Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabottiggi menyatakan bahwa mantan presiden Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.

"Soeharto telah menghianati dan mencampakkan cita-cita proklamasi, tidak sepantasnya untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Pahlawan nasional adalah orang yang mampu menghayati dan melaksanakan amanat cita-cita proklamasi," kata Pabottingi dalam diskusi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, selama 32 tahun kepemimpinannya, Soeharto memupuk kekuasaan. "Soeharto dalam 32 tahun memupuk kekuasaaan irasional, memupuskan semua calon pemimpin alternatif," katanya.

Ia menyatakan, selama 32 tahun pemerintahannya, Soeharto gagal membentuk bangsa Indonesia.

"Soeharto bahkan tidak mengenal apa itu bangsa, yang terdiri atas beragam kelompok, suku bangsa, yang dia tahu adalah ABRI, angkatan bersenjata dan bagaimana cara berkuasa," katanya.

Sementara itu, ia juga mengkritik usulan pemberian gelar pahlawan nasional melalui birokrasi dalam hal ini Kementerian Sosial. Menurut dia, seharusnya dibentuk komite untuk memilih pahlawan dari individu-individu yang benar-benar memahami perjuangan Indonesia serta juga memiliki kecintaan terhadap Indonesia.

"Orang-orang yang memiliki pengetahuan, menghayati cita-cita kemerdekaan, dan berkomitmen terhadap bangsa dan negara Indonesia," katanya.

Ia menyatakan, pemberian gelar pahlawan nasional harusnya memiliki rasionalitas. Selain itu juga sejarah perjuangan yang jelas dalam mebentuk bangsa Indonesia.

"Bukan hanya golongan, tapi memamahi kebangsaan," katanya.

Kementerian Sosial mengusulkan 10 nama tokoh yang telah diseleksi untuk memperoleh gelar pahlawan nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa.

Ke-10 nama tersebut adalah mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dari Jawa Barat, Habib Sayid Al Jufrie dari Sulawesi Tengah, mantan Presiden HM Soeharto dari Jawa Tengah, mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur.

Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.

(M041/S018/S026)