Ekonom minta testing dan tracing COVID-19 diperluas
13 Agustus 2021 18:31 WIB
Tangkapan Layar Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (26/07/2021). (ANTARA/Agatha Olivia)
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov meminta pemerintah berfokus memperluas testing dan tracing COVID-19 agar perekonomian dapat segera pulih.
“Kita sangat dipengaruhi oleh keberhasilan menangani pandemi COVID-19. Jadi geliat ekonomi kita, masyarakat dan dunia usaha, sangat ditentukan jika terjadi perbaikan dalam penanganan COVID-19,” kata Abra kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Sampai akhir Juli 2021, realisasi anggaran pemerintah untuk testing dan tracing baru mencapai Rp1 triliun atau 24,7 persen dari target sepanjang 2021 yang sebesar Rp4 triliun.
Baca juga: Anggota DPR: Vaksinasi COVID-19 kunci pemulihan ekonomi
Dengan dana itu, pemerintah telah menggratiskan testing COVID-19 di puskesmas. Namun menurut Abra prosesnya mesti dipercepat karena masyarakat masih mengeluh lantaran mesti mengantre dan menunggu lama hasil dari testing COVID-19 di puskesmas.
Di samping itu, masyarakat juga menilai harga testing COVID-19 di luar puskesmas terlalu mahal.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengklaim harga testing COVID-19 tidak mahal. Namun, menurut Abra, pemerintah mesti transparan menginformasikan kepada publik berapa keuntungan yang didapat pengusaha dari menjual alat testing COVID-19.
“Supaya masyarakat bisa menilai bahwa selama ini marjim keuntungan yang dinikmati dunia usaha dalam hal pengadaan testing tadi berapa persen. Jangan sampai di tengah kondisi sulit ini margin keuntungan terlalu besar,” ucapnya.
Baca juga: Luhut klaim pemerintah terus tingkatkan testing COVID-19
Di samping itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga bisa mengawasi apabila pengadaan testing mengarah kepada praktik yang tidak sehat.
“Dari situ diharapkan akan muncul solusi atau perbaikan biaya testing untuk masyarakat,” ucapnya.
“Kita sangat dipengaruhi oleh keberhasilan menangani pandemi COVID-19. Jadi geliat ekonomi kita, masyarakat dan dunia usaha, sangat ditentukan jika terjadi perbaikan dalam penanganan COVID-19,” kata Abra kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Sampai akhir Juli 2021, realisasi anggaran pemerintah untuk testing dan tracing baru mencapai Rp1 triliun atau 24,7 persen dari target sepanjang 2021 yang sebesar Rp4 triliun.
Baca juga: Anggota DPR: Vaksinasi COVID-19 kunci pemulihan ekonomi
Dengan dana itu, pemerintah telah menggratiskan testing COVID-19 di puskesmas. Namun menurut Abra prosesnya mesti dipercepat karena masyarakat masih mengeluh lantaran mesti mengantre dan menunggu lama hasil dari testing COVID-19 di puskesmas.
Di samping itu, masyarakat juga menilai harga testing COVID-19 di luar puskesmas terlalu mahal.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengklaim harga testing COVID-19 tidak mahal. Namun, menurut Abra, pemerintah mesti transparan menginformasikan kepada publik berapa keuntungan yang didapat pengusaha dari menjual alat testing COVID-19.
“Supaya masyarakat bisa menilai bahwa selama ini marjim keuntungan yang dinikmati dunia usaha dalam hal pengadaan testing tadi berapa persen. Jangan sampai di tengah kondisi sulit ini margin keuntungan terlalu besar,” ucapnya.
Baca juga: Luhut klaim pemerintah terus tingkatkan testing COVID-19
Di samping itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga bisa mengawasi apabila pengadaan testing mengarah kepada praktik yang tidak sehat.
“Dari situ diharapkan akan muncul solusi atau perbaikan biaya testing untuk masyarakat,” ucapnya.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: