Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan pemerintah perlu mengembangkan industri bernilai tambah, terutama di sektor industri pengolahan dan manufaktur untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi, bukan saja untuk memacu kinerja neraca perdagangan, tetapi juga untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.

“Sangat penting untuk meningkatkan kinerja industri kita untuk mendukung pemulihan ekonomi, terutama pada sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan positif. Namun pengembangan industri bernilai tambah juga akan sangat dekat dengan adanya peningkatan nilai impor karena tidak semua bahan baku tersedia di Tanah Air, terutama untuk sektor industri pengolahan dan manufaktur,” kata Pingkan lewat keterangannya diterima di Jakarta, Senin.

Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur dari IHS Markit menunjukkan telah terjadi penurunan posisi Indonesia pada bulan Mei 2021 (55,3 persen) ke Juli 2021 (40,1 persen). Angka itu bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan data Juli 2020 (46,9 persen) dan menggambarkan bahwa gelombang kedua COVID-19 di Indonesia berperan serta menghambat produksi dan permintaan sektor manufaktur.

Pingkan menambahkan isu neraca perdagangan, khususnya trade deficit, memang selalu menghantui Indonesia karena ada anggapan peningkatan nilai impor mengancam industri dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi. Padahal meningkatnya impor tidak selalu berarti buruk bagi perekonomian suatu negara.

Baca juga: Menilik strategi Presiden menjaga lompatan pemulihan sosial-ekonomi

Impor untuk meningkatkan nilai tambah produksi dalam negeri, akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, karena itu strategi Indonesia ke depan sebaiknya adalah untuk memastikan bahwa impor menghasilkan nilai tambah, melalui industri yang berkembang di Indonesia, termasuk industri pemasok produk antara (intermediate goods) untuk diolah lebih lanjut oleh industri manufaktur dalam maupun luar negeri.

Sementara itu Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M Arsjad Rasjid dalam acara Indonesia Policy Dialogue yang diselenggarakan oleh CIPS dan Australian National University (ANU) menyebut kesuksesan program vaksinasi COVID-19 dan penerapan protokol kesehatan sebagai kunci upaya memulihkan perekonomian nasional.

Ia mendorong sektor swasta untuk memprioritaskan kedua hal tersebut dalam kegiatan mereka. Ia juga meyakini swasta bisa dirangkul untuk menangani vaksinasi penguat (booster) setelah program vaksinasi pemerintah selesai.

“Kadin memahami adanya kesulitan dalam memasok vaksin dan kesulitan dalam rantai pasok vaksin saat ini. Jadi kepatuhan dunia usaha dalam mempertahankan protokol kesehatan tetap dibutuhkan untuk memastikan kegiatan ekonomi dapat tetap berjalan,” jelasnya.

Baca juga: Ketua DPR tegaskan sektor kesehatan kunci pemulihan ekonomi

Baca juga: Kadin pilih pengetatan prokes agar pemulihan ekonomi berlanjut