Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan bahwa Refly Harun dan Tim Investigasi yang akan mengungkap makelar perkara di MK harus mulai bekerja Senin pekan depan (8/11).
"Saya tidak mentolerir pokoknya Senin depan harus bekerja," kata Mahfud dalam konferensi pers usai peluncuran buku "Hukum Acara Mahkamah Konstitusi" di Jakarta, Selasa.
Menurut Mahfud, hingga saat ini Refly Harun belum menyerahkan nama anggota Tim Investigasi yang harusnya sudah diserahkan Senin kemarin (1/11).
"Kalau sampai Rabu tidak bisa menyerahkan nama anggota tim (investigasi), kami masih lihat alasannya. Masa cuma nunjuk orang nggak bisa?" katanya.
Reply Harun ditunjuk Mahfud MD sebagai tim investigasi setelah menulis artikel bahwa dia melihat sendiri berbagai praktik mafia perkara di MK.
"Bahkan dia (dalam tulisannya) juga melihat uangnya dia tulis terang benderang atas nama dirinya dan sesuai kasus-kasusnya lalu. Saya tunjuk Refly sebagai ketua tim agar tidak dicurigai kalau kami (MK) menyelidiki sendiri akan ada anggapan kong kalikong," katanya.
Untuk membuktikan tulisan tersebut Ketua MK langsung memberikan keleluasaan kepada Reply Harun membentuk tim investigasi dan memilih anggotanya.
"Usul ICW dilibatkan disitu, saya katakan silakan. Asal jangan mengusulkan orang yang tidak mungkin bisa, pokoknya siapa saja yang kritis dan mau bongkar kasus," katanya.
Mahfud juga menegaskan bahwa penunjukan praktisi hukum ini menjadi ketua tim investigasi mafia perkara di MK karena telah mengaku melihat sendiri dan bicara sendiri dengan orang yang telah dan akan menyuap MK.
Ketua MK ini juga meminta Refly Harun harus bisa membuktikan apa yang dia tulis di koran bahwa ada mafia perkara di MK dan hakim konstitusi menerima suap berbagai kasus sengketa Pilkada.
"Saya tahu Refly jujur dan berani, untuk itu perlu diuji dengan kejujuran dan keberanian saya. Refly dan MK punya hak hukum yang berbeda, sedangkan kewajiban hukumnya sama," katanya.
Hak hukum Refly adalah hak untuk mengungkapkan temuan dan ajukan kritik lewat media massa, sedangkan hak hukum MK adalah membantahnya kalau temuannya dan kritik tidak benar, tapi kewajiban sama, yakni harus mengungkap kasus ini," katanya.
Mahfud juga mengatakan bahwa tindakan ini dilakukan untuk menjaga MK menjadi lembaga yudikatif yang dapat dipercaya dan bersih dari kasus suap serta jual beli perkara seperti apa yang dituduhkan pada lembaga yudikatif lainnya.
"Saya ingin Indonesia punya satu simbol lembaga yudikatif dipercaya sampai tahun 2011, paling tidak selama saya berkesempatan memimpin di MK, saya akan pertaruhkan segalanya," tegas Mahfud.
Mahfud mengakui bahwa saat ini Indonesia gagal menegakkan hukum, karena banyak pimpinan yang tidak mau menindak temannya sendiri yang buat fitnah dan tidak menindak demi nama baik institusi.
"Kalau saya tidak, teman sendiri ungkap, anak buah sendiri ke penjara kalau mau. Kalau saudara lihat penegakan hukum gamang untuk membongkar kasus di institusinya, maka MK harus beri contoh," tambahnya.
Tentang usulan kasus ini tidak dilaporkan ke KPK, Mahfud mengatakan bahwa ujungnya pasti akan melaporkan hal tersebut kepada komisi tersebut.
"Saya akan lapor ke KPK, tapi saya melapor apa, sebelum Refly menjelaskan hakimnya siapa (yang menerima suap)," katanya.
Sementara Refly Harun, saat dihubungi wartawan, mengatakan dirinya ingin bertemu dengan Mahfud dulu sebelum menentukan tim investigasi.
"Saya ingin bicarakan dahulu lebih detil serta klarifikasi mengenai tim ini. Saya akan tanyakan hak, kewajiban, dan kewenangan dari tim ini," kata Refly.
Menurut Refly, surat penugasannya sebagai ketua tim investigasi belum jelas dan surat ditandatangani oleh Sekjen MK Jenedri M Gaffar.
Sedangkan Mahfud menyatakan bahwa ketua MK akan memberi kebebasan teknis pemeriksaan serta perlindungan dalam menjalankan tugas sebagai tim investigasi.
"Jika perlu perlindungan saya sendiri sebagai ketua MK akan melindungi, bahkan saya bisa memberi pengawalan polisi selama bertugas," katanya.(*)
J008/A033
Mahfud: Senin Tim Investigasi MK Harus Bekerja
2 November 2010 18:29 WIB
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010
Tags: