Yogyakarta (ANTARA News) - Puluhan orang dari Paguyuban Tri Tunggal mengikuti ritual "ruwat tolak bala mahesa lawung sesaji Raja Sonya", di Tugu Yogyakarta, Senin malam.

"Ritual itu ditujukan untuk meruwat Gunung Merapi dan sungai-sungai yang terhubung dengan gunung tersebut, agar tidak terjadi bencana alam lagi. Itulah harapan dari digelarnya ritual ini," kata Pimpinan Paguyuban Tri Tunggal R Sapto Raharjo.

Menurut dia, ritual berdasarkan tradisi kebudayaan Jawa tersebut ditandai penyembelihan kerbau dengan upacara sakral tarian srimpi dan gending mahesa lawung.

"Selanjutnya, dilakukan penanaman kepala kerbau, kaki, dan ekor, sembilan ayam jantan wiring kuning, dan 99 boneka dari bahan singkong `gethuk lindri` di Balai Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," katanya.

Ia mengatakan, hal itu dimaksudkan untuk menenteramkan Gunung Merapi beserta dampaknya, dan sebagai tanda menyambut peradaban baru keistimewaan Yogyakarta.

"Letusan Gunung Merapi telah menimbulkan kekhawatiran, kepanikan, dan ketakutan masyarakat di DIY dan Jawa Tengah. Aktivitas vulkanik Merapi sangat sulit diprediksi secara alamiah maupun logika ilmiah," katanya.

Menurut dia, masyarakat yang merasa terancam dengan aktivitas vulkanik itu perlu diberi media terapi psikologis yang memberikan semangat agar tidak terjadi disorientasi.

"Atas dasar itu, kami menyelenggarakan upacara tolak bala sesuai dengan tradisi kebudayaan Jawa guna memberikan keseimbangan dan semangat kepada masyarakat, baik yang sedang berada di tempat pengungsi, di rumah maupun di perjalanan," katanya.
(B015*V001/M008)