Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan pencapaian signifikan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Indonesia. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan jumlah pengguna PLTS atap meningkat lebih dari 1.000 persen dalam tiga tahun terakhir.

"Saat ini tercatat sekitar 4.000 pelanggan yang telah memasang PLTS atap. Jumlah ini sebetulnya meningkat lebih dari 1.000 persen dibandingkan dengan awal 2018 hanya 350 pelanggan yang memasang," kata Dadan di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan meski jumlah pengguna PLTS atap mengalami pertumbuhan signifikan, namun angka itu belum seberapa ketimbang potensi dan manfaat.

Baca juga: Pelaku industri makin minati penggunaan PLTS atap
Angka potensi PLTS atap mencapai 32.000 MegaWatt (MW), sedangkan yang baru termanfaatkan hanya 31 MW.

Dari sisi manfaat, PLTS atap dapat menekan emisi karbon dari pembangkit berbahan bakar batu bara dan mengurangi impor minyak untuk pembangkit listrik tenaga diesel.
Pemerintah mendorong pengembangan secara progresif untuk PLTS atap dan membuka peluang bisnis mengingat harga panel Surya yang makin ekonomis.

"International Renewable Energy Agency atau Irena mencatat bahwa penurunan biaya investasi PLTS lebih dari 80 persen dalam satu dekade terakhir," ujar Dadan.

Kementerian ESDM saat ini sedang melakukan revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 untuk memperluas pemanfaatan PLTS atap agar tidak hanya bagi pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN), tetapi juga bagi pelanggan di wilayah usaha non-PLN.

Baca juga: IESR: PLTS atap untungkan pemerintah dan PLN
Melalui revisi regulasi tersebut pemerintah akan mempersingkat waktu permohonan izin pemasangan karena pengajuannya berbasis aplikasi.

Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif tambahan bagi masyarakat yang memasang PLTS di atap rumah

Terdapat tiga insentif yang akan diberikan pemerintah kepada pengguna PLTS atap yaitu kenaikan tarif ekspor-impor listrik dari semula dikali 65 persen akan ditingkatkan menjadi 75 hingga 90 persen.

Selanjutnya perpanjangan periode reset kelebihan ekspor listrik dari semula tiga bulan menjadi lima bulan. Kemudian, penurunan biaya kapasitas untuk pelanggan industri dari 40 jam menjadi lima jam per bulan.

Baca juga: Pemerintah luncurkan program studi independen listrik surya