Jakarta (ANTARA) - Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta Puskesos-SLRT (Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu) di seluruh Tanah Air menjadi garda terdepan untuk membantu Kementerian Sosial memberikan gambaran dan analisa kemiskinan lebih lengkap.

“Saya meminta Puskesos-SLRT di seluruh pelosok tanah air menjadi garda depan yang membantu Kemensos untuk memberikan gambaran lebih lengkap. Saya minta mereka memberikan analisa lebih tajam, supaya strategi penanganan kemiskinan berjalan pada jalur yang lebih tepat,” kata Risma dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Untuk keperluan itu, Risma juga mengembangkan sinergi dengan berbagai perguruan tinggi untuk menyusun parameter lebih tajam. Kemensos mendorong peran Puskesos menjadi bagian dari layanan rujukan satu pintu di tingkat desa yang merupakan miniatur SLRT di tingkat Kab/Kota.

Kehadiran Puskesos diharapkan mendekatkan layanan SLRT dengan masyarakat pedesaan, sehingga warga tidak harus menempuh jarak jauh ke lokasi SLRT, sekaligus menjadi salah satu perwujudan Negara Hadir di tingkat desa, kata Risma.

Termasuk pada masa pandemi, Puskesos - SLRT berhasil menunjukkan peran sebagai bagian dari garda terdepan penanganan dampak COVID-19, mulai dari mensosialisasikan protokol kesehatan, mensosialisasikan berbagai bantuan sosial (bansos), membantu memvalidasi data penerima bansos, hingga menjadi posko aduan penanganan bansos.

Melalui mekanisme yang dibangun Puskesos - SLRT memungkinkan seluruh pemangku kepentingan saling terkoneksi dalam program perlindungan sosial yang mendorong terbangunnya keterpaduan baik terkait dengan data, informasi maupun layanannya.

Kedepan penanganan berbagai permasalahan masalah sosial tidak bisa ditangani oleh satu Kementerian/Lembaga (K/L) saja, melainkan harus berkolaborasi, gotong royong serta menjalin sinergitas, sehingga masalah bisa diatasi dan diakselerasi dengan komprehensif dan terpadu, kata dia.

Kementerian Sosial menerapkan paradigma baru dalam pengelolaan data kemiskinan. Bila selama ini bantuan sosial didasarkan pada ukuran-ukuran statistik, Risma menginstruksikan jajarannya untuk melihat kemiskinan secara lebih dalam dengan merekam profil penduduk miskin dari berbagai pendekatan.
Baca juga: Risma ajak bangsa gotong-royong dengan spririt kemerdekaan
Baca juga: Mensos garap konsep penanganan anak yatim korban pandemi COVID-19


Risma menilai, kemiskinan memiliki banyak dimensi. Reformasi dalam bidang penanganan kemiskinan perlu mempertimbangkan aspek-aspek budaya, sosial, selain aspek ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, Kemensos membutuhkan parameter baru agar strategi penanganan kemiskinan berjalan lebih efektif.

Menurut Mensos Risma, pemerintah perlu membedah lebih dalam, mengapa seseorang mengalami kemiskinan.

“Ada budaya yang hidup di tengah masyarakat kita dimana seseorang hanya bekerja 3 jam dalam sehari, mulai jam 07.00 sampai jam 10.00. Padahal secara normal, biasanya kita bekerja 8 jam sehari. Ya tentu saja dengan 2-3 jam bekerja, produktifitasnya tidak bisa diharapkan lebih tinggi,” kata Risma.

Risma menambahkan, kemiskinan bisa juga disebabkan oleh keterbatasan dalam penguasaan terhadap alat produksi. Misalnya, data kemiskinan menunjukkan seseorang merupakan petani, namun setelah didalami tidak memiliki sawah.

Pada nelayan, setelah ditelaah ternyata tidak memiliki perahu, atau memiliki perahu tapi sangat kecil sehingga tidak memungkinkan mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak.

Risma menilai, fakta-fakta seperti ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan menyalurkan bantuan sosial. Namun, harus dipikirkan dan mungkin saja bila diperlukan bisa diintervensi dengan pendekatan yang sesuai.

Misalnya perlu edukasi terhadap sistem budaya yang mentoleransi durasi bekerja 2-3 hari, untuk menambah waktu produktif. Demikian juga dengan nelayan, mungkin perlu dukungan alat produksi lebih besar.
Baca juga: Mensos Risma pastikan kualitas bansos beras buruk diganti baru