Jakarta (ANTARA) - Kata "kolaborasi" sepertinya tengah menjadi tren di masa pandemi seperti saat ini yang memang mengharuskan segala sesuatunya dikerjakan bersama-sama.
"Kolaborasi" dipopulerkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat awal kampanye Pilkada DKI Jakarta. Dalam Bahasa Indonesia "kolaborasi" berarti kerja sama dengan tidak mempedulikan kawan atau lawan, semua bisa diajak kerja sama.
Tidak hanya pelaksanaan vaksinasi tetapi juga bantuan sosial, pengadaan oksigen, ruang isolasi terpadu semua dilaksanakan melalui kolaborasi. Termasuk dalam hal ini upaya memulihkan ekonomi.
Seperti diketahui di tengah-tengah pembatasan ekonomi, properti merupakan sektor yang paling terdampak. Mungkin hanya hunian yang mampu bangkit, namun perkantoran, ruang usaha, mall, hotel semuanya terpuruk.
Namun dengan berbagai keterbatasan beberapa pelaku di industri properti melakukan inovasi sehingga masih mampu bertahan sampai saat ini. Berbagai pembatasan selama PPKM tidak membuat sektor ini patah arang, berbagai terobosan juga terus dilakukan.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) DKI Jakarta, Arvin Fibrianto Iskandar mengakui beratnya kondisi yang dihadapi selama pandemi. Namun sebagai sektor usaha harus tetap mampu bertahan.
Belajar dari pengalaman krisis demi krisis terdahulu yang dialami Indonesia, maka pelaku industri realestat harus inovatif seraya menyesuaikan dengan terobosan-terobosan stimulus pengambil kebijakan akibat dampak negatif dari pandemi COVID-19.
Dengan kondisi seperti sekarang ini penting melakukan percepatan, sinkronisasi, percepatan, dan konsistensi dari kalangan perbankan dan pihak terkait agar mampu menggairahkan pasar.
Arvin mengakui permintaan pasar saat ini belum membaik. Walaupun data yang dirilis Badan Pusat Statistik baru-baru ini memperlihatkan tren membaik, tetapi banyak pengembang khususnya yang bergerak dalam pembangunan apartemen, perkantoran, mal dan hotel masih cukup berat.
Arvin berharap pihak terkait khususnya di bidang perbankan mengetahui secara persis kesulitan yang dihadapi pengembang saat ini.
Pengusaha properti minta kebijakan selektif perbankan dalam memberikan kredit. Di lapangan laporan pembatalan pengajuan KPR dan KPA masih sangat tinggi.
"Mari kita bersama-sama mencari solusi sehingga industri realestat bisa kembali normal dan bertumbuh,” katanya.
Pengembang sudah melakukan berbagai strategi agar efisien dan menjaga untuk bertahan agar arus kas (cashflow) perusahaan tidak terus terpuruk.
Terkait hal itu, Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) sudah mengusulkan beberapa kebijakan antara lain fleksibilitas kredit dalam artian persetujuan kredit pemilikan rumah/ apartemen (KPR/KPA) dapat dipercepat.
Lantas meminimalkan pembatalan konsumen, restrukturisasi modal kerja dan pinjaman proyek, termasuk penjadwalan kembali pembayaran kewajiban.
Sebagian besar pengembang masih optimis tahun 2021 menjadi waktu untuk membeli produk properti. Hal ini karena banyaknya kemudahan dan keringanan yang diberikan pengembang maupun pemerintah.
Alasannya nilai dari produk properti selalu mengalami kenaikan setiap tahun sehingga bisa menjadi pendorong ekonomi.
Baca juga: BTN dukung usulan pengembang agar relaksasi PPN diperpanjang
Pemangku kepentingan
Terkait kesulitan yang dihadapi pengembang properti memang perlu dibuat kebijakan yang cocok atau pas melibatkan pemangku kepentingan termasuk di dalam pemerintah.
Sebagai contoh untuk membangun apartemen atau perkantoran di tengah kondisi saat ini, pengembang tidak mungkin sendirian. Minimal di belakang pembangunan harus ada perbankan yang siap untuk mendukung pembiayaan termasuk penyediaan kredit pemilikan rumah/ apartemen.
Soal pelibatan banyak pihak ini juga diutarakan Direktur Eksekutif Departemen Pengendalian Kualitas Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Eddy Manindo Harahap yang menyebutkan telah menerbitkan peraturan untuk memberi stimulus COVID-19 termasuk melakukan sinkronisasi terhadap kebijakan dan peraturan yang tengah berjalan.
Kebijakan relaksasi menurutnya dimaksudkan agar bank dapat membantu debitur pada sektor yang terdampak dan bank segera melakukan restrukturisasi untuk debitur yang berkinerja baik namun terdampak, termasuk debitur pengembang.
OJK juga meminta perbankan tidak ragu membantu debitur terdampak yang memang membutuhkan dana segar untuk menjalankan bisnisnya
Menurut Eddy, terdapat beberapa kebijakan terhadap debitur yang terkena dampak COVID-19 diantaranya bahwa bank dapat memberikan kredit yang baru kepada debitur terdampak COVID-19 dan penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya.
Namun perbankan dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi kredit dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Selama pandemi COVID-19 tercatat 101 bank telah melakukan restrukturisasi kredit terhadap 5,16 juta debitur dengan total "outstanding" sebesar Rp772 triliun.
Hal serupa juga disampaikan Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Kurniawan Agung Wijayanto. Dia menjelaskan kondisi industri realestat sampai dengan Juli 2021 jauh lebih baik dari tahun lalu.
Hasil riset BI terbaru menggambarkan bahwa hampir semua segmen angka pertumbuhannya positif.
Pertumbuhan KPR meningkat seiring stimulus kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, BI dan otoritas terkait. Walaupun kembali kontraksi akibat pemberlakuan PPKM namun seiring "demand" yang cukup kuat diperkirakan akan kembali menguat.
Baca juga: REI DKI Jakarta santuni seribu anak yatim dan dhuafa
Antisipasi
Bagi Executive Vice President Consumers Loan Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ignatius Susatyo Wijoyo, perbankan telah melakukan beberapa langkah antisipasi selama pandemi untuk menyesuaikan kebutuhan pasar.
Beberapa langkah antisipasi untuk meningkatkan penyaluran KPR/KPA diantaranya adalah suku bunga rendah satu digit, keringanan biaya-biaya KPR, pembiayaan KPR sampai 100 persen, dengan memberikan kemudahan dan persyaratan KPR/KPA calon debitur.
Terkait banyaknya pembatalan KPR/KPA yang dirasakan pengembang selama pandemi hal itu adalah karena sikap hati-hati perbankan. Dan hanya terjadi untuk beberapa sektor tertentu yang memang bisnisnya terdampak.
Diantaranya industri penerbangan dan turunannya, industri otomotif dan turunannya, hotel, restoran, kafe dan industri pariwisata.
Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Personal Lending Division (NSLD) Bank BTN, Suryanti Agustinar menyebutkan konsistensi menjadi kunci dalam menyalurkan pembiayaan properti, dengan risiko yang terukur dan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent),
Semua usulan stimulus dan fleksibilias yang diminta REI sudah dilakukan BTN. Sikap selektif yang dilakukan perbankan selama pandemi semata guna menghindari adanya "penumpang gelap" sehingga kepada debitur tetap harus dilakukan verifikasi
Selama pandemi, BTN tetap mengalami pertumbuhan pembiayaan baik dari hulu maupun hilir. BTN saat ini sudah bekerjasama dengan 7.000 hingga 8.000 pengembang yang bisa mendapatkan pinjaman, khususnya untuk mendukung penyediaan rumah.
Konsisten memberikan pembiayaan kredit pemilikan lahan sampai 75 persen, kredit konstruksi dan kredit investasi lainnya menjadi kunci dalam menjalin kolaborasi dengan pengembang.
Pembiayaan perbankan ini tidak hanya hulunya saja namun juga hilirnya dengan penyediaan kredit pemilikan rumah/apartemen.
Kolaborasi pengembang, perbankan dan pemerintah memang masih berlangsung hingga kini mulai dari bunga ringan, kemudahan perizinan, keringanan pajak, hingga proses kredit yang cepat serta terus didorong hingga sektor ini kembali pulih.
Patut diketahui properti menyumbang dua persen terhadap PDB mengingat di belakang sektor ini terdapat 175 industri ikutannya sehingga dapat dibayangkan apabila sektor ini sampai tumbang.
Kebijakan pemerintah yang memberikan kelonggaran terhadap sektor ini memang menjadi solusi untuk mendongkrak pemulihan ekonomi termasuk tentunya kolaborasi dengan berbagai pihak.
Baca juga: REI Lampung optimis relaksasi tingkatkan penjualan properti
Artikel
Kolaborasi kunci kebangkitan properti
Oleh Ganet Dirgantara
13 Agustus 2021 17:53 WIB
Masih banyak kios di dalam pusat perbelanjaan yang menutup dagangannya karena sepinya pengunjung. (ANTARA/Anisyah Rahmawati)
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021
Tags: