200 Wisatawan Eropa Kunjungi Gunung Anak Krakatau
13 November 2010 03:39 WIB
Semburan material vulkanik tampak keluar dari lava Gunung Anak Krakatau yang terlihat dari Pantai Anyer, Kabupaten Serang, Banten, Sabtu (6/11). (ANTARA/Asep Fathulrahman)
Anyer (ANTARA News) - Sebanyak 200 wisatawan mancanegara asal Eropa berwisata bahari ke Gunung Anak Krakatau (GAK) Selat Sunda, mereka melihat secara langsung letusan dan asap kelabu kehitam-hitaman dari jarak lima kilometer dari lokasi.
"Dua hari lalu, sebanyak 200 wisatawan melakukan wisata secara beramai-ramai mendatangi GAK," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, Egy Djanusiwati, Jumat.
Dia menjelaskan, fenomena letusan GAK yang berstatus `waspada` atau level II tidak menyurutkan keinginan wisatawan yang hendak berlibur dan melancong ke Anyer, Carita. "Ini bukti bahwa dunia pariwisata Banten tidak mati, justru sebaliknya membawa dampak positif bagi Banten dengan adanya GAK," katanya menambahkan.
Namun diakui oleh dia, dengan kondisi GAK saat ini, ada sejumlah tamu asing dan domestik yang urung dan membatalkan kunjungan mereka berwisata di Anyer dan Carita. "Yah beberapa waktu lalu karena adanya informasi dari salah satu televisi swasta, bahwa akan ada tsunami di Anyer, sejumlah peserta Festifal Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari, dan tamu hotel pulang dan membatalkan wisata," katanya menambahkan.
Untuk mengangkat wisata Banten dan menggembalikan serta menarik wisatawan ke Banten, ia akan terus menggalakan promosi wisata Banten dengan menjual GAK.
"Sekarang sudah berlangsung kami menggalakan promosi wisata, walaupun secara geografis Gunung Krakatau berada di Provinsi Lampung," katanya menjelaskan.
Terpisah, Kepala Pusat Vulkanalogi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono menjelaskan, letusan GAK yang sudah terjadi pada tanggal 28 Oktober lalu, cukup indah dilihat dari jarak aman.
"Pemerintah daerah, memang seharusnya menjual letusan GAK sebagai wisata ke turis Eropa, seperti Belanda," katanya.
Keberadaan gunung berapi di Indonesia katanya, bagi warga Eropa merupakan hal yang unik dan langka.
"Di Eropa kan tidak ada gunung berapi, dan bagi mereka gunung seperti itu jika dilihat suatu pemandangan yang indah, sepanjang tidak mendekat pada radius dua kilometer," katanya menjelaskan. (ANT/K004)
"Dua hari lalu, sebanyak 200 wisatawan melakukan wisata secara beramai-ramai mendatangi GAK," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, Egy Djanusiwati, Jumat.
Dia menjelaskan, fenomena letusan GAK yang berstatus `waspada` atau level II tidak menyurutkan keinginan wisatawan yang hendak berlibur dan melancong ke Anyer, Carita. "Ini bukti bahwa dunia pariwisata Banten tidak mati, justru sebaliknya membawa dampak positif bagi Banten dengan adanya GAK," katanya menambahkan.
Namun diakui oleh dia, dengan kondisi GAK saat ini, ada sejumlah tamu asing dan domestik yang urung dan membatalkan kunjungan mereka berwisata di Anyer dan Carita. "Yah beberapa waktu lalu karena adanya informasi dari salah satu televisi swasta, bahwa akan ada tsunami di Anyer, sejumlah peserta Festifal Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari, dan tamu hotel pulang dan membatalkan wisata," katanya menambahkan.
Untuk mengangkat wisata Banten dan menggembalikan serta menarik wisatawan ke Banten, ia akan terus menggalakan promosi wisata Banten dengan menjual GAK.
"Sekarang sudah berlangsung kami menggalakan promosi wisata, walaupun secara geografis Gunung Krakatau berada di Provinsi Lampung," katanya menjelaskan.
Terpisah, Kepala Pusat Vulkanalogi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono menjelaskan, letusan GAK yang sudah terjadi pada tanggal 28 Oktober lalu, cukup indah dilihat dari jarak aman.
"Pemerintah daerah, memang seharusnya menjual letusan GAK sebagai wisata ke turis Eropa, seperti Belanda," katanya.
Keberadaan gunung berapi di Indonesia katanya, bagi warga Eropa merupakan hal yang unik dan langka.
"Di Eropa kan tidak ada gunung berapi, dan bagi mereka gunung seperti itu jika dilihat suatu pemandangan yang indah, sepanjang tidak mendekat pada radius dua kilometer," katanya menjelaskan. (ANT/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
Tags: