Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara mengucapkan permohonan maaf kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Kepada yang terhormat Ibu Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan beserta jajaran DPP PDIP, sejak 2010 saya dipercaya sebagai pengurus DPP PDIP, saya harus menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan penuh penyesalan," kata Juliari saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Gedung KPK, Jakarta, Senin.

Sidang pembacaan pleidoi melalui video conference itu, posisi Juliari dan sebagian penasihat hukum di Gedung KPK, sementara jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim, dan sebagian penasihat hukum Juliari di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam perkara ini, Juliari Batubara selaku Menteri Sosial 2019—2020 dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.

Baca juga: KPK minta keterangan Juliari Batubara pengembangan kasus bansos

"Saya sadar bahwa sejak perkara ini muncul, badai hujatan dan cacian datang silih berganti ditujukan pada PDIP," tambah Juliari.

Juliari menyebut PDIP adalah partai nasionalis yang bertahun-tahun berada di garda rdepan dalam menjaga empat pilar kebangsaan serta cita-cita pendiri bangsa.

"Saya sangat yakin PDIP akan tetap dibutuhkan dan dicintai segenap rakyat Indonesia," kata Juliari.

Juliari juga menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden RI Joko Widodo yang juga diketahui adalah kader PDIP.

"Saya secara tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Joko Widodo atas kejadian ini, terutama permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja jajaran di bawah saya sehingga harus berurusan dengan hukum," ungkap Juliari.

Ia mengakui perkara yang menjeratnya tersebut membuat perhatian Presiden Jokowi sempat tersita dan terganggu.

"Semoga Tuhan Yang Mahakuasa selalu melindungi Bapak Presiden dan keluarga," ujar Juliari.

Baca juga: KPK sebut sidang Juliari pintu masuk usut keterlibatan pihak lain

Juliari menyebut dirinya adalah seorang anak yang lahir dan tumbuh dewasa dari lingkungan keluarga yang kental politik.

"Saya sadar bahwa posisi saya sebagai pejabat publik dari politik akan sangat rentan goncangan, bahkan ombak-ombak besar, terutama pada era informasi yang sudah sangat terbuka pada saat ini," ungkap Juliari.

Ia menyebut bahwa siapa pun dengan dapat mudahnya menyerang, bahkan sampai menjatuhkan seseorang demi tujuan tertentu.

"Apalagi, pada saat seseorang tersebut memiliki posisi yang strategis di pemerintahan serta diberikan tugas dan tanggung jawab yang besar pula. Situasi politik nasional yang makin hari makin mengerikan, makin tidak berbudaya, dan makin menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan tertentu," kata Juliari.

Hal tersebut membuatnya sadar bahwa mungkin banyak pihak pula yang senang melihat dirinya jatuh dan hancur demi memuluskan agenda-agenda politik tertentu mereka.

"Namun, apa pun alasannya tetap harus dihadapi dengan kepala tegak dengan sabar dan tentu dengan terus berdoa meminta pertolongan Tuhan Yang Maha Pengampun agar perkara saya ini dapat diakhiri dengan putusan yang seadil-adilnya," ungkap Juliari.

Baca juga: KPK pahami kondisi masyarakat tapi tuntutan Juliari sesuai fakta hukum

Dalam surat tuntutannya, JPU KPK menyebut Juliari dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

Uang suap itu, menurut jaksa, diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober—Desember 2020.

Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan fee tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos, seperti pembelian ponsel, biaya tes swab, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban, hingga penyewaan pesawat pribadi.