Pemerintah libatkan lembaga keuangan danai proyek energi hijau
11 Agustus 2021 22:24 WIB
Ilustrasi - Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (2/2/2021). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia membuka peluang terlibatnya lembaga keuangan dalam rencana pembiayaan proyek energi hijau demi mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan skema pembiayaan infrastruktur proyek energi hijau dapat melalui beberapa alternatif mulai dari investasi swasta, kerja sama dengan badan usaha, penyertaan modal negara hingga melibatkan pendanaan daerah.
"Komitmen dari perusahaan-perusahaan akan memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk berkolaborasi dalam transisi energi baru terbarukan sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai netral karbon di sektor energi tahun 2060 akan lebih cepat," katanya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Rabu.
Dalam mengakselerasi transisi energi, katanya, pemerintah mendorong terwujudnya kolaborasi yang inovatif.
Kerja sama itu diharapkan bisa membangun solusi kebijakan, model bisnis dan keuangan yang dapat menciptakan iklim pendanaan dan investasi untuk energi baru terbarukan yang kondusif agar perusahaan dapat lebih meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan untuk operasional sendiri maupun pengembangan energi baru terbarukan skala besar dan berkelanjutan.
"Pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal dan non-fiskal, seperti tax allowance, fasilitasi bea masuk, serta tax holiday. Kami terus berusaha untuk dapat memberikan bentuk-bentuk insentif dan instrumen keuangan baru dalam meningkatkan minat investor," ujar Arifin.
Baca juga: BRIN dukung ekosistem dan model bisnis tingkatkan pemanfaatan EBT
Indonesia telah mengadopsi ekonomi berkelanjutan dalam UU No.16 /2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.
Selain dukungan fiskal dan non-fiskal, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan berbagai regulasi, di antaranya Peraturan OJK Nomor 51 Tahun 2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik.
Implementasi pembiayaan berkelanjutan sudah diterapkan pada delapan bank, dilanjutkan dengan bergabungnya lima bank lain.
Penyaluran portofolio hijau perbankan telah mencapai Rp809,75 triliun. Ada juga penerbitan Green Bond PT Sarana Multi Infrastruktur senilai 500 miliar dolar AS, indeks saham Sustainable and Responsible Investment (SRI KEHATI) juga telah memiliki dana Rp2,5 triliun, serta berbagai implementasi lainnya.
Pemerintah juga telah menerbitkan peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II untuk periode 2021-2025 sebagai kerangka acuan agar lembaga keuangan bisa berperan aktif terhadap pembangunan berkelanjutan.
Hingga akhir 2020, realisasi pengembangan energi baru dan terbarukan tercatat masih 11,2 persen yang terdiri atas 72 gigawatt kapasitas listrik terpasang.
Angka tersebut masih jauh dari target bauran 23 persen yang dicanangkan pada 2025, sehingga masih memerlukan penambahan pembangkit energi hijau baru dalam empat tahun ke depan.
Kolaborasi dengan lembaga keuangan diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengatasi hambatan dana dalam proyek-proyek pengembangan energi hijau di Indonesia.
Baca juga: Pengembangan teknologi EBT harus didorong dukung efisiensi energi
Baca juga: Kementerian ESDM: Masih banyak ruang untuk eksplorasi pemanfaatan EBT
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan skema pembiayaan infrastruktur proyek energi hijau dapat melalui beberapa alternatif mulai dari investasi swasta, kerja sama dengan badan usaha, penyertaan modal negara hingga melibatkan pendanaan daerah.
"Komitmen dari perusahaan-perusahaan akan memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk berkolaborasi dalam transisi energi baru terbarukan sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai netral karbon di sektor energi tahun 2060 akan lebih cepat," katanya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Rabu.
Dalam mengakselerasi transisi energi, katanya, pemerintah mendorong terwujudnya kolaborasi yang inovatif.
Kerja sama itu diharapkan bisa membangun solusi kebijakan, model bisnis dan keuangan yang dapat menciptakan iklim pendanaan dan investasi untuk energi baru terbarukan yang kondusif agar perusahaan dapat lebih meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan untuk operasional sendiri maupun pengembangan energi baru terbarukan skala besar dan berkelanjutan.
"Pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal dan non-fiskal, seperti tax allowance, fasilitasi bea masuk, serta tax holiday. Kami terus berusaha untuk dapat memberikan bentuk-bentuk insentif dan instrumen keuangan baru dalam meningkatkan minat investor," ujar Arifin.
Baca juga: BRIN dukung ekosistem dan model bisnis tingkatkan pemanfaatan EBT
Indonesia telah mengadopsi ekonomi berkelanjutan dalam UU No.16 /2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.
Selain dukungan fiskal dan non-fiskal, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan berbagai regulasi, di antaranya Peraturan OJK Nomor 51 Tahun 2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik.
Implementasi pembiayaan berkelanjutan sudah diterapkan pada delapan bank, dilanjutkan dengan bergabungnya lima bank lain.
Penyaluran portofolio hijau perbankan telah mencapai Rp809,75 triliun. Ada juga penerbitan Green Bond PT Sarana Multi Infrastruktur senilai 500 miliar dolar AS, indeks saham Sustainable and Responsible Investment (SRI KEHATI) juga telah memiliki dana Rp2,5 triliun, serta berbagai implementasi lainnya.
Pemerintah juga telah menerbitkan peta jalan keuangan berkelanjutan tahap II untuk periode 2021-2025 sebagai kerangka acuan agar lembaga keuangan bisa berperan aktif terhadap pembangunan berkelanjutan.
Hingga akhir 2020, realisasi pengembangan energi baru dan terbarukan tercatat masih 11,2 persen yang terdiri atas 72 gigawatt kapasitas listrik terpasang.
Angka tersebut masih jauh dari target bauran 23 persen yang dicanangkan pada 2025, sehingga masih memerlukan penambahan pembangkit energi hijau baru dalam empat tahun ke depan.
Kolaborasi dengan lembaga keuangan diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengatasi hambatan dana dalam proyek-proyek pengembangan energi hijau di Indonesia.
Baca juga: Pengembangan teknologi EBT harus didorong dukung efisiensi energi
Baca juga: Kementerian ESDM: Masih banyak ruang untuk eksplorasi pemanfaatan EBT
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: