Singapura (ANTARA) - Dengan hanya sedikit kasus kematian akibat COVID-19 dan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia, Singapura berencana membuka kembali sektor bisnis dan bersiap menjalani hidup bersama virus corona seperti halnya dengan penyakit umum yang lain seperti influenza.
Para ahli kesehatan mengatakan bangsa itu kemungkinan akan melihat ratusan kematian tiap tahun akibat COVID-19, seperti halnya flu.
Pendekatan pragmatis itu akan menjadi contoh bagi negara-negara lain yang ingin keluar dari penguncian ketika mereka mempercepat program vaksinasinya.
"Satu-satunya cara untuk tidak melihat kematian akibat sebuah penyakit di mana saja di dunia adalah dengan menghilangkan sama sekali penyakit itu dan itu sudah dilakukan pada penyakit cacar," kata Paul Tambyah, presiden Masyarakat Asia Pasifik untuk Mikrobiologi Klinis dan Infeksi.
Singapura melaporkan hanya 44 kematian akibat COVID-19 sejak awal pandemi pada Januari 2020. Bandingkan dengan sekitar 800 kematian akibat flu dalam setahun, kata para dokter, yang terjadi di negara berpenduduk 5,7 juta itu.
"Sementara gagasan tentang ratusan kematian akibat COVID-19 terlihat mengejutkan dibandingkan angka kematian selama ini dan layak dilakukan upaya pencegahan, itu setara dengan influenza yang tidak dipedulikan masyarakat," kata Alex Cook, pakar pemodelan penyakit menular di Universitas Nasional Singapura (NUS).
Baca juga: Singapura akan izinkan perjalanan bebas karantina pada September
Seribu orang mungkin akan meninggal satu atau dua tahun ke depan di Singapura jika vaksinasi bagi lansia tidak ditingkatkan, kata dia.
Para ahli memperkirakan mayoritas kematian akan terjadi di kelompok usia paling tua yang belum divaksinasi meski memenuhi syarat hingga setengah tahun ke depan.
Menteri kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan bulan ini bahwa ketika ekonomi dibuka, warga Singapura harus "secara psikologis siap dengan angka kematian akibat COVID-19 yang mungkin akan meningkat."
Tiga perempat populasi Singapura telah menerima vaksin COVID-19 secara lengkap, dan negara itu berencana melonggarkan pembatasan pada September ketika tingkat vaksinasi mencapai 80 persen.
Baca juga: Penerima vaksin di Singapura sumbang 75 persen kasus COVID-19
Hingga 16 Agustus, 80 persen warga berusia 70 tahun ke atas telah divaksin penuh, begitu pula 88 persen warga berusia 60-69 tahun.
Singapura mencatat enam orang meninggal akibat COVID-19 dalam dua pekan terakhir dan tak satu pun dari mereka telah menjalani vaksinasi.
Hasil awal model matematika menunjukkan bahwa angka kematian di antara lansia berusia 60 ke atas diprediksi mencapai 480 orang pada 2022, kata Teo Yik Ying, dekan Sekolah Kesehatan Publik Saw See di NUS.
Negara-negara lain yang sempat berhasil mengatasi virus corona di awal pandemi seperti Australia juga tengah mengganti strategi mereka untuk menghadapi lebih banyak kematian dalam era di mana COVID-19 akan tetap ada.
Namun, sebagai salah satu negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia, Singapura mungkin akan menjadi negara pertama yang menunjukkan apa arti sebenarnya dari kondisi itu.
"Jika negara mulai bergerak menuju strategi COVID-19 yang endemik, harapannya akan ada lebih banyak kematian akibat penyakit itu, meskipun masih belum jelas berapa banyak dari kematian itu dianggap berlebih dan berapa banyak kematian itu terjadi terlepas dari (ada tidaknya) COVID-19," kata Teo.
Sumber: Reuters
Baca juga: Evakuasi di bandara Kabul berlanjut, Biden bela keputusannya
Baca juga: Gubernur bank sentral Afghanistan melarikan diri dari Kabul
Baca juga: Gubernur bank sentral Afghanistan melarikan diri dari Kabul
Singapura bersiap jalani hidup dan mati bersama virus corona
17 Agustus 2021 16:39 WIB
Singapura. ANTARA/Maria Cicilia Galuh.
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: