Seoul (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Indonesia harus memanfaatkan momentum perubahan konstelasi ekonomi dunia untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dan menjadi salah satu pemain penting dalam perekonomian global.

Hal tersebut disampaikan Presiden saat perjalanan menuju Seoul, Korea Selatan, Kamis petang.

"Dunia telah berubah dan akan berubah. Dominasi ekonomi negara barat tidak lagi terus bertahan. Tapi muncul kutub-kutub baru, kekuatan baru yang bisa disebut dengan emerging nation atau emerging country, emerging economy," kata Presiden.

Oleh karena itu, Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum tersebut untuk mendorong perekonomian nasional sekaligus meningkatkan peran di tingkat global.

"Kita sadar bahwa sama sekali perekonomian kita tidak boleh disandarkan pada Amerika atau Eropa barat. Justru yang menjadi pilar dalam menyangga perekonomian global, yang mengalami krisis dua tahun lalu itu adalah Asia dan beberapa emerging economies," katanya.

Presiden kemudian menjelaskan bahwa krisis perekonomian yang terjadi dua tahun lalu disebabkan oleh sejumlah hal.

"Beberapa fundamental sebab-sebab yang prinsip pertama perekonomian global tidak seimbang, inbalances global economy dan growth yang kedua. Terkait dengan iu pertumbuhan yang diharapkan sekarang dan ke depan maka perekonomian harus kuat," kata Presiden.

Penyebab lain yang turut menyumbang potensi terjadinya krisis ekonomi global, kata Presiden adalah lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank dan regional development bank dianggap belum efektif dan tidak responsif serta tidak bisa menjadi satu pengaman.

Pada bagian lain penjelasannya, Presiden Yudhoyono mengatakan, keberadaan G-20 membantu terjadinya pemulihan ekonomi walaupun dalam kadar tertentu.

"Economic recovery yang sedang terjadi ini ada achievement, berlebihan kalau tidak ada achievement. Berlebihan kalau G-20 dianggap tidak ada efektivitasnya, kita harus fair," kata Kepala Negara.


Kekhawatiran perang kurs

Presiden Yudhoyono mengatakan, walaupun pertemuan G-20 di Seoul berlangsung dibawah bayang-bayang isu perang kurs antara Amerika Serikat dengan China, namun ia optimistis bahwa setiap negara memiliki pandangan konstrukitif dalam pertemua G-20 kali ini.

"Kita harus menjaga kebersamaan. Oleh karena itu, ketika ada kekhawatiran forum sore hari ini, meskipun saya belum bisa hadir dan besok satu hari (bisa-red) akan menjadi ajang perang currency, mudah-mudahan itu tidak terjadi karena pada tingkat leaders seharusnya paham. Currency penting, fair play juga penting, balance penting," katanya.(*)
(T.P008/M012/R009)