KSP mendukung pelibatan peran militer dalam penanganan COVID-19
18 Agustus 2021 20:41 WIB
Deputi II KSP Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Panca Putra Tarigan, dalam webinar Paparan Kajian LaporCovid-19 yang bertajuk “Kekuasaan dan Peran Militer dalam merespons Pandemi COVID-19”, di Jakarta, Rabu (18/8/2021). ANTARA/HO-KSP
Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) mendukung pelibatan peran militer dalam penanganan pandemi COVID-19, sebagai salah satu upaya strategis dan efektif dari Pemerintah dalam mendorong percepatan penanganan situasi krisis di Tanah Air.
Pada webinar Paparan Kajian LaporCovid-19 yang bertajuk “Kekuasaan dan Peran Militer dalam Merespons Pandemi COVID-19”, di Jakarta, Rabu, Deputi II KSP Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Panca Putra Tarigan menjelaskan bahwa pelibatan militer dalam penanganan situasi pandemi memang dibolehkan dalam konteks operasi militer selain perang (OMSP), sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 34/2004 tentang TNI.
“Pilihan untuk melibatkan militer dalam penanganan COVID-19 tidak terlepas dari kebutuhan pada struktur vertikal. Misalnya, dalam pendistribusian logistik yang mau tidak mau harus melibatkan TNI,” kata Abetnego.
Dia mengatakan, TNI memiliki sumber daya informasi, sumber daya manusia, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk penyaluran logistik tersebut.
“Yang kedua, sumber tenaga kesehatan itu salah satunya paling banyak ada di TNI/Polri, karena mereka punya Dokkes dan Dinkes. Jadi aspek-aspek itu bisa diberdayakan tanpa harus menggerakkan pembiayaan yang besar untuk merekrut tenaga baru,” ujar Abetnego seraya menekankan pentingnya dimensi anggaran dalam melihat isu pelibatan peran militer dalam penanganan pandemi.
Untuk menjawab kekhawatiran masyarakat mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak militer dalam penanganan COVID-19, Abetnego mengimbau agar masyarakat tidak menciptakan stigma bagi personel militer.
“Banyak kasus yang terjadi dimana warga mengusir warga lainnya karena COVID-19, itu tindak kekerasan oleh sipil. Jadi, jangan sampai kita mendorong perubahan, tapi yang kita komunikasikan sebenarnya mengarah ke stigmatisasi,” ujarnya lagi.
Lebih jauh KSP juga secara terbuka mendorong para akademisi dan cendekiawan untuk meneliti lebih dalam dimensi pemerintahan sipil, untuk membantu Pemerintah dalam menemukan solusi atas setiap permasalahan terkait penanganan pandemi.
“Kajian kebudayaan tentang apa yang terjadi terhadap masyarakat kita juga penting untuk dilakukan. Kadang kita tidak melihat konteks budaya, sosial dan ekonomi di masyarakat kita,” ujar Abetnego.
Baca juga: Pengamat militer sarankan pengamanan seluruh kantor polisi diperketat
Baca juga: Imparsial: Pengerahan militer tangani terorisme harus selektif
Pada webinar Paparan Kajian LaporCovid-19 yang bertajuk “Kekuasaan dan Peran Militer dalam Merespons Pandemi COVID-19”, di Jakarta, Rabu, Deputi II KSP Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Panca Putra Tarigan menjelaskan bahwa pelibatan militer dalam penanganan situasi pandemi memang dibolehkan dalam konteks operasi militer selain perang (OMSP), sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 34/2004 tentang TNI.
“Pilihan untuk melibatkan militer dalam penanganan COVID-19 tidak terlepas dari kebutuhan pada struktur vertikal. Misalnya, dalam pendistribusian logistik yang mau tidak mau harus melibatkan TNI,” kata Abetnego.
Dia mengatakan, TNI memiliki sumber daya informasi, sumber daya manusia, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk penyaluran logistik tersebut.
“Yang kedua, sumber tenaga kesehatan itu salah satunya paling banyak ada di TNI/Polri, karena mereka punya Dokkes dan Dinkes. Jadi aspek-aspek itu bisa diberdayakan tanpa harus menggerakkan pembiayaan yang besar untuk merekrut tenaga baru,” ujar Abetnego seraya menekankan pentingnya dimensi anggaran dalam melihat isu pelibatan peran militer dalam penanganan pandemi.
Untuk menjawab kekhawatiran masyarakat mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak militer dalam penanganan COVID-19, Abetnego mengimbau agar masyarakat tidak menciptakan stigma bagi personel militer.
“Banyak kasus yang terjadi dimana warga mengusir warga lainnya karena COVID-19, itu tindak kekerasan oleh sipil. Jadi, jangan sampai kita mendorong perubahan, tapi yang kita komunikasikan sebenarnya mengarah ke stigmatisasi,” ujarnya lagi.
Lebih jauh KSP juga secara terbuka mendorong para akademisi dan cendekiawan untuk meneliti lebih dalam dimensi pemerintahan sipil, untuk membantu Pemerintah dalam menemukan solusi atas setiap permasalahan terkait penanganan pandemi.
“Kajian kebudayaan tentang apa yang terjadi terhadap masyarakat kita juga penting untuk dilakukan. Kadang kita tidak melihat konteks budaya, sosial dan ekonomi di masyarakat kita,” ujar Abetnego.
Baca juga: Pengamat militer sarankan pengamanan seluruh kantor polisi diperketat
Baca juga: Imparsial: Pengerahan militer tangani terorisme harus selektif
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: