak. Upaya yang juga penting adalah memberikan semangat kepada mereka," katanya.
Namun demikian, masyarakat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY mengucapkan terima kasih kepada para donatur dan relawan yang telah memberikan bantuan untuk para korban bencana Merapi.
"Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu para korban bencana erupsi Merapi, sehingga dapat meringankan beban mereka selama di pengungsian," katanya.
Tim khusus hidupkan perekonomian
Pemerintah yang terdiri dari berbagai unsur kementerian di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan membentuk tim khusus yang bertugas membuat program untuk menghidupkan perekonomian di daerah bencana.
Menurut siaran pers dari Media Center Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Yogyakarta, Rabu, pemerintah melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono telah sepakat untuk mengambil langkah membuat program menghidupkan perekonomian di daerah bencana baik untuk pengungsi atau bukan pengungsi.
Tim ini nanti akan terdiri dari unsur kementerian terkait seperti koperasi dan UMKM, BUMN, keuangan, Bank Indonesia dan juga unsur dari pemerintah DIY serta Jawa Tengah di bawah koordinasi dari BNPB, kata Agung Laksono usai melakukan rapat koordinasi dengan BNPB dan Pemerintah Provinsi DIY dan Jawa Tengah.
Menurut dia, pembentukan tim yang bertugas menyusun program untuk kembali menghidupkan perekonomian di daerah bencana tersebut harus dapat dilakukan secepat mungkin agar kehidupan perekonomian masyarakat dapat segera pulih.
Ia mengatakan program perekonomian yang bisa diterapkan di antaranya adalah dengan menjalankan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kredit bergulir dengan menggunakan dana APBN atau APBD maupun mengandalkan "corporate social responsibility" (CSR) dari BUMN, atau pihak swasta lainnya.
Program akan segera diluncurkan begitu tim terbentuk. Hal ini dapat memperkecil dampak kepada masyarakat akibat erupsi Gunung Merapi, katanya.
Agung Laksono mengatakan masyarakat yang berada di sekitar Gunung Merapi bahkan masyarakat yang tinggal di luar kawasan rawan bencana (KRB) juga mengalami dampak tidak langsung dari erupsi gunung api aktif itu, salah satunya adalah dampak di bidang perekonomian.
Melalui program ini, kata dia, pihaknya ingin mencegah agar tidak ada kecemburuan sosial atau hal-hal lainnya.
Koordinasi di bawah BNPB tersebut, lanjut Agung, disebabkan karena masalah tersebut masih terkait cukup erat dengan tugas badan tersebut selama masa tanggap darurat serta rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sementara itu, untuk masyarakat yang terkena dampak langsung akibat erupsi Gunung Merapi telah dilakukan proses tanggap darurat dan akan diikuti dengan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Namun, sebelum masuk ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, terdapat masa transisi setelah tanggap darurat yaitu menyiapkan hunian sementara.
Sedangkan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, akan didahului dengan penyusunan "disaster analysist lost assessment" untuk mengetahui kerusakan, kebutuhan serta kemungkinan relokasi di sejumlah wilayah.
Tidak tergesa-gesa jual ternak
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengimbau pengungsi yang menitipkan hewan ternaknya di Kulon Progo tidak tergesa-gesa menjualnya dengan harga murah.
Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Kepenak) Kabupaten Kulon Progo Sabar Widodo, di Wates, Rabu, mengatakan, banyak pengungsi dari Kabupaten Sleman yang sudah kembali dari pengungsian ingin menjual sapi maupun kambingnya yang dititipkan di Kulon Progo.
"Oleh karena itu, kami imbau mereka untuk tidak tergesa-gesa menjual hewan ternaknya, apalagi dengan harga murah, karena saat ini harga di pasaran belum stabil, terkait dengan bencana Gunung Merapi," katanya.
Menurut dia, harga ternak seperti sapi maupun kambing saat ini belum stabil dan masih sangat murah, karena banyak warga pengungsi Merapi menjual hewan ternaknya dengan harga rendah, yang penting laku. Mereka khawatir jika dijual dengan harga normal, apalagi tinggi, tidak akan laku. Sementara mereka butuh dana, apalagi yang rumahnya rusak akibat bencana Merapi," katanya.
Untuk itu, Sabar Widodo meminta para pengungsi yang menitipkan hewan ternaknya di tempat penampungan di bawah pengawasan Dinas Kepenak Kulon Progo untuk menahan diri tidak tergesa-gesa menjualnya, dan biar hewan ternak itu tetap berada di penampungan sambil menunggu harga ternak di pasaran normal dan stabil. "Dengan kondisi seperti itu, mereka bisa menjual dengan harga normal, atau syukur harganya tinggi," katanya.
Ia mengatakan rendahnya harga sapi maupun kambing asal Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, karena hewan terkena penyakit mata maupun stres, sehingga hewan tidak mau makan.
Akibatnya, kata dia, hewan menjadi kurus, sehingga jika dijual harganya sangat murah. "Oleh karena itu, Dinas Kepenak melalui dokter hewan yang bertugas di lapangan terus memantau dan menyembuhkan hewan ternak milik pengungsi yang sakit tersebut," katanya.
Pihaknya terus melakukan pemeriksaan dan monitoring kesehatan hewan ternak, karena penyakit mata dan stres menyebabkan nafsu makan hewan ternak menurun, sehingga menjadi kurus, dan harganya di pasaran jatuh. "Kami berharap dengan pemeriksaan kesehatan hewan ternak dapat menyembuhkan penyakit maupun stres tersebut, sehingga harga jualnya tinggi," katanya.
Ia menyebutkan hewan ternak milik pengungsi Merapi asal Kabupaten Sleman yang dibawa ke Kulon Progo ada 99 ekor sapi. "Ternak-ternak itu ditampung di tiga wilayah kecamatan yaitu di Lendah sebanyak 17 ekor, dan di Desa Srikayangan Kecamatan Sentolo empat ekor. Di kedua kecamatan itu hewan ternak tersebut ditampung di kandang milik penduduk setempat," katanya.
Sedangkan di Kecamatan Pengasih ada 78 ekor sapi yang ditampung di penampungan depan kantor kecamatan. Menurut Sabar, pihaknya juga mempersiapkan cadangan tempat penampungan hewan ternak di wilayah Kecamatan Wates. "Cadangan tempat penampungan di Desa Karang Wuni itu, bisa menampung hingga 1.500 ekor sapi, dan di Kecamatan Girimulyo bisa menampung 126 ekor kambing," katanya.
Ia mengatakan hewan ternak yang diungsikan tersebut, tiba di Kulon Progo pada Selasa dan Rabu pekan lalu, yang umumnya berupa sapi perah milik warga masyarakat, dan sebagian milik koperasi.
Menurut dia, biaya pemeliharaan hewan ternak tersebut, sementara ini ditanggung Dinas Kepenak Kulon Progo. Namun, pihaknya telah mengusulkan kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo agar dialokasikan dana pemeliharaan hewan ternak itu, terutama ternak milik perorangan.
Sedangkan hewan ternak milik koperasi akan diupayakan ada "sharing" biaya dari koperasi yang bersangkutan. "Untuk pemeliharaan lengkap seperti pemberian pakan, vitamin, dan minum ternak, dibutuhkan dana antara Rp15.000 hingga Rp20.000 per ekor per hari. Tempat dan tenaga yang merawat, kami fasilitasi," kata Sabar Widodo.
Hewan kurban untuk pengungsi
Lembaga Amil Zakat dan Sodaqoh Muhammadiyah bekerja sama dengan Metro TV dan Extra Joss menyerahkan bantuan hewan kurban kepada pengungsi bencana letusan Gunung Merapi di Barak Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Depok, Sleman, Rabu.
Penyerahan hewan kurban dilakukan secara simbolis oleh Ketua Lembaga Amil Zakat dan Sodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) Din Syamsudin, Direktur Utama Metro TV Wisnu Hadi dan perwakilan Extra Joss Aydi Jaya kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono untuk kemudian diserahkan ke dapur umum untuk disembelih dan dibagikan kepada pengungsi.
"Bantuan hewan kurban berupa sapi ini merupakan salah satu komitmen seluruh karyawan Extra Joss untuk meringankan beban kepada sesama dengan membagikan daging kurban," kata Humas Extra Joss, Aydi Jaya.
Menurut dia, bantuan ini sejalan dengan gerakan "Pray for Indonesia" yaitu berdoa sekaligus bertindak untuk membantu saudara yang sedang ditimpa musibah.
"Saat yang sama diberbagai tempat di Indonesia juga dilakukan penyerahan hewan kurban total senilai Rp1 miliar, penyembelihan hewan kurban dilakukan secara serentak di 100 kota di Indonesia dan selanjutnya daging kurban dibagikan kepada masyarakat yang tidak mampu di masing-masing wilayah," katanya.
Ia mengatakan, sapi-sapi yang diserahkan kepada masyarakat telah memenuhi kriteria untuk kurban. "Semua hewan kurban sudah cukup dewasa dan kesehatannya sudah diteliti dokter hewan dari peternakan, sehingga dijamin sapi-sapi yang diserahkan sehat dan halal," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin, Rabu, menjadi saski pernikahan antara Agung Setiawan (22) dengan Lisnawati (18) pengungsi bencana letusan Gunung Merapi yang berlangsung di barak pengungsian Stadion Maguwoharjo.
Selain Din Syamsudin turut jadi saksi pernikahan tersebut Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu, Camat Pakem Budiharjo, Camat Cangkringan Syamsul Bakri dan sejumlah anggota DPRD Sleman.
Pernikahan tersebut terpaksa dilaksanakan di barak pengungsian karena rumah dan harta benda keluarga mempelai perempuan di Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman luluh lantak diterjang awan panas erupsi Gunung Merapi, sedangkan kondisi rumah Agung di Jatimulyo, Kabupaten Magelang meskipun masih utuh namun masih diselimuti abu vulkanik Merapi yang terus turun hingga saat ini.
"Sebelumnya kami memang telah menentukan hari pernikahan yang bertepatan dengan Idul Adha ini. Kami tak mau menunda tanggal pernikahan yang sudah ditetapkan, karena tanggal dan bulan inilah yang menurut para orang tua kami yang paling baik, nggak bisa diubah, apapun kondisinya," kata mempelai pria Agung.
Menurut dia, dirinya bersama keluarganya juga menyadari kondisi keluarga calon istrinya yang sedang dalam kesusahan karena bencana Merapi, sehingga tidak masalah pernikahan dilangsungkan di barak pengungsian. "Setelah menikah ini istri akan saya bawa ke rumah saya di Magelang dan tinggal sementara di sana," katanya.
Ayah Lisnawati Poniji sangat ikhlas dengan pernikahan putrinya meski tak jadi dilakukan dengan pesta yang semula direncanakan.
"Tiga sapi yang sebenarnya telah kami siapkan untuk biaya resepsi mati terkena awan panas. Termasuk surat-surat syarat nikah anak saya yang selesai diurus beberapa waktu lalu. Yang penting keduanya sudah sah sebagai suami istri dan tetap saling mencinta dalam kondisi apapun. Ini sudah sangat kami syukuri," katanya.
Din Syamsudin yang menjadi saksi keduanya mengaku terharu dengan keteguhan dua hati Agung dan Lisnawati yang melangsungkan pernikahan dalam kondisi apa adanya, tanpa iringan musik, baju pesta gemerlap, atau makanan minuman yang beraneka macam.
Bahkan Din Syamsudin menawarkan keduanya berbulan madu tiga hari di rumah pribadinya di Pogungharjo Sleman atau memilih salah satu hotel berbintang di Yogyakarta untuk bulan madu tiga hari. Namun kedua mempelai itu menolak secara halus tawaran Ketua Umum Muhammadiyah itu.
"Terimakasih, pak. Pernikahan ini sudah jadi kado terbaik buat kami. Semuanya sedang susah, kami tak bisa tinggal di hotel atau rumah bapak," kata Agung.
Intensitas erupsi menurun
Intensitas erupsi Gunung Merapi di perbatasan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah mulai menurun dan stabil, namun kalangan masyarakat diminta tetap mewaspadainya, kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta Subandrio.
Menurut dia, di Yogyakarta, Rabu, intensitas Gunung Merapi sudah mulai menurun dibandingkan beberapa waktu lalu, bahkan hingga Rabu pukul 06.00 WIB belum tercatat adanya luncuran awan panas, sedangkan gempa vulkanik telah terjadi empat kali, gempa tektonik dua kali, dan tremor terpantau secara beruntun.
Ia mengatakan tremor yang terjadi beruntun berkorelasi dengan hembusan asap tebal dan pekat yang disertai dengan abu vulkanik. Jika ada gempa "low frequency" kemungkinan berhubungan dengan adanya dinamika magma yangmemungkinkan untuk bergerak ke atas sehingga berpotensi membentuk kubah lava yang nantinya berpotensi juga terjadinya awan panas.
"Kondisi Gunung Merapi yang terpantau sejak 15 November 2010 hingga Rabu pagi relatif stabil, bahkan tercatat Merapi tak mengeluarkan awan panas namun status awas Gunung Merapi belum dicabut karena kemungkinan erupsi masih bisa terjadi," katanya.
Meskipun terpantau stabil, kata Subandrio, kalangan masyarakat diminta tetap waspada dengan aktivitas Gunung Merapi. Awan panas potensinya masih cukup besar dan dominan di wilayah Kali Gendol, sedangkan jauh luncuran tergantung volume kubah lavanya, yakni semakin besar volumenya maka jarak luncur semakin jauh.
Ia mengaku belum belum bisa melihat pertumbuhan kubah lava karena asap di kawah yang baru itu sangat pekat. Kawah di atas dengan diameter 400 meter tampak dua lubang. "Kami hanya melihat tumbuhnya magma dimana. Jika tumbuhnya di lubang bagian tenggara selatan di dekat kawah Gendol yang agak bawah otomatis akan mudah longsor," katanya.
Aktivitas Gunung Merapi yang terpantau petugas pengamatan Gunung Merapi menunjukkan cuaca berkabut menyelimuti gunung sepanjang Rabu dini hari hingga pagi. Meski demikian, sesekali cuaca cerah dan teramati asap setinggi satu kilometer berwarna kecokelatan condong ke barat hingga barat laut.
Tidak bisa berdasarkan perkiraan
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Surono menegaskan untuk menentukan status aktivitas Gunung Merapi tidak dapat berdasarkan perkiraan, tetapi harus dengan ilmu tentang kegunungapian.
"Penentuan status Merapi tidak bisa berdasarkan perkiraan, dan tidak pula berdasarkan ilmu nujum, tetapi harus berdasarkan pada ilmu tentang kegunungapian," katanya, di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, untuk menurunkan status Gunung Merapi lebih berat dibandingkan saat memutuskan untuk menaikkan status gunung berapi ini.
Ia mengatakan menurunkan status aktivitas Merapi dari level 4 atau "awas" ke level yang lebih rendah, membawa konsekuensi untuk tetap menjaga seluruh masyarakat agar terhindar dari bahaya letusan Merapi.
"Dengan menurunkan status, seluruh masyarakat akan merasa bahwa kondisi sudah aman. Ini yang sulit karena Gunung Merapi masih sulit diprediksi," katanya.
Surono mencontohkan terbentuknya kubah lava baru yang biasanya menjadi penutup dari fase erupsi Merapi, ternyata tidak terjadi pada erupsi 2010. "Gunung Merapi telah membentuk kubah lava baru, tetapi material vulkanik dari kubah lava baru itu justru dilontarkan seketika saat terjadi letusan pada awal November 2010," katanya.
Berdasarkan pengamatan dalam tiga hari terakhir, intensitas letusan Merapi menunjukkan kecenderungan menurun, meskipun gempa tremor masih terjadi secara beruntun, disertai aktivitas gempa vulkanik dan guguran.
Sejak Senin (15/11) hingga Rabu, intensitas vulkanik Merapi cenderung menurun, yaitu 34 kali menjadi 31 kali pada Selasa (16/11), dan pada Rabu hingga pukul 18.00 WIB terjadi 11 kali gempa vulkanik.
Selain itu, intensitas guguran juga menurun, yakni dari 25 kali menjadi 14 kali, dan baru terjadi satu kali guguran pada Rabu hingga pukul 18.00 WIB.
Meskipun demikian, intensitas gempa tektonik mengalami peningkatan, yakni dari satu kali pada Selasa menjadi dua kali pada Rabu, padahal pada Senin sama sekali tidak terjadi gempa tektonik.
Oleh karena itu, menurut dia, pihaknya masih tetap mempertahankan status Gunung Merapi dalam level tertinggi yaitu "awas", dan meminta masyarakat yang berada di pengungsian untuk bersabar.(V001*E013*B015*ANT-159*ANT-160/K004)
Bupati Sleman Sri Purnomo mengaku belum diberitahu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait rencana pemberian kompensasi atau ganti rugi rumah warga yang rusak akibat bencana Merapi.
"Selaku Bupati Sleman, sampai saat ini saya belum diberi tahu, dan juga belum ada surat resmi. Kami juga tidak dilibatkan dalam rapat penentuan kompensasi tersebut," kata Sri Purnomo di Posko Pengungsi Stadion Maguwoharjo, Sleman, Rabu.
Menurut dia, karena pihaknya belum mendapat pemberitahuan secara resmi maka dapat dikatakan rencana kompensasi tersebut juga belum resmi. "Saat pernyataan itu disampaikan, kami juga tidak ada, itu pernyataan dari BNPB," kata bupati Sleman.
Pemerintah akan memberikan kompensasi rumah warga yang rusak akibat erupsi Gunung Merapi antara Rp1 juta hingga Rp15 juta per rumah.
Kepala BNPB Syamsul Maarif di Yogyakarta mengatakan nilai kompensasi tergantung kerusakan masing-masing rumah warga.
"Pemberian kompensasi akan dilaksanakan jika status `awas` Merapi telah diturunkan menjadi `siaga`. Sedangkan tanggap darurat dihentikan, diganti menjadi rekonstruksi dan rehabilitasi bencana," katanya.
Menurut dia, rumah rusak berat nantinya diberi kompensasi Rp15 juta per rumah, rusak sedang Rp10 juta per rumah, dan rusak ringan Rp1 juta per rumah.
"Pelaksanaan pembayaran kompensasi rumah rusak itu menggunakan anggaran pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan anggaran BNPB," katanya.
Syamsul mengatakan untuk rumah yang rusak total dan tidak mungkin dihuni lagi, pemilik rumah akan ditampung di lokasi penampungan sementara selama tiga bulan, dan biaya hidup ditanggung pemerintah.
Berdasarkan rapat koordinasi dengan jajaran terkait beberapa waktu lalu di kantor gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kepatihan, Yogyakarta, diputuskan jika status Merapi sudah turun menjadi "siaga", dan tanggap darurat sudah dihentikan, dan diganti menjadi rekonstruksi serta rehabilitasi, maka yang pertama akan dilakukan adalah memberikan hunian ("shelter") sementara terutama kepada warga yang rumahnya sudah tidak bisa dihuni lagi.
"Untuk infrastruktur yang rusak seperti jalan dan jembatan, pemerintah akan melakukan perbaikan melalui koordinasi Kementerian Pekerjaan Umum, dan gedung sekolah rusak akan diperbaiki Kementerian Pendidikan Nasional, sedangkan tempat ibadah yang rusak diperbaiki Kementerian Agama," katanya.
2.000 "shelter"
Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akan membangun "shelter" atau rumah hunian sementara bagi 2.000 kepala keluarga korban bencana letusan Gunung Merapi.
"Shelter ini akan dibangun di dekat masing-masing desa yang mengalami kerusakan parah seperti Umbulharjo, Kepuharjo, dan Glagaharjo, serta sedikit Desa Wukirsari," kata Bupati Sleman Sri Purnomo di Posko Pengungsi Stadion Maguwoharjo, Depok, Sleman, Rabu.
Ia menjelaskan lokasi pembangunan "shelter" ini akan menggunakan tanah kas desa yang dimiliki masing-masing desa. "Kami sudah melakukan survei, dan lokasi masing-masing tanah kas desa tersebut sudah memenuhi persyaratan dan berada tidak jauh dari lokasi rumah warga korban letusan Merapi," katanya.
Selain "shelter", kata bupati, juga akan dibangun kandang ternak kelompok, sehingga masyarakat yang selama ini mengandalkan hidup mereka dari usaha ternak sapi perah, dapat segera melakukan aktivitas perekonomiannya.
"Kami harapkan hunian sementara ini dapat memberikan solusi bagi warga termasuk masalah ekonomi warga. Jangan sampai tata nilai dan tata budaya masyarakat berubah total saat mereka kembali ke shelter setelah dari pengungsian," kata Sri Purnomo .
Menurut bupati, memang sebelumnya ada wacana membangun "shelter" di area "Sultan Ground" (tanah milik Keraton Kasultanan Yogyakarta), namun karena pembangunannya membutuhkan proses yang cepat, maka kemudian dipilih di tanah kas desa.
"Penggunaan tanah kas desa akan segera diproses, dan kami akan ajukan permohonan ke gubernur DIY (Sultan Hamengku Buwono X), dan diharapkan dapat segera dilaksanakan pembangunannya, karena harus sesegera mungkin," katanya.
Ia mengatakan terkait untuk besaran dana yang dibutuhkan guna membangun setiap satu unit "shelter", sampai saat ini masih dikoordinasikan. "Terkait waktu mulai pembangunan "shelter" maupun dana yang dibutuhkan, saat ini masih dikoordinasikan.Yang jelas, pembangunannya harus sesegera mungkin, agar warga tidak terlalu lama berada di pengungsian," katanya.
23 dusun harus direlokasi
Sebanyak 23 dusun di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), harus direlokasi karena berada di zona rawan bencana letusan Gunung Merapi.
"Dari 23 dusun tersebut penduduknya 2.313 kepala keluarga (KK), dan mereka akan dibuatkan `shelter` atau rumah hunian sementara," kata Camat Cangkringan Samsul Bakri, Rabu.
Menurut dia, dusun yang harus direlokasi meliputi Palemsari, Pangukrejo di Desa Umbulharjo, kemudian Dusun Kaliadem, Jambu, Petung, Kopeng, sebagian Batur, Kepuh, Manggong di Desa Kepuharjo, Dusun Kalitengah, Kalikidul, Srunen, Singlar, Glagahmalang, Ngancar di Desa Glagaharjo, serta Dusun Suruh, Bakalan, Ngepringan di Desa Argomulyo, dan Dusun Gungan, Pusung, Gadingan, Banaran serta Cakran di Desa Wukirsari.
"Dusun-dusun itu berada di zona sangat rawan karena terletak di jalur awan panas dan lahar dingin Gunung Merapi," katanya.
Ia mengatakan rencananya di masing-masing desa dibuat `shelter`, yakni di Desa Umbulharjo yaitu Dusun Plosokerep untuk 282 KK, Desa Kepuharjo di Pagerjurang untuk 830 KK, Desa Wukirsari di Gondang untuk 265 KK, Desa Glagaharjo di Banjarsari untuk 827 KK dan Desa Argomulyo di Randusari untuk 129 KK.
"Shelter diperlukan karena memang rumah warga mengalami rusak parah, bahkan wilayah pedukuhan sudah tertutup material vulkanik, dan rawan banjir lahar dingin," katanya.
Samsul mengatakan "shelter" tersebut akan dimulai pembangunannya untuk 345 unit dalam tahap awal, sedangkan sisanya masih menunggu percontohan "shelter" tahap awal.
"Dana yang dibutuhkan antara Rp2 juta hinga Rp3 juta per `shelter` yang akan ditempati satu keluarga," katanya.
Tinggalkan pengungsian
Sebanyak 1.625 orang pengungsi Merapi yang mengungsi di sejumlah tempat di beberapa kecamatan dan rumah warga di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mulai meninggalkan pengungsian.
"Pengungsi letusan Gunung Merapi mulai terlihat meninggalkan pos-pos pengungsian sejak Minggu (14/11) sampai hari ini tercatat sebanyak 1.625 orang dari 11.714 pengungsi yang berada di luar Posko Induk Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, `Rest Area Bunder`," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul Azis Shaleh, di sela mamantau kondisi pengungsi di Pos Pengungsian Bunder, Kecamatan Playen, Gunung Kidul, Rabu.
Ia mengatakan pengungsi di Posko Induk Pemkab Gunung Kidul di Rest Area Bunder malah bertambah dari sebelumnya 730 orang menjadi 747 orang.
Azis mengatakan pengungsi yang memilih pulang kampung tersebut merupakan pengungsi yang tinggal di rumah-rumah warga dan posko-posko pengungsian yang disediakan pihak pemerintah kecamatan.
"Mereka kebanyakan yang berada di rumah-rumah warga dan pokso pengungsian di Kecamatan Patuk, Karangmojo dan Playen," katanya.
Ia kurang mengetahui persis alasan para pengungsi tersebut memilih pulang kampung. "Pengungsi mungkin sudah merasa aman berada di kampung halamannya dengan mendengar adanya pengurangan radius bahaya Merapi, sehingga memilih pulang serta merayakan Idul Adha di desa masing-masing," katanya.
Menurut Azis, pengungsi yang pulang kampung tersebut sudah meminta izin kepada koordinator atau relawan posko pengungsian di tiap-tiap kecamatan.
"Pengungsi yang meninggalkan pos pengungsian katanya sudah meminta izin kepada petugas posko di kecamatan, namun sebenarnya kami mengharapkan mereka untuk tetap tinggal di pos-pos pengungsian terdekat dengan rumah mereka sampai kondisi Gunung Merapi benar-benar dinyatakan aman," katanya.
Salah satu pengungsi yang merupakan Kepala Dukuh Batur, Kepohjari, Kecamatan Cangkringan, Tugiman mengatakan masih memilih bertahan di Posko Pengungsian Bunder sampai ada pernyataan resmi tentang kondisi aman Gunung Merapi.
"Kami sudah sering berpindah-pindah tempat pengungsian, sehingga kami tetap memilih untuk berada di sini yang letaknya jauh dari Gunung Merapi, sampai nanti ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai kondisi aman Gunung Merapi, dan kami diperbolehkan pulang," katanya.
Hanya bencana lokal
Bencana Gunung Merapi yang melanda warga di Kabupaten Sleman hanya bersifat lokal, sehingga tidak perlu diusulkan sebagai bencana nasional, kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Wilayah yang terkena dampak erupsi Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hanya Kabupaten Sleman. Jadi hanya lokal," katanya, di Posko Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman, Rabu, menanggapi adanya wacana bencana Merapi merupakan bencana nasional.
Menurut Sultan, bencana Merapi perlu diusulkan sebagai bencana nasional jika seluruh wilayah DIY terkena dampak yang signifikan akibat meletusnya gunung yang berada di perbatasan wilayah DIY dan Jawa Tengah.
"Bencana yang melanda warga di kawasan Merapi di Kabupaten Sleman hanya bersifat lokal, sehingga tanpa bantuan dari pemerintah pusat, masyarakat di DIY sebenarnya juga bisa menyelesaikan dampak dari bencana itu," katanya.
Ia mengatakan masyarakat di DIY harus bisa mengatasi dampak dari bencana tersebut, termasuk bagaimana mendorong perekonomian agar dapat kembali bangkit.
"Saat ini yang harus dilakukan adalah memberikan harapan bagi para pengungsi untuk keberlangsungan hidup mereka kelak. Upaya yang juga penting adalah memberikan semangat kepada mereka," katanya.
Namun demikian, masyarakat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY mengucapkan terima kasih kepada para donatur dan relawan yang telah memberikan bantuan untuk para korban bencana Merapi.
"Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu para korban bencana erupsi Merapi, sehingga dapat meringankan beban mereka selama di pengungsian," katanya.
Tim khusus hidupkan perekonomian
Pemerintah yang terdiri dari berbagai unsur kementerian di bawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan membentuk tim khusus yang bertugas membuat program untuk menghidupkan perekonomian di daerah bencana.
Menurut siaran pers dari Media Center Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Yogyakarta, Rabu, pemerintah melalui Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono telah sepakat untuk mengambil langkah membuat program menghidupkan perekonomian di daerah bencana baik untuk pengungsi atau bukan pengungsi.
Tim ini nanti akan terdiri dari unsur kementerian terkait seperti koperasi dan UMKM, BUMN, keuangan, Bank Indonesia dan juga unsur dari pemerintah DIY serta Jawa Tengah di bawah koordinasi dari BNPB, kata Agung Laksono usai melakukan rapat koordinasi dengan BNPB dan Pemerintah Provinsi DIY dan Jawa Tengah.
Menurut dia, pembentukan tim yang bertugas menyusun program untuk kembali menghidupkan perekonomian di daerah bencana tersebut harus dapat dilakukan secepat mungkin agar kehidupan perekonomian masyarakat dapat segera pulih.
Ia mengatakan program perekonomian yang bisa diterapkan di antaranya adalah dengan menjalankan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kredit bergulir dengan menggunakan dana APBN atau APBD maupun mengandalkan "corporate social responsibility" (CSR) dari BUMN, atau pihak swasta lainnya.
Program akan segera diluncurkan begitu tim terbentuk. Hal ini dapat memperkecil dampak kepada masyarakat akibat erupsi Gunung Merapi, katanya.
Agung Laksono mengatakan masyarakat yang berada di sekitar Gunung Merapi bahkan masyarakat yang tinggal di luar kawasan rawan bencana (KRB) juga mengalami dampak tidak langsung dari erupsi gunung api aktif itu, salah satunya adalah dampak di bidang perekonomian.
Melalui program ini, kata dia, pihaknya ingin mencegah agar tidak ada kecemburuan sosial atau hal-hal lainnya.
Koordinasi di bawah BNPB tersebut, lanjut Agung, disebabkan karena masalah tersebut masih terkait cukup erat dengan tugas badan tersebut selama masa tanggap darurat serta rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sementara itu, untuk masyarakat yang terkena dampak langsung akibat erupsi Gunung Merapi telah dilakukan proses tanggap darurat dan akan diikuti dengan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Namun, sebelum masuk ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, terdapat masa transisi setelah tanggap darurat yaitu menyiapkan hunian sementara.
Sedangkan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, akan didahului dengan penyusunan "disaster analysist lost assessment" untuk mengetahui kerusakan, kebutuhan serta kemungkinan relokasi di sejumlah wilayah.
Tidak tergesa-gesa jual ternak
Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengimbau pengungsi yang menitipkan hewan ternaknya di Kulon Progo tidak tergesa-gesa menjualnya dengan harga murah.
Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Kepenak) Kabupaten Kulon Progo Sabar Widodo, di Wates, Rabu, mengatakan, banyak pengungsi dari Kabupaten Sleman yang sudah kembali dari pengungsian ingin menjual sapi maupun kambingnya yang dititipkan di Kulon Progo.
"Oleh karena itu, kami imbau mereka untuk tidak tergesa-gesa menjual hewan ternaknya, apalagi dengan harga murah, karena saat ini harga di pasaran belum stabil, terkait dengan bencana Gunung Merapi," katanya.
Menurut dia, harga ternak seperti sapi maupun kambing saat ini belum stabil dan masih sangat murah, karena banyak warga pengungsi Merapi menjual hewan ternaknya dengan harga rendah, yang penting laku. Mereka khawatir jika dijual dengan harga normal, apalagi tinggi, tidak akan laku. Sementara mereka butuh dana, apalagi yang rumahnya rusak akibat bencana Merapi," katanya.
Untuk itu, Sabar Widodo meminta para pengungsi yang menitipkan hewan ternaknya di tempat penampungan di bawah pengawasan Dinas Kepenak Kulon Progo untuk menahan diri tidak tergesa-gesa menjualnya, dan biar hewan ternak itu tetap berada di penampungan sambil menunggu harga ternak di pasaran normal dan stabil. "Dengan kondisi seperti itu, mereka bisa menjual dengan harga normal, atau syukur harganya tinggi," katanya.
Ia mengatakan rendahnya harga sapi maupun kambing asal Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, karena hewan terkena penyakit mata maupun stres, sehingga hewan tidak mau makan.
Akibatnya, kata dia, hewan menjadi kurus, sehingga jika dijual harganya sangat murah. "Oleh karena itu, Dinas Kepenak melalui dokter hewan yang bertugas di lapangan terus memantau dan menyembuhkan hewan ternak milik pengungsi yang sakit tersebut," katanya.
Pihaknya terus melakukan pemeriksaan dan monitoring kesehatan hewan ternak, karena penyakit mata dan stres menyebabkan nafsu makan hewan ternak menurun, sehingga menjadi kurus, dan harganya di pasaran jatuh. "Kami berharap dengan pemeriksaan kesehatan hewan ternak dapat menyembuhkan penyakit maupun stres tersebut, sehingga harga jualnya tinggi," katanya.
Ia menyebutkan hewan ternak milik pengungsi Merapi asal Kabupaten Sleman yang dibawa ke Kulon Progo ada 99 ekor sapi. "Ternak-ternak itu ditampung di tiga wilayah kecamatan yaitu di Lendah sebanyak 17 ekor, dan di Desa Srikayangan Kecamatan Sentolo empat ekor. Di kedua kecamatan itu hewan ternak tersebut ditampung di kandang milik penduduk setempat," katanya.
Sedangkan di Kecamatan Pengasih ada 78 ekor sapi yang ditampung di penampungan depan kantor kecamatan. Menurut Sabar, pihaknya juga mempersiapkan cadangan tempat penampungan hewan ternak di wilayah Kecamatan Wates. "Cadangan tempat penampungan di Desa Karang Wuni itu, bisa menampung hingga 1.500 ekor sapi, dan di Kecamatan Girimulyo bisa menampung 126 ekor kambing," katanya.
Ia mengatakan hewan ternak yang diungsikan tersebut, tiba di Kulon Progo pada Selasa dan Rabu pekan lalu, yang umumnya berupa sapi perah milik warga masyarakat, dan sebagian milik koperasi.
Menurut dia, biaya pemeliharaan hewan ternak tersebut, sementara ini ditanggung Dinas Kepenak Kulon Progo. Namun, pihaknya telah mengusulkan kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo agar dialokasikan dana pemeliharaan hewan ternak itu, terutama ternak milik perorangan.
Sedangkan hewan ternak milik koperasi akan diupayakan ada "sharing" biaya dari koperasi yang bersangkutan. "Untuk pemeliharaan lengkap seperti pemberian pakan, vitamin, dan minum ternak, dibutuhkan dana antara Rp15.000 hingga Rp20.000 per ekor per hari. Tempat dan tenaga yang merawat, kami fasilitasi," kata Sabar Widodo.
Hewan kurban untuk pengungsi
Lembaga Amil Zakat dan Sodaqoh Muhammadiyah bekerja sama dengan Metro TV dan Extra Joss menyerahkan bantuan hewan kurban kepada pengungsi bencana letusan Gunung Merapi di Barak Pengungsian Stadion Maguwoharjo, Depok, Sleman, Rabu.
Penyerahan hewan kurban dilakukan secara simbolis oleh Ketua Lembaga Amil Zakat dan Sodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) Din Syamsudin, Direktur Utama Metro TV Wisnu Hadi dan perwakilan Extra Joss Aydi Jaya kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono untuk kemudian diserahkan ke dapur umum untuk disembelih dan dibagikan kepada pengungsi.
"Bantuan hewan kurban berupa sapi ini merupakan salah satu komitmen seluruh karyawan Extra Joss untuk meringankan beban kepada sesama dengan membagikan daging kurban," kata Humas Extra Joss, Aydi Jaya.
Menurut dia, bantuan ini sejalan dengan gerakan "Pray for Indonesia" yaitu berdoa sekaligus bertindak untuk membantu saudara yang sedang ditimpa musibah.
"Saat yang sama diberbagai tempat di Indonesia juga dilakukan penyerahan hewan kurban total senilai Rp1 miliar, penyembelihan hewan kurban dilakukan secara serentak di 100 kota di Indonesia dan selanjutnya daging kurban dibagikan kepada masyarakat yang tidak mampu di masing-masing wilayah," katanya.
Ia mengatakan, sapi-sapi yang diserahkan kepada masyarakat telah memenuhi kriteria untuk kurban. "Semua hewan kurban sudah cukup dewasa dan kesehatannya sudah diteliti dokter hewan dari peternakan, sehingga dijamin sapi-sapi yang diserahkan sehat dan halal," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin, Rabu, menjadi saski pernikahan antara Agung Setiawan (22) dengan Lisnawati (18) pengungsi bencana letusan Gunung Merapi yang berlangsung di barak pengungsian Stadion Maguwoharjo.
Selain Din Syamsudin turut jadi saksi pernikahan tersebut Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu, Camat Pakem Budiharjo, Camat Cangkringan Syamsul Bakri dan sejumlah anggota DPRD Sleman.
Pernikahan tersebut terpaksa dilaksanakan di barak pengungsian karena rumah dan harta benda keluarga mempelai perempuan di Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman luluh lantak diterjang awan panas erupsi Gunung Merapi, sedangkan kondisi rumah Agung di Jatimulyo, Kabupaten Magelang meskipun masih utuh namun masih diselimuti abu vulkanik Merapi yang terus turun hingga saat ini.
"Sebelumnya kami memang telah menentukan hari pernikahan yang bertepatan dengan Idul Adha ini. Kami tak mau menunda tanggal pernikahan yang sudah ditetapkan, karena tanggal dan bulan inilah yang menurut para orang tua kami yang paling baik, nggak bisa diubah, apapun kondisinya," kata mempelai pria Agung.
Menurut dia, dirinya bersama keluarganya juga menyadari kondisi keluarga calon istrinya yang sedang dalam kesusahan karena bencana Merapi, sehingga tidak masalah pernikahan dilangsungkan di barak pengungsian. "Setelah menikah ini istri akan saya bawa ke rumah saya di Magelang dan tinggal sementara di sana," katanya.
Ayah Lisnawati Poniji sangat ikhlas dengan pernikahan putrinya meski tak jadi dilakukan dengan pesta yang semula direncanakan.
"Tiga sapi yang sebenarnya telah kami siapkan untuk biaya resepsi mati terkena awan panas. Termasuk surat-surat syarat nikah anak saya yang selesai diurus beberapa waktu lalu. Yang penting keduanya sudah sah sebagai suami istri dan tetap saling mencinta dalam kondisi apapun. Ini sudah sangat kami syukuri," katanya.
Din Syamsudin yang menjadi saksi keduanya mengaku terharu dengan keteguhan dua hati Agung dan Lisnawati yang melangsungkan pernikahan dalam kondisi apa adanya, tanpa iringan musik, baju pesta gemerlap, atau makanan minuman yang beraneka macam.
Bahkan Din Syamsudin menawarkan keduanya berbulan madu tiga hari di rumah pribadinya di Pogungharjo Sleman atau memilih salah satu hotel berbintang di Yogyakarta untuk bulan madu tiga hari. Namun kedua mempelai itu menolak secara halus tawaran Ketua Umum Muhammadiyah itu.
"Terimakasih, pak. Pernikahan ini sudah jadi kado terbaik buat kami. Semuanya sedang susah, kami tak bisa tinggal di hotel atau rumah bapak," kata Agung.
Intensitas erupsi menurun
Intensitas erupsi Gunung Merapi di perbatasan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah mulai menurun dan stabil, namun kalangan masyarakat diminta tetap mewaspadainya, kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta Subandrio.
Menurut dia, di Yogyakarta, Rabu, intensitas Gunung Merapi sudah mulai menurun dibandingkan beberapa waktu lalu, bahkan hingga Rabu pukul 06.00 WIB belum tercatat adanya luncuran awan panas, sedangkan gempa vulkanik telah terjadi empat kali, gempa tektonik dua kali, dan tremor terpantau secara beruntun.
Ia mengatakan tremor yang terjadi beruntun berkorelasi dengan hembusan asap tebal dan pekat yang disertai dengan abu vulkanik. Jika ada gempa "low frequency" kemungkinan berhubungan dengan adanya dinamika magma yangmemungkinkan untuk bergerak ke atas sehingga berpotensi membentuk kubah lava yang nantinya berpotensi juga terjadinya awan panas.
"Kondisi Gunung Merapi yang terpantau sejak 15 November 2010 hingga Rabu pagi relatif stabil, bahkan tercatat Merapi tak mengeluarkan awan panas namun status awas Gunung Merapi belum dicabut karena kemungkinan erupsi masih bisa terjadi," katanya.
Meskipun terpantau stabil, kata Subandrio, kalangan masyarakat diminta tetap waspada dengan aktivitas Gunung Merapi. Awan panas potensinya masih cukup besar dan dominan di wilayah Kali Gendol, sedangkan jauh luncuran tergantung volume kubah lavanya, yakni semakin besar volumenya maka jarak luncur semakin jauh.
Ia mengaku belum belum bisa melihat pertumbuhan kubah lava karena asap di kawah yang baru itu sangat pekat. Kawah di atas dengan diameter 400 meter tampak dua lubang. "Kami hanya melihat tumbuhnya magma dimana. Jika tumbuhnya di lubang bagian tenggara selatan di dekat kawah Gendol yang agak bawah otomatis akan mudah longsor," katanya.
Aktivitas Gunung Merapi yang terpantau petugas pengamatan Gunung Merapi menunjukkan cuaca berkabut menyelimuti gunung sepanjang Rabu dini hari hingga pagi. Meski demikian, sesekali cuaca cerah dan teramati asap setinggi satu kilometer berwarna kecokelatan condong ke barat hingga barat laut.
Tidak bisa berdasarkan perkiraan
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Surono menegaskan untuk menentukan status aktivitas Gunung Merapi tidak dapat berdasarkan perkiraan, tetapi harus dengan ilmu tentang kegunungapian.
"Penentuan status Merapi tidak bisa berdasarkan perkiraan, dan tidak pula berdasarkan ilmu nujum, tetapi harus berdasarkan pada ilmu tentang kegunungapian," katanya, di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, untuk menurunkan status Gunung Merapi lebih berat dibandingkan saat memutuskan untuk menaikkan status gunung berapi ini.
Ia mengatakan menurunkan status aktivitas Merapi dari level 4 atau "awas" ke level yang lebih rendah, membawa konsekuensi untuk tetap menjaga seluruh masyarakat agar terhindar dari bahaya letusan Merapi.
"Dengan menurunkan status, seluruh masyarakat akan merasa bahwa kondisi sudah aman. Ini yang sulit karena Gunung Merapi masih sulit diprediksi," katanya.
Surono mencontohkan terbentuknya kubah lava baru yang biasanya menjadi penutup dari fase erupsi Merapi, ternyata tidak terjadi pada erupsi 2010. "Gunung Merapi telah membentuk kubah lava baru, tetapi material vulkanik dari kubah lava baru itu justru dilontarkan seketika saat terjadi letusan pada awal November 2010," katanya.
Berdasarkan pengamatan dalam tiga hari terakhir, intensitas letusan Merapi menunjukkan kecenderungan menurun, meskipun gempa tremor masih terjadi secara beruntun, disertai aktivitas gempa vulkanik dan guguran.
Sejak Senin (15/11) hingga Rabu, intensitas vulkanik Merapi cenderung menurun, yaitu 34 kali menjadi 31 kali pada Selasa (16/11), dan pada Rabu hingga pukul 18.00 WIB terjadi 11 kali gempa vulkanik.
Selain itu, intensitas guguran juga menurun, yakni dari 25 kali menjadi 14 kali, dan baru terjadi satu kali guguran pada Rabu hingga pukul 18.00 WIB.
Meskipun demikian, intensitas gempa tektonik mengalami peningkatan, yakni dari satu kali pada Selasa menjadi dua kali pada Rabu, padahal pada Senin sama sekali tidak terjadi gempa tektonik.
Oleh karena itu, menurut dia, pihaknya masih tetap mempertahankan status Gunung Merapi dalam level tertinggi yaitu "awas", dan meminta masyarakat yang berada di pengungsian untuk bersabar.(V001*E013*B015*ANT-159*ANT-160/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
Tags: