KPK berikan supervisi kasus tipikor Masjid Raya Sriwijaya Palembang
10 Agustus 2021 17:54 WIB
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK Yudhiawan didampingi Asisten Pidana Khusus Kejati Sumsel Viktor Antonius Saragih, Kasi Penkum Khaidirman dan Koordinator Intelijen Roy Riadi saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (10/8/2021). ANTARA/M. Riezko Bima Elko P.
Sumatera Selatan (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memberikan supervisi terhadap penindakan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, Palembang, yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK Yudhiawan di Palembang, Selasa, menjelaskan bahwa supervisi tersebut bertujuan untuk memperkuat Kejati Sumsel dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang telah merugikan keuangan negara dengan nilai cukup besar.
Menurut dia, pemberian supervisi atas kasus tersebut sudah mendapatkan persetujuan dari pimpinan KPK. Dengan begitu, ke depan KPK dapat memperkuat kerja kejaksaan tinggi dengan membantu melakukan fungsi koordinasi dan monitoring pelaksanaan sidang.
Dalam melakukan supervisi, pihaknya sama sekali tidak terlibat dalam proses teknis tim penyidik Kejati Sumsel untuk mengusut kasus tuntas kasus tersebut.
"Tugas kami hanya memonitoring, tanpa menyentuh teknis penyidikan, itu tetap wewenang dari penyidik kejaksaan tinggi," katanya menegaskan.
Baca juga: Alex Noerdin jalani pemeriksaan tipikor Masjid Sriwijaya di Jakarta
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sumsel Khaidirman mengatakan bahwa supervisi dari KPK akan membuat pihaknya lebih kuat untuk menangani kasus tipikor yang berdasarkan pemeriksaan telah merugikan negara senilai Rp116 miliar.
Ia menjelaskan bahwa supervisi KPK akan membantu Kejati Sumsel apabila dalam penanganan perkara tersebut terdapat kendala. Misalnya, dalam persidangan, penyidik terkendala dengan adanya saksi atau ahli maka KPK akan mendampingi untuk memberikan solusi.
"Tidak ada intervensi dari KPK dalam penyidikan, semua benar-benar kewenangan penyidik kami kalau soal itu," katanya.
Pada saat ini Pengadilan Negeri Palembang menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tanggapan jksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumsel atas eksepsi dari kuasa hukum empat terdakwa.
Kempat terdakwa tersebut, yakni Eddy Hermanto mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya, Dwi Kridayani KSO PT Brantas Abipraya-Yodya Karya, Syarifudin Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, dan Yudi Arminto Project Manager PT Brantas Abipraya.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang yang diketuai Sahlan Effendi, tim JPU Kejati Sumsel membacakan tanggapannya secara bergantian.
Dalam poin tanggapannya tersebut, JPU menilai bahwa eksepsi terdakwa sudah masuk dalam materi pokok perkara dan meminta kepada majelis hakim agar tidak dapat diterima atau menolak atas eksepsi tersebut.
"Tanggapan ini bentuk penolakan kami selaku JPU atas eksepsi dari empat terdakwa tersebut karena eksepsi itu sudah masuk dalam materi pokok perkara," kata JPU Hermansyah, Selasa.
Menurut dia, dalam surat dakwaan sudah berisikan hasil penyidikan yang lengkap dan jelas sehingga JPU meminta kepada majelis hakim agar tetap melanjutkan perkara ini ke tahap pembuktian perkara dalam sidang selanjutnya.
Baca juga: Empat terdakwa tipikor Masjid Raya Sriwijaya Palembang disidangkan
Selain empat terdakwa, kata dia, masih ada dua orang lagi, yakni Sekretaris Daerah Sumatera Selatan 2013—2018 Mukti Sulaiman dan mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Sumatera Selatan Ahmad Nasuhi, keduanya berstatus sebagai tersangka.
Terhadap dua orang tersebut tim penyidik masih harus melengkapi berkas-berkas dan keterangan saksi-saksi. Setelah rampung, mereka bisa dilimpahkan ke PN Palembang menggenapi enam terdakwa sebelumnya.
Dalam kasus ini, kata dia, menyeret mantan Gubernur Sumatera Selatan sekaligus anggota Komisi VII DPR RI Alex Noerdin dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Mereka sebagai saksi yang terakhir telah diperiksa penyidik di Kejaksaan Agung Jakarta pada hari Kamis (29/7).
Nama Alex Noerdin mencuat setelah dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU M. Naimullah menyebutkan terlibat menerima dana senilai Rp2.343.000.000,00 serta sewa ongkos helikopter senilai Rp300 juta total senilai Rp2.643.000.000,00 dalam sidang pada hari Selasa (27/7).
Dana ditelusuri dari dana operasional pembangunan Masjid Raya Sriwijaya pada tahun 2015 senilai Rp50 miliar yang diserahkan Arminto (Project Manager PT Brantas Abipraya) dan PT Kodya Karya melalui Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya Syarifuddin.
Dalam transaksi itu, kedua terdakwa juga menerima aliran dana hibah, yakni Arminto senilair Rp2.368.553.390,00, Syarifudin senilai Rp.1.049.336.610,00, dan PT Brantas Adibpraya (persero) senilai Rp5 miliar..
Para tersangka/terdakwa disebut telah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK Yudhiawan di Palembang, Selasa, menjelaskan bahwa supervisi tersebut bertujuan untuk memperkuat Kejati Sumsel dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang telah merugikan keuangan negara dengan nilai cukup besar.
Menurut dia, pemberian supervisi atas kasus tersebut sudah mendapatkan persetujuan dari pimpinan KPK. Dengan begitu, ke depan KPK dapat memperkuat kerja kejaksaan tinggi dengan membantu melakukan fungsi koordinasi dan monitoring pelaksanaan sidang.
Dalam melakukan supervisi, pihaknya sama sekali tidak terlibat dalam proses teknis tim penyidik Kejati Sumsel untuk mengusut kasus tuntas kasus tersebut.
"Tugas kami hanya memonitoring, tanpa menyentuh teknis penyidikan, itu tetap wewenang dari penyidik kejaksaan tinggi," katanya menegaskan.
Baca juga: Alex Noerdin jalani pemeriksaan tipikor Masjid Sriwijaya di Jakarta
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sumsel Khaidirman mengatakan bahwa supervisi dari KPK akan membuat pihaknya lebih kuat untuk menangani kasus tipikor yang berdasarkan pemeriksaan telah merugikan negara senilai Rp116 miliar.
Ia menjelaskan bahwa supervisi KPK akan membantu Kejati Sumsel apabila dalam penanganan perkara tersebut terdapat kendala. Misalnya, dalam persidangan, penyidik terkendala dengan adanya saksi atau ahli maka KPK akan mendampingi untuk memberikan solusi.
"Tidak ada intervensi dari KPK dalam penyidikan, semua benar-benar kewenangan penyidik kami kalau soal itu," katanya.
Pada saat ini Pengadilan Negeri Palembang menggelar sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tanggapan jksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumsel atas eksepsi dari kuasa hukum empat terdakwa.
Kempat terdakwa tersebut, yakni Eddy Hermanto mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya, Dwi Kridayani KSO PT Brantas Abipraya-Yodya Karya, Syarifudin Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, dan Yudi Arminto Project Manager PT Brantas Abipraya.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang yang diketuai Sahlan Effendi, tim JPU Kejati Sumsel membacakan tanggapannya secara bergantian.
Dalam poin tanggapannya tersebut, JPU menilai bahwa eksepsi terdakwa sudah masuk dalam materi pokok perkara dan meminta kepada majelis hakim agar tidak dapat diterima atau menolak atas eksepsi tersebut.
"Tanggapan ini bentuk penolakan kami selaku JPU atas eksepsi dari empat terdakwa tersebut karena eksepsi itu sudah masuk dalam materi pokok perkara," kata JPU Hermansyah, Selasa.
Menurut dia, dalam surat dakwaan sudah berisikan hasil penyidikan yang lengkap dan jelas sehingga JPU meminta kepada majelis hakim agar tetap melanjutkan perkara ini ke tahap pembuktian perkara dalam sidang selanjutnya.
Baca juga: Empat terdakwa tipikor Masjid Raya Sriwijaya Palembang disidangkan
Selain empat terdakwa, kata dia, masih ada dua orang lagi, yakni Sekretaris Daerah Sumatera Selatan 2013—2018 Mukti Sulaiman dan mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Sumatera Selatan Ahmad Nasuhi, keduanya berstatus sebagai tersangka.
Terhadap dua orang tersebut tim penyidik masih harus melengkapi berkas-berkas dan keterangan saksi-saksi. Setelah rampung, mereka bisa dilimpahkan ke PN Palembang menggenapi enam terdakwa sebelumnya.
Dalam kasus ini, kata dia, menyeret mantan Gubernur Sumatera Selatan sekaligus anggota Komisi VII DPR RI Alex Noerdin dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Mereka sebagai saksi yang terakhir telah diperiksa penyidik di Kejaksaan Agung Jakarta pada hari Kamis (29/7).
Nama Alex Noerdin mencuat setelah dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU M. Naimullah menyebutkan terlibat menerima dana senilai Rp2.343.000.000,00 serta sewa ongkos helikopter senilai Rp300 juta total senilai Rp2.643.000.000,00 dalam sidang pada hari Selasa (27/7).
Dana ditelusuri dari dana operasional pembangunan Masjid Raya Sriwijaya pada tahun 2015 senilai Rp50 miliar yang diserahkan Arminto (Project Manager PT Brantas Abipraya) dan PT Kodya Karya melalui Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya Syarifuddin.
Dalam transaksi itu, kedua terdakwa juga menerima aliran dana hibah, yakni Arminto senilair Rp2.368.553.390,00, Syarifudin senilai Rp.1.049.336.610,00, dan PT Brantas Adibpraya (persero) senilai Rp5 miliar..
Para tersangka/terdakwa disebut telah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: