Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi kini memiliki kawah besar di puncaknya, dan diperkirakan berdiameter 400 meter, setelah terjadi letusan pada 4 November 2010.

Badan Geologi memperkirakan telah terbentuk kawah dengan diameter 400 meter di puncak Merapi pascaletusan besar pada 4 November 2010.

"Pascaletusan 26 Oktober 2010, telah terbentuk kawah 200 meter di puncak gunung, tetapi karena letusan pada awal November itu diperkirakan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan 26 Oktober lalu, maka kawah yang terbentuk juga diperkirakan lebih besar hingga dua kali lipat," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar, di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Sabtu.

Namun demikian, lanjut dia, pihaknya belum dapat memastikan secara pasti luas kawah dan morfologi puncak Gunung Merapi karena puncak gunung tersebut masih terus tertutup kabut sehingga menghambat pemantauan secara visual.

Ia mengatakan, masyarakat agar terus waspada karena aktivitas Gunung Merapi masih tetap tinggi berdasarkan data pengamatan secara instrumental dengan menggunakan seismograf di BPPTK.

"Fluktuasi Gunung Merapi masih cukup tinggi sehingga status Merapi masih tetap awas dan daerah terdampak juga masih tetap sama yaitu radius 20 kilometer (km)," katanya.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, endapan awan panas bisa mencapai jarak 12 km di Kali Boyong dengan ketebalan hingga 10 meter.

Oleh karena itu, lanjut dia, ancaman Gunung Merapi tidak hanya awan panas tetapi juga banjir lahar apalagi saat terkena hujan yang cukup lebat di lereng gunung.

"Masyarakat tetap diimbau untuk menjauhi bantaran sungai karena dinding bantaran sungai itu bisa tergerus atau jika tidak memiliki kepentingan, jangan terlalu lama beraktivitas di jembatan," katanya.

Sejumlah alur sungai yang perlu dihindari adalah Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Krasak, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu.

Saat ini, lanjut dia, BPPTK masih mengusahakan untuk menambah alat pemantauan di tiga titik menggantikan tiga seismometer yang rusak karena terkena letusan Gunung Merapi.

Namun demikian, ia mengatakan, pengamatan dan kemampuan analisis perkembangan aktivitas gunung tidak terganggu meskipun alat rusak karena masih tersisa satu seismometer di Plawangan.(*)
(U.E013//M008/R009)