Jakarta (ANTARA News) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membentuk pos komando (posko) penyiaran bencana alam, untuk menjaga validasi dan akurasi data terkait penyiaran berita seputar bencana alam di tanah air.

Anggota KPI Pusat, Mochamad Riyanto, dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat, mengatakan, simpang siurnya pemberitaan dari lembaga penyiaran publik (LPP) ketika peliputan bencana alam harus menjadi perhatian serius.

"Untuk validasi dan akurasi data, KPI menggagas dibentuknya posko penyiaran bencana alam," katanya.

Pihaknya berharap dengan adanya posko itu maka proses peliputan, penyiaran, hingga rehabilitasi pascabencana bisa tertata dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.

Menurut Mochamad Riyanto, dari banyaknya bencana alam yang terjadi, informasi yang disampaikan beberapa media selalu berbeda.

Perbedaan yang kerap terjadi menyangkut jumlah korban, kerusakan, maupun hal yang diprediksi akan terjadi.

"Adanya posko pemberitaan ini menjadikan sumber informasi satu pintu, guna menjamin validasi. Harus diakui, berbedanya pemberitaan dari setiap media menjadikan beban psikologis tersendiri bagi masyarakat," katanya.

Riyanto menilai, sampai sejauh ini pemberitaan bencana banyak yang tidak berimbang. Meski demikian, diakuinya pemberitaan memang faktual karena tim peliput langsung terjun ke lokasi.

Namun demikian, bencana yang diliput di suatu tempat tentunya berbeda dengan lokasi lain.

"Cukup banyak juga berita yang sensasional dan cenderung melebih-melebihkan sehingga justru merugikan masyarakat. Posko ini diharapkan menjadikan LPP sebagai sumber informasi yang beradab," kata Riyanto yang juga Sekjen Ikatan Motor Indonesia (IMI) tersebut.

Untuk bencana Gunung Merapi, KPID Jateng telah membentuk posko tersebut di tiga daerah yakni Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Magelang.

Meski sudah terbentuk, namun selama ini beritanya belum di-"pool" sehingga pemberitaan tetap saja berbeda.

"Kami hanya memfasilitasi, masing-masing LPP yang melakukan pembahasan. Bila hal itu terwujud, informasi bencana diharap bisa lebih obyektif, valid, dan rasional," katanya.
(T.H016/M012/P003)