Jakarta (ANTARA) - Untuk yang kedua kalinya kita memperingati HUT Kemerdekaan RI dalam suasana tidak menyenangkan, pandemi COVID-19 masih merajalela dan merenggut begitu banyak korban.

Bahkan 1-2 bulan menjelang perayaan HUT Ke-76 RI, angka kasus terkonfirmasi positif COVID-19 justru meningkat dan mencatatkan rekor.

Kita boleh masygul, namun ini adalah tantangan kita bersama, bentuk pembelajaran yang maknanya harus kita perjuangkan terlebih dahulu karena tersembunyi di balik semak-semak. Berat tapi harus. Kita harus memperjuangkannya demi meraih kemerdekaan baru dalam bentuk yang lain, sehat fisik dan rohani.

Kita bisa melihat pandemi ini dari kaca mata positif. Tidak berarti kita mengabaikan melainkan bijak menangkap maknanya. Allah SWT tentu sudah mengiringi bencana ini dengan beragam makna, kekayaan lain yang seandainya kita mampu menggali dan mengolahnya, bisa jadi harta yang tak ternilai. Ambil contoh tren yang terjadi di dunia bisnis e-commerce.

Sebelum pandemi, menurut Bank Indonesia, nilai transaksi e-commerce Indonesia sekitar Rp205,5 triliun (tahun 2019), namun tahun 2020, di tengah pandemi, nilainya melonjak menjadi Rp266,3 triliun. Ada kenaikan sebesar 30%. Ini kenaikan yang cukup tinggi dan membuat ekonomi kita tidak benar-benar terpuruk. Ada penyangga yang terbangun.

Karena tren tersebut pemerintah berani menargetkan nilai transaksi e-commerce Indonesia tahun 2021 mencapai Rp337 triliun. Ini menunjukkan ada nada optimis yang patut kita dukung. Dan kita pun memasuki dunia yang berbeda karena transaksi online menjadi bagian sehari-hari masyarakat Indonesia. Ini adalah cara kita berkelit dan mengambil manfaat dari situasi sulit. Tidak mudah dan perlu kerja keras. Namun hasilnya luar biasa.

Selain itu, yang menikmati perkembangan ini tidak hanya kelas menengah ke atas, pandemi “memaksa” kalangan masyarakat bawah pun belajar menggunakan transaski e-commerce melalui transaksi online yang simpel dan mempraktikkan cara komunikasi baru berbasis internet. Bahkan anak-anak sekolah pun dari kelas satu SD sudah belajar online yang mungkin akan sulit mendorongnya dalam suasana normal.

Ini nikmat yang mungkin tidak banyak yang menyadarinya. Allah SWT selalu menyisipkan kenikmatan di tengah kesulitan. Allah Maha Baik. Nikmat dan karunia Allah yang diberikan kepada manusia amat luas, seperti nikmat iman, kesehatan, rizki dan berbagai nikmat lain yang tidak mungkin dapat dihitung secara matematis.

Baca juga: Merdeka, roadmap, dan alih generasi
Baca juga: Pemda DIY minta perayaan HUT RI digelar secara virtual


Perhatikan firman Allah: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya”.(QS. Ibrahim, 14: 34).

Kenikmatan lain yang kita rengkuh kembali setelah sekian lama dianggap hilang adalah semangat gotong-royong. Ada di antara warga yang terkena COVID-19 dan harus melakukan isolasi mandiri (isoman), para tetangga bergotong-royong membantu memenuhi kebutuhan kehidupannya. Keluarga korban yang isoman dianjurkan untuk tidak keluar rumah agar tidak menulari orang lain sehingga susah untuk masak. Lalu untuk memenuhi kebutuhannya para tetangga memberinya makanan tiga kali sehari, membantu memberikan obat-obatan suplemen untuk membantu penyembuhannya. Makanan digantung di pagar, dan sebagainya. Ternyata pandemi ini telah mempersatukan kita kembali.

Jadi, kita bisa tetap bersyukur dalam suasana sulit pandemi. Mensyukuri nikmat Allah yang dikaruniakan kepada kita, merupakan aktivitas yang sangat terpuji. Manusia atau bangsa yang pandai bersyukur, akan memperoleh nikmat dengan karunia yang berlipat ganda. Sebaliknya bila kelompok umat manusia atau suatu bangsa tidak pandai mensyukuri, akan menderita kerugian dan kerusakan.

Karena itu, inilah saatnya kita menikmati kemerdekaan dengan cara berbeda. Kita kini dalam situasi yang penuh rasa persatuan. Dalam menghadapi pandemi, kita bersatu karena musuh kita satu, corona. Cara mengalahkannya adalah dengan cara tertib dan disiplin menjalankan protokol kesehatan dan tetap menjaga persatuan.

Baca juga: Pratikno: Ekspresi perayaan kemerdekaan pindah ke platform digital

Kita memang diminta menutup mulut dengan masker, mungkin itu adalah isyarat agar kita makin bijak bicara. Kita diminta sering-sering mencuci tangan, karena tangan adalah anggota badan yang paling sering bersentuhan dengan hal-hal yang kadang bukan hak kita. Kita diminta menjaga jarak, mungkin itu adalah isyarat agar kita mampu melihat perbedaan dengan cara yang lebih sehat. Kita adalah bangsa yang diberi kenikmatan berbeda dibanding bangsa-bangsa lain di dunia yakni memiliki keragaman suku yang terkaya di dunia. Dan perbedaan itu adalah bibit persatuan, kekayaan yang tak ternilai.

Allah SWT berpesan: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikanmu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antaramu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat, 49: 13).

Mari kita rayakan HUT Kemerdekaan RI ke-76 ini dengan semangat persatuan yang tinggi. Corona boleh mengganggu, tapi kita makin padu. Corona boleh merenggut banyak orang, tapi kita mampu menumbuhkan makna kebidupan lebih baik, lebih bijak bicara, pintar menjaga kesehatan (lahir dan batin), dan pandai menjaga jarak sehingga makin paham mana yang hak dan mana yang bukan. Dirgahayu RI. Merdeka!


*) Prof. Dr. Ir. Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI