Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengarah Forum Solidaritas Kemanusiaan (FSK) Prof Jamal Wiwoho mengatakan masyarakat perlu meningkatkan upaya adaptasi dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang belum tahu kapan akan berakhir.

Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret itu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, memberi contoh pada sektor pendidikan, sebelum PPKM Level 4 diterapkan, ada keputusan bersama para menteri yang meminta segera kampus dan sekolah bisa dibuka tatap muka.

Akan tetapi syaratnya ada rekomendasi dari Satgas COVID-19 dengan syarat yang ketat. Syaratnya, tidak berzona merah, tidak di wilayah PPKM.

"Tapi kalau orangtua enggak mau, ya, tidak apa-apa, karena ini uji coba untuk membuka diri dengan kenormalan. Mengingat kampus atau sekolah bisa jadi penyebaran COVID-19,” ujar dia.

Baca juga: Inggris adaptasi distribusi vaksin untuk hadapi varian COVID India

Baca juga: Hidup sehat jangan berhenti meski pandemi berakhir nanti


Jamal yakin bahwa cukup banyak murid atau mahasiswa rindu datang belajar tatap muka. Mahasiswa juga rindu berinteraksi dengan teman-temannya.

Di sisi lain, masyarakat juga harus mengubah gaya hidup dengan protokol kesehatan. Pemerintah diminta untuk bisa menindak tegas masyarakat yang tidak menerapkan 5M.

Di samping 3M, kata Prof Jamal, masyarakat juga harus mau divaksinasi COVID-19. Pemerintah pun hingga saat ini menargetkan vaksinasi di berbagai daerah.

“Kalau masyarakat tidak disiplin, suka berkerumun, tidak divaksinasi bisa meningkatkan laju penularan COVID-19. Tapi memang tidak gampang dengan menyesuaikan dengan situasi sekarang ini,” katanya lagi.

Prof Jamal mengungkap bahwa langkah PPKM dilakukan pemerintah sudah tepat, karena terdiri dari ribuan pulau. Maka PPKM pertama Jawa-Bali itu dianggap tepat dan kasus menurun.

Lewat FSK, Prof Jamal pun tak pernah bosan mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya COVID-19. Masyarakat harus selalu diberi pemahaman yang baik dan mudah dimengerti.

"Karena sebagian masyarakat kita ini tidak yakin ada COVID-19, Padahal, kita harus belajar banyak. Misalnya, mengambil paksa jenazah, mereka bisa merusak alat kesehatan dan menghalangi petugas. Ini perlu edukasi, karena tidak sekadar ke keluarga, tapi orang lain bisa kena," ujar dia.

Anggota FSK Bidang Media dan Komunikasi, Fristian Griec, mengatakan FSK bertujuan untuk merawat solidaritas sosial yang menjadi DNA bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, Indonesia lahir dan bertahan dari berbagai krisis yang menempa karena modal sosial mampu memompa resiliensi bangsa keluar dari situasi sulit apapun.

Untuk itu, FSK yang terdiri dari tokoh bangsa dari beragam latar belakang senantiasa menjadi mitra pendukung pemerintah agar berbagai kebijakan yang ditetapkan benar-benar menjawab aspirasi masyarakat.

Fristian menambahkan PPKM dengan berbagai level yang disertai berbagai pelonggaran bertahap seperti yang dijalankan saat ini menjadi “jalan tengah” yang tepat untuk menjaga keduanya pada titik yang seimbang.

Kendati demikian, ada beberapa hal kebijakan yang dipandang perlu dijelaskan pemerintah kepada publik agar tidak berpersepsi negatif, seperti penghapusan angka kematian dari indikator penanganan COVID-19. Hal itu dikhawatirkan publik bakal menilai pemerintah tidak transparan dan justru akan menurunkan tingkat kepercayaan.

Terkait pernyataan pemerintah yang menyebutkan tes PCR maupun antigen juga menjadi syarat masuk mal selain kartu vaksin, dia juga khawatir, aturan baru itu bakal memicu resistensi dari publik karena akan menambah berat beban perekonomian.

“Kami berharap, pemerintah mengkaji kembali aturan baru ini. Menilik perjalanan penilaian publik setahun terakhir, tren angka kepercayaan cenderung landai-turun. Kepercayaan publik merupakan modal sosial yang sangat menentukan keberhasilan kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi,” kata Fristian.*

Baca juga: Vaksin bukan akhir, gaya hidup sehat adalah kebutuhan

Baca juga: Kemenkop dorong pemulihan UMKM melalui strategi adaptasi