Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatLIn) Prof. Dr. dr. Aryati mengatakan sejumlah pengelola fasilitas pelayanan kesehatan membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi dengan penyesuaian harga baru tes swab COVID-19 yang diberlakukan oleh pemerintah.

“Mohon diberikan tenggat waktu untuk menghabiskan barang-barang yang dibeli oleh rumah sakit. Ini pesan dari direktur rumah sakit,” katanya dalam diskusi panel daring "Menyikapi Keputusan Pemerintah tentang Penurunan Harga Test PCR" di Jakarta, Kamis.

Aryati mengatakan, perlu waktu bagi laboratorium dan rumah sakit untuk menghabiskan barang-barang kesehatan yang telah dipesan dengan menggunakan harga yang lama.

Ia khawatir akan terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara bila menemukan fasilitas kesehatan yang masih memberikan harga di atas harga baru yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko WIdodo.

“Direktur rumah sakit dan lab-lab swasta semua panik, ini akan menjadi kepanikan nasional. Jadi ada penjelasan mengenai penentuan biaya PCR, terus saya bilang ini tahapannya ada tiga,” kata dia, menjelaskan kondisi yang dirasakan oleh pengelola fasilitas kesehatan saat ini.

Aryati mengungkapkan permasalahan lain yang dihadapi saat ini adalah ditemukan banyak laboratorium yang memberikan harga tes jauh lebih murah, sehingga menimbulkan pertanyaan akan uji tes tersebut.

Ketua Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) Dr. dr. AP. Purwanto mengatakan tes yang diberikan dengan harga murah tidak memastikan bahwa kualitas dari alat tes tersebut memiliki kualitas yang baik.

“Walaupun saya katakan rupiah mahal belum tentu kualitasnya baik. Tetapi pada akhir-akhir ini muncul laboratorium yang dipermudah dengan adanya aturan undang-undang di baliknya, yaitu wabah, makanya nyaris semua terlintas dalam arti harus cepat harus segera atau tidak nanti banyak yang akan mati,” kata Purwanto.

Ia mengatakan, rumah sakit dan laboratorium perlu mempertahankan mutu dari alat-alat tes yang digunakan. Hal tersebut guna mencegah terjadinya salah diagnosis, sehingga memberikan penanganan yang salah kepada pasien.

“Kita tahu itu bukan melalui dokter, tapi melalui laboratorium. Diagnosis itu hanya melalui laboratorium. Jadi hasil itu benar-benar harus menjamin. Kalau kita terbatas apa-apanya, jangan-jangan internal juga dilakukan, sedangkan eksternal belum memadai. Inilah menjadi kekhawatiran kami,” kata dia, menjelaskan kekhawatiran terkait kesalahan diagnosa dari penggunaan alat yang tidak bermutu.

Sekretaris Jenderal Gakeslab Indonesia dr. Randy H. Teguh mengatakan perlu waktu bagi fasilitas kesehatan untuk menyeimbangkan keadaan karena akan mengalami kesulitan untuk bernegosisasi terkait masalah harga tes tersebut.

Baca juga: Kemenkes ungkap alasan penurunan harga tes cepat COVID-19

“Memang dari anggota kami pun sudah mereka stop. Mereka sudah melakukan pesanan barang impor dan sebagainya, dengan harga yang lama. Tentu untuk negosiasi akan susah dan sebagainya,” kata Randy.

Baca juga: Laboratorium afiliasi Kemenkes sudah turunkan biaya tes usap PCR

Ia menegaskan penyesuaian waktu terhadap harga baru itu diperlukan untuk menghindari konflik antarlembaga yang tidak diharapkan dan pengambilan keputusan harga yang semena-mena oleh fasilitas kesehatan.

Baca juga: DKI Jakarta segera umumkan tarif tes PCR

"Ini sebenarnya tadi saya sepakat dari asosiasi lain. Harusnya diberikan waktu untuk menyelesaikan, menyeimbangkan, artinya tidak semena-mena," ujar dia.