ICRP nilai hijrah sebagai upaya membangun peradaban kemanusiaan
13 Agustus 2021 15:05 WIB
Warga membawa obor berkeliling kota di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (5/11). Pawai obor itu dalam rangka merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1435 H. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/ed/Spt/pri.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Prof Dr Siti Musdah Mulia mengatakan hijrah harus dimaknai sebagai upaya membangun peradaban kemanusiaan dan meninggalkan kebiadaban.
“Hijrah itu harus dimaknai sebagai upaya meninggalkan kebiadaban menuju keberadaban yang lebih baik,” ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Prof Dr Siti Musdah Mulia dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat.
Hal ini disampaikan seiring dengan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443. Tahun baru Islam tersebut merupakan penanda peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah.
Baca juga: PB Al Washliyah: Jadikan momentum 1 Muharram untuk evaluasi diri
Ia mengatakan manusia merupakan makhluk terbaik yang diciptakan Allah SWT, sebagai khilafah di bumi. Sedangkan, prinsip hijrah adalah tentang membangun sebuah kehidupan yang berkeadaban yaitu kehidupan dengan ciri-ciri masyarakatnya menghargai sesama manusia.
"Jadi yang ingin kita petik dari makna hijrah ini adalah kemanusiaan. Bagaimana kita memperkuat rasa kemanusiaan kita di tengah kondisi pandemi COVID-19 seperti ini,” imbuhnya.
Menurut Musdah, rasa kemanusiaan ini bisa terbangun melalui empati, menolong antar sesama dan tidak membeda-bedakan ras, agama, maupun warna kulit. Bahkan dalam konteks Indonesia hal ini tertuang dalam Pancasila yakni sila ke-2, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
“Dengan kesadaran seperti itu, maka semangat kebersamaan kita dalam menghadapi problem kebangsaan ini bisa terbangun. Di era pandemi seperti ini kita harus mengedepankan kemanusiaan kita, kita membantu siapapun. Dalam kemanusiaan kita adalah satu,” ungkapnya.
Baca juga: Wapres: Indonesia harus hijrah dari ketergantungan produk impor
Bahkan dengan tegas aktivis perempuan kelahiran Bone 3 Maret 1958 ini mengkritisi sisi kemanusiaan yang baru-baru ini ditunjukkan oleh para aktor politik di ruang publik melalui baliho-baliho kampanye yang juga menuai kekecewaan masyarakat.
Menurutnya sangat tidak etis dilakukan saat banyak masyarakat berjuang untuk bertahan hidup di masa sulit saat ini sehingga ia menanggap hal tersebut bertentangan dengan kemanusiaan.
Terkait dengan banyaknya narasi kelompok radikal yang menentang peringatan tahun baru Islam 1 Muharram 1443H dengan dalih bid’ah, Musdah mengutarakan pendapatnya bahwasanya tidak selamanya bid’ah itu buruk sehingga sangat penting untuk dapat memahami secara positif makna lain peringatan tahun baru hijriah.
“Sejatinya peringatan 1 Muharram itu adalah upaya untuk mengangkat sejarah perjuangan Rasul Muhammad pada saat hijrah meninggalkan Mekah yang masih penuh dengan jahiliyah kepada kehidupan yang madaniyah, yang lebih baik dan berperikemanusiaan,” tuturnya.
Baca juga: Tahun Baru Hijriah momentum perkuat ikhtiar lawan pandemi
“Hijrah itu harus dimaknai sebagai upaya meninggalkan kebiadaban menuju keberadaban yang lebih baik,” ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Prof Dr Siti Musdah Mulia dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat.
Hal ini disampaikan seiring dengan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443. Tahun baru Islam tersebut merupakan penanda peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah.
Baca juga: PB Al Washliyah: Jadikan momentum 1 Muharram untuk evaluasi diri
Ia mengatakan manusia merupakan makhluk terbaik yang diciptakan Allah SWT, sebagai khilafah di bumi. Sedangkan, prinsip hijrah adalah tentang membangun sebuah kehidupan yang berkeadaban yaitu kehidupan dengan ciri-ciri masyarakatnya menghargai sesama manusia.
"Jadi yang ingin kita petik dari makna hijrah ini adalah kemanusiaan. Bagaimana kita memperkuat rasa kemanusiaan kita di tengah kondisi pandemi COVID-19 seperti ini,” imbuhnya.
Menurut Musdah, rasa kemanusiaan ini bisa terbangun melalui empati, menolong antar sesama dan tidak membeda-bedakan ras, agama, maupun warna kulit. Bahkan dalam konteks Indonesia hal ini tertuang dalam Pancasila yakni sila ke-2, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
“Dengan kesadaran seperti itu, maka semangat kebersamaan kita dalam menghadapi problem kebangsaan ini bisa terbangun. Di era pandemi seperti ini kita harus mengedepankan kemanusiaan kita, kita membantu siapapun. Dalam kemanusiaan kita adalah satu,” ungkapnya.
Baca juga: Wapres: Indonesia harus hijrah dari ketergantungan produk impor
Bahkan dengan tegas aktivis perempuan kelahiran Bone 3 Maret 1958 ini mengkritisi sisi kemanusiaan yang baru-baru ini ditunjukkan oleh para aktor politik di ruang publik melalui baliho-baliho kampanye yang juga menuai kekecewaan masyarakat.
Menurutnya sangat tidak etis dilakukan saat banyak masyarakat berjuang untuk bertahan hidup di masa sulit saat ini sehingga ia menanggap hal tersebut bertentangan dengan kemanusiaan.
Terkait dengan banyaknya narasi kelompok radikal yang menentang peringatan tahun baru Islam 1 Muharram 1443H dengan dalih bid’ah, Musdah mengutarakan pendapatnya bahwasanya tidak selamanya bid’ah itu buruk sehingga sangat penting untuk dapat memahami secara positif makna lain peringatan tahun baru hijriah.
“Sejatinya peringatan 1 Muharram itu adalah upaya untuk mengangkat sejarah perjuangan Rasul Muhammad pada saat hijrah meninggalkan Mekah yang masih penuh dengan jahiliyah kepada kehidupan yang madaniyah, yang lebih baik dan berperikemanusiaan,” tuturnya.
Baca juga: Tahun Baru Hijriah momentum perkuat ikhtiar lawan pandemi
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: