Bogor (ANTARA News) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sedang melakukan pemeriksaan terkait legalitas prosedur keluarnya terpidana kasus penerimaan suap terkait pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, Hamka Yandhu, dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba.

"Izin keluar tahanan itu boleh saja kalau alasannya jelas seperti kalau orang tua meninggal atau sakit. Tapi kalau cuti tahanan tanpa prosedur jelas tentu salah, dan harus diberikan sanksi," kata Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, usai berbicara dalam Workshop Jurnalis Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Bogor, Kamis malam.

Menurut Patrialis, pihaknya telah menurunkan Irjen untuk mengecek secara langsung terkait izin terpidana dalam kasus penerimaan suap berupa travellers cheque (TC) terkait pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004 tersebut.

Seandainya ada pelanggaran, ia menegaskan akan menjatuhkan sanksi pada petugas yang terbukti lalai.

"Kalau kita jelas aturan mainnya karena sangat rinci. Tidak ada keistimewaan narapidana," ujar dia.

Ia mengakui bahwa sumber daya manusia (SDM) nya lah yang bermasalah. Namun, menurut dia, sistem hukumnya sendiri sudah berjalan dengan baik.

Sebelumnya, Patrialis pun mengatakan bahwa jumlah petugas Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan) di tanah air memang kurang. Ia menyebutkan saat ini Indonesia memiliki 201 Rutan dan 70 balai pemasyarakatan.

Kabar yang beredar menyebutkan bahwa Hamka Yandu berada di kampung halamannya untuk menghadiri 40 hari almarhum Ibunda. (V002/K004)