Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan penerimaan pajak pada 2022 mendatang akan dipengaruhi oleh penanggulangan COVID-19.

“Karena kalau pandemi masih ada, masih banyak, vaksinasinya belum maksimal, masih belum tercapai herd immunity, ekonomi belum bergerak, otomatis susah menggali penerimaan dari pajak,” kata Faisal kepada Antara di Jakarta, Senin.

Untuk ini, pemerintah harus melakukan intervensi melalui belanja negara dengan mempercepat program pengentasan COVID-19, seperti vaksinasi. Kalau tidak, ia khawatir COVID-19 akan kembali mengganggu perekonomian nasional hingga menghambat penerimaan negara melalui pajak.

Dalam RUU APBN 2022 yang dibacakan oleh Presiden Jokowi, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan pada 2022 sebesar Rp1.506,9 triliun atau naik dibandingkan target dalam APBN 2021 yang sebesar Rp1.444,5 triliun.

Meskipun ditargetkan naik, Faisal menyarankan pemerintah untuk tidak menarik pajak dengan cara mendesak atau mengintimidasi pelaku usaha, terutama yang masih belum pulih dari dampak COVID-19.

“Jadi tetap harus ada aspek keadilan, ditarik bukan pada pelaku usaha menengah ke bawah, tapi lebih mendorong penerimaan pajak progresif dari golongan menengah atas yang daya belinya kuat, bahkan justru semakin menguat dengan pandemi,” imbuh Faisal.

Di samping itu, target penerimaan pajak perlu juga dibagi berdasarkan sektor. Untuk sektor yang masih bertumbuh di tengah pandemi, seperti kesehatan, informasi, dan telekomunikasi, pemerintah bisa menargetkan pertumbuhan penerimaan pajak lebih tinggi dibandingkan sektor yang masih terpuruk seperti pariwisata dan transportasi.

“Jadi harus ada perbedaan sektor supaya target penerimaan pajak tidak justru menjadi backfired terhadap proses pemulihan ekonomi,” ucapnya.

Ia mendukung target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang meningkat dibandingkan tahun 2021 tersebut. Menurutnya, peningkatan penerimaan perpajakan diperlukan untuk memenuhi target defisit yang sebesar 4,85 persen pada 2022 atau lebih sempit dari target tahun 2021 yang sebesar 5,70 persen

“Terkait dengan defisit saya sepakat memang mesti on track menuju target defisit paling tinggi 3 persen pada 2023. Jadi di 2022 harus lebih sempit defisitnya,” ucapnya.

Baca juga: Sri Mulyani proyeksikan pendapatan negara 2021 capai Rp1.760,7 triliun
Baca juga: INDEF : Penerimaan pajak loyo jauh sebelum pandemi
Baca juga: Kemenkeu: Penerimaan pajak semester I 2021 naik 4,9 persen