Jakarta (ANTARA) - Direktur Kepercayaan Kepada Tuhan YME dan Masyarakat Adat (KMA) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sjamsul Hadi menegaskan pihaknya terus melakukan usaha mengubah pola pandang untuk mendukung pemenuhan hak masyarakat adat.

"Berkaitan dengan pemenuhan hak-hak masyarakat adat dalam hal ini Direktorat KMA sangat mendukung untuk mengubah pola pandang," ujar Sjamsul dalam acara peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2021, dipantau virtual dari Jakarta pada Senin.

Sjamsul menegaskan Kemendikbudristek sudah dan terus bergerak untuk mengubah masyarakat adat kembali ke pihak subjek, bukan lagi objek. Oleh karena itu tiap upaya pengembangan dan pemajuan kebudayaan bisa kembali menjadi hak masyarakat adat untuk mengembangkannya.

Baca juga: AMAN sebut pengelolaan hutan oleh masyarakat adat bersifat kolektif

Pihak Direktorat Jenderal Kebudayaan telah melakukan berbagai langkah untuk mendukung pemenuhan hak masyarakat adat.

Sjamjul menjelaskan bersama dengan tim dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bisa membantu menjembatani masyarakat adat dengan pemangku kepentingan lain terkait isu itu seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Terkait mendorong disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA), dia mengatakan pihaknya telah melakukan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan.

"Hal-hal ini kami telusuri semoga untuk percepatan RUU MHA ini bisa menemukan titik terang untuk ke depannya dan masa mendatang," ujarnya.

Baca juga: HIMAS 2021 momen pengingat resiliensi masyarakat adat hadapi pandemi

Dalam peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia itu, yang jatuh setiap 9 Agustus, hadir pula Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid yang menegaskan pentingnya mendokumentasi pengetahuan dan praktik baik yang dilakukan masyarakat adat.

Secara khusus dia menyoroti bagaimana di masa pandemi, masyarakat adat dengan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun memiliki ketahanan dalam menghadapi situasi saat ini.

Dia juga mendorong agar kearifan lokal menjadi bagian dari normal baru yang disusun berdasarkan praktik di lapangan dan filosofi bahwa manusia merupakan bagian dari alam, seperti yang selama ini telah dilakukan banyak komunitas adat yang hidup berdampingan dengan alam.

"Kita mesti menjadi bagian dari tatanan normal yang baru itu, bahwa baru itu bersandar pada berbagai macam kearifan lokal yang kita kumpulkan, dokumentasikan dan kita buktikan keampuhannya menghadapi situasi, seperti yang kita alami sekarang ini," demikian Hilmar.

Baca juga: Hilmar Farid: Penting mendokumentasi pengetahuan masyarakat adat