Paris (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh prihatin dengan keterbatasan dosen bergelar doktor di berbagai perguruan tinggi di Tanah Air.

"Kita memiliki keterbatasan pengajar berlatar belakang pendidikan doktor. Dari 270.000 dosen di Indonesia, yang berpendidikan doktor tidak sampai 10 persen," ungkap Mohammad Nuh dalam acara yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di sela-sela kehadirannya pada Sidang Menteri Pendidikan Dunia yang diselenggarakan Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pendidikan (OECD) di Paris, akhir pekan lalu.

Dalam bincang-bincang bertajuk "Menteri Pendidikan Indonesia Angkat Bicara" yang berlangsung di Balai Budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris itu hadir pula Dubes RI untuk Prancis Rezlan Ishar Jenie, Dubes RI untuk UNESCO Tresna Dermawan Kunaefi, Atase pendidikan KBRI Prancis Sudradjat, dan Ketua PPI Paris Laras A Pitayu.

Menurut Mendiknas, saat ini Indonesia membutuhkan banyak tenaga pengajar perguruan tinggi lulusan Program S3. Dalam upaya mengatasi masalah itu, Kementerian Pendidikan Nasional telah meningkatkan anggaran beasiswa. Khusus untuk tahun depan (2011) telah dianggarkan sebanyak Rp2,5 triliun untuk pemerataan pendidikan dan pemberian beasiswa.

Selain itu Kementerian Pendidikan Nasional juga mengupayakan sosialisasi penawaran beasiswa dari negara-negara sahabat. "China

menawarkan 10.000 beasiswa kepada negara - negara ASEAN. Kalau bicara negara ASEAN, Indonesia adalah yang paling besar. Kami sedang mengupayakan tingginya kuota beasiswa tersebut untuk Indonesia," kata Muhammad Nuh.

Beragam pertanyaan mengenai permasalahan pendidikan mengemuka pada forum yang dihadiri sekitar 50 pelajar dan mahasiswa serta masyarakat Indonesia di Paris itu.

Acara yang juga disimak oleh para pelajar di lebih dari 20 negara melalui Radio PPI Dunia tersebut dipandu oleh moderator Ade Kadarisman, salah seorang mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan S3 atas beasiswa Pendidikan Tinggi KementerianPendidikan Nasional.

Alex, mahasiswa dari Jepang melalui sesi interaktif Radio PPI Dunia bertanya mengenai nuansa komersialisasi pendidikan terkait dengan menjamurnya program "double degree" di universitas-universitas negeri di Indonesia. "Tidakkah itu akan menyebabkan kesenjangan sosial karena tidak semua lapisan pelajar bisa merasakannya?" kata Alex.

Terhadap pertanyaan itu Mohamad Nuh menampik program tersebut sebagai bentuk komersialisasi pendidikan, karena perguruan tinggi negeri tidak berhak menarik biaya kecuali untuk investasi pengembangan layanan mahasiswa.

"Program `double degree` terutama ditujukan untuk percepatan peningkatan kualitas mahasiswa. Di samping itu pertukaran ilmu dan nilai positif dapat diperoleh dengan lebih cepat melalui program tersebut," ujarnya.

Sementara itu Andrian, mahasiswa doktoral dari Paris mengemukakan keluhannya mengenai tidak adanya hubungan yang selaras antara pendidikan dan penelitian di Indonesia. "Padahal pendidikan tanpa penelitian adalah pendangkalan, sedangkan penelitian tanpa pendidikan adalah mubazir," kata Andrian.

Mendiknas dalam tanggapannya mengemukakan, kunci untuk mengatasi masalah itu adalah penyelarasan koordinasi di level institusi, khususnya Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Pendidikan Nasional.

"Dengan demikian penelitian kita tidak jalan di tempat dan para pendidik mampu melihat serta menyelesaikan masalah dengan lebih

jeli," katanya dan menambahkan bahwa para pendidik juga harus berjiwa peneliti agar mereka mampu membangkitkan keingintahuan intelektual di dalam diri anak-anak didiknya.
(A025/Z002)