Pfizer Indonesia ungkap tantangan bioteknologi di Indonesia
11 Agustus 2021 15:41 WIB
Tangkapan layar Direktur Kebijakan dan Hubungan Masyarakat Pfizer Indonesia, Bambang Chriswanto dalam media briefing “Peluncuran Pfizer Biotech Fellowship” secara daring di Jakarta, Selasa (10/8/2021). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Pfizer Indonesia mengungkapkan tantangan utama yang harus dihadapi oleh Indonesia khususnya dalam bidang bioteknologi kesehatan saat ini.
“Bidang studi bioteknologi dari data yang kami peroleh dari salah satu lembaga studi independen, sepertinya bidang bioteknologi kesehatan belum terlalu diminati oleh lulusan setingkat SLTA atau SMA di Indonesia,” kata Direktur Kebijakan dan Hubungan Masyarakat Pfizer Indonesia, Bambang Chriswanto dalam media briefing “Peluncuran Pfizer Biotech Fellowship” secara daring di Jakarta, Selasa(10/8).
Ia mengungkapkan, para siswa tersebut masih memiliki pemikiran bahwa dengan mempelajari bidang bioteknologi tidak memiliki potensi dan kurang menarik minat mereka.
Bambang menyarankan setiap pihak terkait untuk menggalakkan sosialisasi terkait dengan program bidang studi bioteknologi kesehatan kepada siswa yang akan masuk ke perguruan tinggi.
“Kita percaya dengan sosialisasi, peran dan transformasi perguruan tinggi yg didukung dengan industri, kemudian konteks pandemi pada saat ini kami berharap memberikan momentum segar yang baru kepada calon mahasiswa untuk mengikuti bidang studi ini di universitas negeri atau swasta,” kata dia memberikan cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Ketua Ikatan Program Studi Bioteknologi Indonesia (IPSBI) Dr. ret. nat. Sulistyo Emantoko juga ikut mengungkapkan tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah mahasiswa bioteknologi perlu lebih mengetahui masalah-masalah nyata yang terjadi di lapangan.
“Sudah sangat banyak penelitian. Satu hal, makanya saya sangat mendukung bagaimana peneliti atau insan yang tergerak di kuliah ini bisa tergantung pada masalah industri yang memiliki masalah riil tentang apa-apa yang terjadi di lapangan terhubung dengan bioteknologi kesehatan,” kata Sulistyo.
Ia mengatakan, tingkat pengetahuan bioteknologi di Indonesia saat ini sudah sangat luas. Namun, hal yang diperlukan adalah mengetahui masalah riil yang sedang terjadi di industri, sehingga setiap pihak bisa mengembangkan pemikiran dan berkolaborasi lebih dalam dengan industri.
Menanggapi masalah tersebut, ia menyarankan supaya mahasiswa yang berada di program studi bioteknologi untuk memperpanjang masa magang agar dapat merasakan semua kegiatan dalam bidang tersebut.
“Katakanlah bisa magang industri biasanya yang satu sampai dua bulan ,bisa diperpanjang menjadi enam bulan, melakukan semua pekerjaan di industri seperti ini. Diharapkan mereka tahu masalah riil juga teknologi kesehatan yang ada di industri,” kata dia.
Baca juga: Pfizer Indonesia luncurkan program Pfizer Biotech Fellowship
Baca juga: Kemenkes sepakati pengadaan 50 juta dosis Pfizer di Indonesia
Baca juga: Mahasiswa Indonesia berjaya pada ajang bioteknologi di MIT
Baca juga: Indonesia miliki industri bioteknologi pertama di Asia Tenggara
“Bidang studi bioteknologi dari data yang kami peroleh dari salah satu lembaga studi independen, sepertinya bidang bioteknologi kesehatan belum terlalu diminati oleh lulusan setingkat SLTA atau SMA di Indonesia,” kata Direktur Kebijakan dan Hubungan Masyarakat Pfizer Indonesia, Bambang Chriswanto dalam media briefing “Peluncuran Pfizer Biotech Fellowship” secara daring di Jakarta, Selasa(10/8).
Ia mengungkapkan, para siswa tersebut masih memiliki pemikiran bahwa dengan mempelajari bidang bioteknologi tidak memiliki potensi dan kurang menarik minat mereka.
Bambang menyarankan setiap pihak terkait untuk menggalakkan sosialisasi terkait dengan program bidang studi bioteknologi kesehatan kepada siswa yang akan masuk ke perguruan tinggi.
“Kita percaya dengan sosialisasi, peran dan transformasi perguruan tinggi yg didukung dengan industri, kemudian konteks pandemi pada saat ini kami berharap memberikan momentum segar yang baru kepada calon mahasiswa untuk mengikuti bidang studi ini di universitas negeri atau swasta,” kata dia memberikan cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Ketua Ikatan Program Studi Bioteknologi Indonesia (IPSBI) Dr. ret. nat. Sulistyo Emantoko juga ikut mengungkapkan tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah mahasiswa bioteknologi perlu lebih mengetahui masalah-masalah nyata yang terjadi di lapangan.
“Sudah sangat banyak penelitian. Satu hal, makanya saya sangat mendukung bagaimana peneliti atau insan yang tergerak di kuliah ini bisa tergantung pada masalah industri yang memiliki masalah riil tentang apa-apa yang terjadi di lapangan terhubung dengan bioteknologi kesehatan,” kata Sulistyo.
Ia mengatakan, tingkat pengetahuan bioteknologi di Indonesia saat ini sudah sangat luas. Namun, hal yang diperlukan adalah mengetahui masalah riil yang sedang terjadi di industri, sehingga setiap pihak bisa mengembangkan pemikiran dan berkolaborasi lebih dalam dengan industri.
Menanggapi masalah tersebut, ia menyarankan supaya mahasiswa yang berada di program studi bioteknologi untuk memperpanjang masa magang agar dapat merasakan semua kegiatan dalam bidang tersebut.
“Katakanlah bisa magang industri biasanya yang satu sampai dua bulan ,bisa diperpanjang menjadi enam bulan, melakukan semua pekerjaan di industri seperti ini. Diharapkan mereka tahu masalah riil juga teknologi kesehatan yang ada di industri,” kata dia.
Baca juga: Pfizer Indonesia luncurkan program Pfizer Biotech Fellowship
Baca juga: Kemenkes sepakati pengadaan 50 juta dosis Pfizer di Indonesia
Baca juga: Mahasiswa Indonesia berjaya pada ajang bioteknologi di MIT
Baca juga: Indonesia miliki industri bioteknologi pertama di Asia Tenggara
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: