Pacitan (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, belum mempunyai alat alat pendeteksi tsunami, meski wilayah ini tergolong rawan bencana gelombang pasang akibat gempa tektonik bawah laut.

Kasubid Penanganan Bencana di Bakesbangpolinmas Tulungagung, Eko K Yulianto, Rabu, mengaku pernah ditawari alat pendeteksi tsunami atau "early warning system" (TEWS) dari konsultan di UGM.

Namun dikarenakan harganya terlalu mahal, pembelian alat tersebut dibatalkan.

"APBD Tulungagung tak mungkin mampu membeli alat tersebut kalau sumbernya dari APBN mungkin bisa," kata Eko.

Sebagai gantinya, lanjut Eko, Pemkab berupaya mengintensifkan kewaspadaan masyarakat secara konvensional, yakni dengan memperhatikan tanda-tanda alam menjelang tsunami, seperti gempa bumi diikuti gelombang surut secara tiba-tiba dan air pantai keruh.

"Kami sudah pernah memberikan pelatihan ke warga nelayan di pantai sidem untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana tsunami. Mereka kami arahkan untuk segera mencari tempat aman di daerah yang memiliki ketinggian minimal di atas 15 meter," ujarnya.

Di Kabupaten Tulungagung sendiri tercatat sembilan desa di empat kecamatan masuk kategori rawan tsunami.

Desa-desa tersebut berada di wilayah pesisir selatan menghadap Samudera Indonesia.

Jumlah total penduduk di wilayah itu yang umumnya nelayan diperkirakan mencapai sekitar 5.000 sampai 7.000 orang.(*)

ANT/C004/AR09