Kemenkeu: Inklusi keuangan UMKM yang rendah, hambat penyaluran bantuan
19 Agustus 2021 18:57 WIB
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adi Budiarso dalam webinar ‘Asian Impact: ADB Research in Action’ di Jakarta, Kamis (19/8/2021). (ANTARA/Sanya Dinda)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adi Budiarso mengatakan inklusi keuangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih rendah, sehingga menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah.
Menurutnya, sekitar 70 persen pelaku UMKM belum termasuk dalam usaha dengan inklusi keuangan yang baik sehingga mereka kesulitan mengakses bantuan keuangan dari pemerintah.
“Masalah dasar, juga masalah struktural yang dihadapi UMKM. Ini sedang diselesaikan di Indonesia,” kata Adi dalam webinar "Asian Impact: ADB Research in Action" di Jakarta, Kamis.
Pemerintah memiliki beberapa program untuk mendukung pelaku UMKM bertahan di tengah COVID-19, antara lain penempatan dana di bank, pembiayaan ultra mikro, subsidi bunga pinjaman, garansi modal kerja, hibah untuk usaha mikro, dan insentif PPh final.
Program tersebut termasuk dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang nilainya ditargetkan mencapai 11,06 miliar dolar AS, khusus untuk pelaku UMKM.
Baca juga: ADB: Penggunaan bantuan pemerintah untuk UMKM masih terbatas
Selain pendanaan, pemerintah juga membuat Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang diharapkan mempermudah akses pelaku usaha, tidak hanya UMKM, terhadap instrumen keuangan.
Teknologi digital juga digunakan untuk meningkatkan nilai inklusi keuangan, terutama untuk UMKM.
“Reformasi ini merangkum hampir semua aturan di sistem keuangan yang ketinggalan zaman. Kami ingin menyambut kedatangan pengaruh layanan finansial berbasis teknologi (fintech) terhadap ekonomi, meningkatkan peran UMKM, dan digitalisasi,” kata Adi.
Pada tahun 2022 mendatang, ketika menjadi Presiden G20, Indonesia, akan menjadikan pengembangan UMKM sebagai salah satu isu utama dengan fokus meningkatkan produktivitas, menstabilkan sistem keuangan dan moneter, serta memperluas kesetaraan dan keberlanjutan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari survei dengan melibatkan 2.509 pelaku UMKM Indonesia, ADB menemukan bahwa jumlah pelaku UMKM yang menggunakan bantuan pemerintah masih terbatas.
Pelaku UMKM paling banyak menggunakan Bantuan Presiden ultra mikro, tetapi jumlah pengguna bantuan ini baru mencapai 22 persen dari total UMKM yang terlibat dalam survei.
Sementara itu pelaku UMKM yang memanfaatkan subsidi bunga hanya 14,4 persen, penempatan dana 11,1 persen, jaminan kredit UMKM 12,8 persen, insentif PPh final UMKM 10,7 persen, dan pembiayaan investasi 5,4 persen.
Baca juga: ADB: Pendapatan UMKM Indonesia masih turun, meski bisnis mulai dibuka
Menurutnya, sekitar 70 persen pelaku UMKM belum termasuk dalam usaha dengan inklusi keuangan yang baik sehingga mereka kesulitan mengakses bantuan keuangan dari pemerintah.
“Masalah dasar, juga masalah struktural yang dihadapi UMKM. Ini sedang diselesaikan di Indonesia,” kata Adi dalam webinar "Asian Impact: ADB Research in Action" di Jakarta, Kamis.
Pemerintah memiliki beberapa program untuk mendukung pelaku UMKM bertahan di tengah COVID-19, antara lain penempatan dana di bank, pembiayaan ultra mikro, subsidi bunga pinjaman, garansi modal kerja, hibah untuk usaha mikro, dan insentif PPh final.
Program tersebut termasuk dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang nilainya ditargetkan mencapai 11,06 miliar dolar AS, khusus untuk pelaku UMKM.
Baca juga: ADB: Penggunaan bantuan pemerintah untuk UMKM masih terbatas
Selain pendanaan, pemerintah juga membuat Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang diharapkan mempermudah akses pelaku usaha, tidak hanya UMKM, terhadap instrumen keuangan.
Teknologi digital juga digunakan untuk meningkatkan nilai inklusi keuangan, terutama untuk UMKM.
“Reformasi ini merangkum hampir semua aturan di sistem keuangan yang ketinggalan zaman. Kami ingin menyambut kedatangan pengaruh layanan finansial berbasis teknologi (fintech) terhadap ekonomi, meningkatkan peran UMKM, dan digitalisasi,” kata Adi.
Pada tahun 2022 mendatang, ketika menjadi Presiden G20, Indonesia, akan menjadikan pengembangan UMKM sebagai salah satu isu utama dengan fokus meningkatkan produktivitas, menstabilkan sistem keuangan dan moneter, serta memperluas kesetaraan dan keberlanjutan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari survei dengan melibatkan 2.509 pelaku UMKM Indonesia, ADB menemukan bahwa jumlah pelaku UMKM yang menggunakan bantuan pemerintah masih terbatas.
Pelaku UMKM paling banyak menggunakan Bantuan Presiden ultra mikro, tetapi jumlah pengguna bantuan ini baru mencapai 22 persen dari total UMKM yang terlibat dalam survei.
Sementara itu pelaku UMKM yang memanfaatkan subsidi bunga hanya 14,4 persen, penempatan dana 11,1 persen, jaminan kredit UMKM 12,8 persen, insentif PPh final UMKM 10,7 persen, dan pembiayaan investasi 5,4 persen.
Baca juga: ADB: Pendapatan UMKM Indonesia masih turun, meski bisnis mulai dibuka
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: