Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Austria sepakat untuk mendorong Pemerintah Myanmar mewujudkan janji demokrasi yang telah ditetapkannya sendiri.

"Tentang Myanmar, kami sepakat untuk dorong Myanmar untuk membangun demokrasi sendiri sebagaimana yang disampaikan Myanmar sendiri," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, seusai melakukan pertemuan dwipihak dengan Presiden Austria Heinz Fischer.

Kedua kepala negara membahas masalah Myanmar saat membahas mengenai isu-isu terbaru di kawasan.

Pemerintah Myanmar pada 7 November baru saja menggelar pemilihan umum pertamanya dalam 20 tahun terakhir ini.

Sementara itu, Presiden Fischer mengatakan bahwa ia menggunakan kesempatan itu untuk mendengarkan pandangan Indonesia selaku sesama negara ASEAN dan menjelaskan pandangannya.

Pemerintah junta militer Myanmar menetapkan pemilihan umum 7 November tersebut sebagai bagian dari peta jalan demokrasi yang telah ditetapkannya beberapa tahun lalu, dan diumumkannya di hadapan para koleganya di ASEAN.

Mulanya banyak pihak meragukan Myanmar akan mampu menepati jadwal yang telah ditentukannya sendiri itu, mengingat "demokrasi" seakan kata yang tabu di negeri itu dalam dua dasawarsa terakhir, tepatnya sejak junta militer menolak mengakui kemenangan besar partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi.

Namun akhirnya Myanmar menepati janjinya, mulai dari menentukan dewan nasional, menyusun konstitusi baru dan menggelar pemilihan umum di penghujung tahun ini.

Tetapi, pemilihan umum tersebut bukan tanpa cela. Sejumlah pihak mengkritik keras banyaknya keluhan intimidasi, konstitusi baru yang memberikan 25 persen jatah kursi parlemen kepada militer, pelarangan mantan tahanan politik turut serta, masih ditahannya Aung San Suu Kyi dan munculnya sejumlah partai kuat yang dibentuk para mantan jenderal dalam pemilihan umum tersebut.

Beberapa negara bahkan menduga pemilihan umum itu hanya kedok untuk melanggengkan pemerintahan militer dengan kedok pemerintahan sipil.

Dalam pemilihan umum pekan lalu itu, lebih dari 29 juta orang yang berhak untuk memilih, memadati sekitar 40.000 tempat pemungutan suara di seluruh penjuru negeri.(*)

G003*U002/A011