BNI cetak laba bersih naik 12,8 persen, capai Rp5 triliun semester I
16 Agustus 2021 12:14 WIB
(Kiri-Kanan) Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar, Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati, Direktur Bisnis UMKM BNI Muhammad Iqbal, dan Direktur IT dan Operasi BNI Y.B. Hariantono berbincang-bincang di sela penyelenggaraan jumpa pers Paparan Kinerja BNI Semester I 2021 di Jakarta, Senin. ANTARA/HO-BNI.
Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencetak laba bersih Rp5 triliun sepanjang semester I 2021 atau tumbuh 12,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp4,45 triliun.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakanlaba tersebut merupakan buah dari perseroan yang terus memperkuat fundamental bisnisnya melalui BNI Corporate Transformation yang mulai menunjukkan hasil positif sebagai modal dalam menghadapi tantangan dan persaingan pada industri keuangan.
"Perseroan menghasilkan Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) yang terus tumbuh dalam lima kuartal terakhir, di mana pada semester satu 2021 mencapai puncaknya dengan pertumbuhan 24,4 persen secara year on year atau sebesar Rp16,1 triliun," ujar Royke saat jumpa pers secara virtual di Jakarta, Senin.
PPOP tersebut ditopang oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 18,2 persen (yoy) atau mencapai Rp19,3 triliun. Hal itu merupakan dampak dari pertumbuhan kredit sebesar 4,5 persen secara tahunan, sehingga total kredit BNI mencapai Rp569,7 triliun pada Juni 2021.
PPOP juga didukung oleh pertumbuhan pendapatan nonbunga sebesar 19,2 persen (yoy) atau Rp6,8 triliun, yang dihasilkan dari fee based income baik dari pengelolaan rekening dan kartu debit, ATM dan kanal layanan elektronik, trade finance, serta marketable securities.
Royke menyampaikan laba bersih meningkat menyusul pencadangan yang terus diperkuat menjadi 215,3 persen sebagai antisipasi dalam menghadapi potensi risiko kredit ke depan.
Emiten berkode saham BBNI itu mencatatkan penyaluran kredit yang sehat dengan didominasi oleh sektor-sektor usaha prospektif dengan risiko rendah, baik pada segmen business banking maupun consumer banking.
Baca juga: BNI nilai digitalisasi perbankan dorong kinerja selama pandemi
Kredit pada segmen business banking mencapai Rp475,6 triliun atau tumbuh 3,5 persen (yoy). Pertumbuhan tertinggi di segmen small business sebesar 20,6 persen (yoy) dengan baki debet mencapai Rp 91 triliun, diikuti corporate private sebesar 7,9 persen (yoy) dengan baki debet Rp 179,1 triliun.
Adapun kredit consumer banking tumbuh sebesar 10,4 persen secara tahunan atau mencapai Rp92,8 triliun. Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang berbasis payroll tumbuh 19,6 persen (yoy) atau sebesar Rp32,7 triliun dan disusul kredit pemilikan rumah tumbuh 6,3 persen (yoy) atau Rp47,6 triliun.
"Pertumbuhan kredit consumer juga dapat mengindikasikan mulai bergairahnya konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan PDB nasional," kata Royke.
Royke juga memaparkan pendapatan jasa yang bersumber dari surat berharga tumbuh 115,4 persen (yoy) mencapai Rp1 triliun dan pendapatan jasa yang bersumber dari layanan trade finance tumbuh 20,4 persen (yoy), mencapai Rp 732 miliar.
Selain itu Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh 4,5 persen (yoy) atau sebesar Rp646,6 triliun. Rasio CASA pada Juni 2021 mencapai 69,6 persen atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir ini, yaitu sebesar Rp450,1 triliun atau tumbuh 11,5 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan DPK tersebut menjadi penyangga pertumbuhan aset sebesar 5 persen (yoy) atau mencapai Rp875,1 triliun.
"Pertumbuhan aset yang didominasi oleh dana murah ini merupakan salah satu pencapaian transformasi digital yang gencar dilakukan perseroan dan telah mulai menunjukkan hasil. Dimana 70 persen dari CASA yang dihimpun merupakan kontribusi dari kinerja BNI Direct dan BNI Mobile Banking, dua dari tiga produk champion BNI dalam digitalisasi layanan perbankan," ujar Royke.
Baca juga: BNI lakukan konsolidasi dan transformasi tangkap potensi bisnis 2021
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakanlaba tersebut merupakan buah dari perseroan yang terus memperkuat fundamental bisnisnya melalui BNI Corporate Transformation yang mulai menunjukkan hasil positif sebagai modal dalam menghadapi tantangan dan persaingan pada industri keuangan.
"Perseroan menghasilkan Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) yang terus tumbuh dalam lima kuartal terakhir, di mana pada semester satu 2021 mencapai puncaknya dengan pertumbuhan 24,4 persen secara year on year atau sebesar Rp16,1 triliun," ujar Royke saat jumpa pers secara virtual di Jakarta, Senin.
PPOP tersebut ditopang oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 18,2 persen (yoy) atau mencapai Rp19,3 triliun. Hal itu merupakan dampak dari pertumbuhan kredit sebesar 4,5 persen secara tahunan, sehingga total kredit BNI mencapai Rp569,7 triliun pada Juni 2021.
PPOP juga didukung oleh pertumbuhan pendapatan nonbunga sebesar 19,2 persen (yoy) atau Rp6,8 triliun, yang dihasilkan dari fee based income baik dari pengelolaan rekening dan kartu debit, ATM dan kanal layanan elektronik, trade finance, serta marketable securities.
Royke menyampaikan laba bersih meningkat menyusul pencadangan yang terus diperkuat menjadi 215,3 persen sebagai antisipasi dalam menghadapi potensi risiko kredit ke depan.
Emiten berkode saham BBNI itu mencatatkan penyaluran kredit yang sehat dengan didominasi oleh sektor-sektor usaha prospektif dengan risiko rendah, baik pada segmen business banking maupun consumer banking.
Baca juga: BNI nilai digitalisasi perbankan dorong kinerja selama pandemi
Kredit pada segmen business banking mencapai Rp475,6 triliun atau tumbuh 3,5 persen (yoy). Pertumbuhan tertinggi di segmen small business sebesar 20,6 persen (yoy) dengan baki debet mencapai Rp 91 triliun, diikuti corporate private sebesar 7,9 persen (yoy) dengan baki debet Rp 179,1 triliun.
Adapun kredit consumer banking tumbuh sebesar 10,4 persen secara tahunan atau mencapai Rp92,8 triliun. Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang berbasis payroll tumbuh 19,6 persen (yoy) atau sebesar Rp32,7 triliun dan disusul kredit pemilikan rumah tumbuh 6,3 persen (yoy) atau Rp47,6 triliun.
"Pertumbuhan kredit consumer juga dapat mengindikasikan mulai bergairahnya konsumsi masyarakat yang menopang pertumbuhan PDB nasional," kata Royke.
Royke juga memaparkan pendapatan jasa yang bersumber dari surat berharga tumbuh 115,4 persen (yoy) mencapai Rp1 triliun dan pendapatan jasa yang bersumber dari layanan trade finance tumbuh 20,4 persen (yoy), mencapai Rp 732 miliar.
Selain itu Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh 4,5 persen (yoy) atau sebesar Rp646,6 triliun. Rasio CASA pada Juni 2021 mencapai 69,6 persen atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir ini, yaitu sebesar Rp450,1 triliun atau tumbuh 11,5 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan DPK tersebut menjadi penyangga pertumbuhan aset sebesar 5 persen (yoy) atau mencapai Rp875,1 triliun.
"Pertumbuhan aset yang didominasi oleh dana murah ini merupakan salah satu pencapaian transformasi digital yang gencar dilakukan perseroan dan telah mulai menunjukkan hasil. Dimana 70 persen dari CASA yang dihimpun merupakan kontribusi dari kinerja BNI Direct dan BNI Mobile Banking, dua dari tiga produk champion BNI dalam digitalisasi layanan perbankan," ujar Royke.
Baca juga: BNI lakukan konsolidasi dan transformasi tangkap potensi bisnis 2021
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: