Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan DPD RI mendukung adanya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi Indonesia.

LaNyalla saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin, mengatakan bahwa tatanan baru perlu dijawab dengan kesiapan bangsa secara fundamental.

Dengan menentukan arah kemandirian dan kedaulatan bangsa, menurut dia, sebagai bagian kesiapan menyongsong perubahan global dan tata dunia baru. Apalagi, ada ancaman bencana di depan mata, yaitu perubahan iklim global.

"Maka, sangat penting bagi kita sebagai bangsa yang besar dan tangguh memiliki arah kebijakan yang kita sepakati bersama, antara eksekutif dan legislatif. Oleh karena itu, DPD RI mendukung adanya Pokok-Pokok Haluan Negara dalam konstitusi kita," katanya.

Melalui PPHN, menurut LaNyalla, bangsa harus mampu merumuskan kedaulatan energi, kemandirian pangan, ketahanan sektor kesehatan, sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan bangsa yang besar ini, termasuk kesejahteraan dan kemakmuran daerah di seluruh Indonesia.

"Kita harus memastikan energi baru terbarukan menjadi prioritas, termasuk keberanian kita sebagai bangsa besar untuk memanfaatkan nuklir sebagai pembangkit energi yang relatif lebih murah, kemandirian pangan mutlak harus menjadi solusi yang harus kita wujudkan dengan bonus iklim negara tropis," ucapnya.

Begitu juga, kata dia, dengan sumber daya hutan, daratan, dan laut yang melimpah. Pasalnya, ancaman perang masa depan adalah perebutan sumber daya pangan dan air bersih.

Oleh karena itu, negara harus memastikan industri-industri hulu yang dahulu dibangun pada era Orde Lama dan Orde Baru tidak boleh dibiarkan mati hanya karena sudah tidak efisien lagi dibanding impor.

"Justru sebaliknya harus kita restorasi," kata LaNyalla.

KIrisis global yang dipicu pandemi COVID-19, kata dia, juga melahirkan peluang-peluang baru. Imajinasi-imajinasi baru dan pemikiran-pemikiran baru untuk membangun kehidupan baru yang dibayangkan bisa menghindari terjadinya krisis serupa pada masa depan.

Menurut dia, setiap krisis besar biasanya melahirkan revolusi pemikiran untuk menjawab perubahan. Bahkan, setiap negara yang memasuki transisi menuju era baru sering ditandai dengan perubahan konstitusi seperti dilakukan Indonesia pada tahun 1999 hingga 2002.

Ketika Indonesia menuju sistem politik yang diharapkan lebih demokratis. Hari ini, kata LaNyalla, 19 tahun sejak amendemen konstitusi dilakukan oleh bangsa ini.

"Sekarang kita pun menuju dan akan memasuki era baru pascapandemi COVID-19 yang diikuti dengan era disruptif di hampir semua lini," katanya.

Oleh karena itu, dunia dengan tatanan baru perlu dijawab dengan kesiapan secara fundamental.

Baca juga: Ketua DPD tak setuju pendapat yang sebut negara gagal tangani pandemi

Baca juga: MPR ajak masyarakat membangun kekuatan dukung kebijakan pemerintah