Artikel
Jangan biarkan industri pertahanan nasional berjuang sendiri
Oleh Atman Ahdiat
8 Agustus 2021 06:48 WIB
Arsip foto - Ketua Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional Indonesia (Pinhantanas) Evi Lusviana (kedua dari kanan) saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo Subianto pada Rapim Kemenhan, TNI dan Polri di kantor Kemenhan, Jakarta (23/1/2020).ANTARAA/HO-Pinhantanas/aa.
Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional Indonesia (Pinhantanas) telah mendapatkan sekitar 11 Letter of Intent (LoI) atau surat pernyataan niat dari sejumlah perusahaan alutsista terkemuka di sembilan negara yang bersedia berinvestasi di Indonesia.
“Mereka juga bersedia memberikan funding dengan nilai mencapai 11 miliar AS serta transfer of technology kepada industri pertahanan dalam negeri. Ini tentu membangkitkan semangat, terlebih dengan memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh UU Cipta Kerja, dimana industri pertahanan sektor swasta (BUMS) dan BUMN sama-sama dapat memproduksi alutsista sudah setara, serta terbukanya peluang bagi perusahaan asing untuk bekerja sama dengan mitra lokal,” kata Ketua Pinhantanas Evi Lusviana dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
Evi yang dalam pengurusan didampingi Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengatakan para calon investor yang berasal antara lain dari Belgia, Spanyol dan Amerika Serikat, telah menunjukkan minat mereka dan bertanya terus kapan mereka dapat menanam modal senilai total 11 miliar dolar AS.
“Tentu saja mereka tertarik dengan syarat-syarat antara lain sudah ada kepastian pembelian produk-produknya nanti. Pemerintah tidak ada respons terkait hal ini padahal kami sudah siap dan punya lokasi untuk membangun pabrik,” kata Evi.
Di tengah pandemi COVID-19 industri pertahanan swasta menghadapi pukulan yang berat dan yang berdampak serius pada bisnis para anggotanya, Pihantanas sedang menggalakkan program untuk meningkatkan semangat dan gairah industri pertahanan Indonesia dengan melirik pasar regional dan internasional agar tidak terpaku hanya pada pasar dalam negeri. Mereka harus berani untuk melakukan ekspor, terutama ke negara-negara di Afrika dan sekitar Indonesia seperti Papua Nugini serta Timor Leste.
Bahkan beberapa negara Afrika dinyatakan sudah menyatakan minat terhadap produk Alpalhankam (Alat Peralatan Pertahananan Keamanan) produksi para anggota Pihantanas, antara lain Sudan, Mozambik dan Republik Demokratik Kongo, katanya.
Pinhantanas meminta agar pemerintah menyelamatkan industri pertahanan swasta dalam negeri dan berharap peringatan 76 tahun kemerdekaan RI menjadi momentum kebangkitan industri pertahanan nasional membeli produk pertahanan dalam negeri untuk kebutuhan TNI dan Polri agar ketergantungan terhadap produk impor bisa dikurangi.
“Kami hanya minta kepada pemerintah agar membeli produk dalam negeri karena kami juga punya kemampuan untuk memproduksi banyak jenis Alpalhankam untuk kebutuhan TNI dan Polri. Kenapa harus impor kalau kita sudah bisa produksi sendiri,” kata Evi.
Dikatakannya, pemerintah harus berpihak pada industri pertahanan dalam negeri karena hanya dengan begitu industri dalam negeri akan berkembang. Kalau pemerintah tidak ada kemauan untuk mengurangi impor, sampai berapa tahun pun ketergantungan pada negara lain akan tetap tinggi.
Baca juga: Industri pertahanan gandeng akademisi wujudkan kemandirian industri pertahanan
Kurangi impor
Sampai sekarang, kata Evi, perbandingan impor masih sangat tinggi, yakni lebih dari 80 persen dari total kebutuhan pertahanan dan pemerintah harus membuat target tiap tahun dan tiap lima tahun untuk mengurangi impor.
“Dalam lima tahun ke depan volume impor kita harus ditekan sampai 70 persen atau bahkan 65 persen. Kami dari pihak swasta siap dan mampu untuk bersama pemerintah mewujudkan hal itu. Beri kami kepercayaan, perintahkan kami untuk membuat produk yang dibutuhkan TNI dan Polri, maka kami akan siapkan. Bantu kami untuk juga ekspor dan jangan biarkan industri pertahanan berjuang sendiri,” katanya menegaskan.
Di negara-negara yang maju industri pertahanannya, kata Evi, pemerintahnya turun tangan langsung dengan memberi sanksi kepada user kalau mereka terus-terusan impor padahal bisa dibuat di dalam negeri.
Sementara itu Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengatakan pemerintah harus melihat bidang industri pertahanan sebagai sektor penting bagi kepentingan strategis Indonesia sebagai negara besar. Mengayomi dan memiliki industri pertahanan yang menjadi andalan, kata dia, dan memberikan dukungan kepada para pengusahanya yang berasal dari swasta.
“Sudah waktunya bagi pemerintah beri dukungan kepada pengusaha-pengusaha swasta di industri strategis ini. Pemerintah punya saham dan jangan lihat ini sebagai bisnis biasa,” kata dia.
Menurut dia, para calon pembeli dari luar sering bertanya apakah produk-produk industri pertahanan yang mau dijual sudah dipakai di dalam negeri.
“Belilah produk-produk anak bangsa sendiri mereka. Dengan pemerintah turun tangan, industri pertahanan kita akan berkembang dan negara kita bisa juga akan berada di grup elit para produsen Alpalhankam,” kata Jan.
Baca juga: Pelaku usaha pertahanan RI, Inggris jajaki peluang kemitraan
Litbang
Pada bagian lain Evi mengatakan pemerintah juga harus serius untuk memperkuat litbang teknologi pertahanan.
“Majunya industri pertahanan dalam negeri akan tercapai kalau Litbang serius digalakkan oleh pemerintah. Kita berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Ketua Dewan Pengarah Ibu Megawati Soekarnoputri bisa membawa perubahan besar. Kami siap bekerjasama dengan BRIN,” ujarnya.
Evi menyatakan industri pertahanan berbeda dengan industri makanan, pakaian, baja dan sebagainya yang pasarnya sangat luas. Industri pertahanan mempunyai kekhasan, yakni padat modal, padat teknologi, serta pasar tunggal (single market), yakni militer, dan sebagian polisi.
“Kalau TNI dan Polri tidak berpihak pada industri pertahanan dalam negeri, akan sulit bagi kami untuk dapat berkembang. Untuk bertahan saja syaratnya adalah produk kami harus dibeli oleh user. Tanpa itu, industri pertahanan Indonesia akan rontok satu per satu, dan Indonesia hanya akan menjadi net import Alpalhankam. Apalagi industri pertahanan swasta yang betul-betul berjuang sendiri dengan investasi sangat besar, modal kerja, biaya overhead, gaji karyawan. Ini tidak mudah kalau tidak difahami oleh pemangku kebijakan dan pengguna," katanya.
Meski demikian Evi berusaha untuk terus memberi semangat kepada anggota Pinhantanas supaya jangan menyerah dan tetap membela Merah Putih serta dengan tetap terus berjuang untuk membangun komunikasi dengan Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan, Mabes Polri dan pihak lainnya.
“Saya juga memberi semangat kepada anggota supaya tetap mengembangkan produk-produk non-militer untuk mengisi pasar komersial. Contoh shipyard harus juga memproduksi kapal-kapal sipil. Di bidang energi, harus mengembangkan produk untuk kebutuhan kementerian non-pertahanan bahkan untuk swasta. Kita berharap pandemi akan segera berakhir supaya ekonomi berjalan normal kembali, sehingga pembangunan kekuatan TNI dan Polri bisa berjalan normal kembali. Ini penting, karena perkembangan industri pertahanan sangat tergantung pada besarnya pengadaan dalam negeri oleh TNI dan Polri,” katanya.
Pandemi COVID diakui membawa dampak yang sangat besar bagi bisnis industri pertahanan, tapi kondisi tersebut harus disikapi sebagai sebuah tantangan untuk tetap memelihara keberlanjutan bisnis. Salah satu caranya adalah dengan menyusun strategi untuk bisa merambah ke pasar luar melalui ekspor.
“Saya yakin dalam beberapa tahun ke depan, kita akan melihat produk-produk industri pertahanan Indonesia akan mulai masuk ke pasar luar. Selain itu, saya juga membangun kerja sama dengan lembaga keuangan dalam negeri untuk mencarikan sumber-sumber pembiayaan bagi anggota dengan syarat yang lunak serta bunga pinjaman yang rendah,” katanya.
Saat ini ada 31 industri pertahanan yang menjadi anggota Pinhantanas dan berdasarkan produk yang dihasilkan, dibagikan dalam beberapa kluster, yakni klaster Senjata, Munisi dan Bom (Arms and Bomb), klaster Kendaraan Tempur Lapis Baja (Armoured Vehicles), klaster Kendaraan Khusus dan Kendaraan Taktis (Ransus dan Rantis), klaster Optik Optronik, klaster UAV/Drone, klaster Galangan Kapal (Shipyard), klaster Sistem Komunikasi dan Siber (Communication System and Cyber), klaster Energi dan Battery, klaster Perlengkapan Prajurit (Personal Equipment Gear), dan klaster Komponen dan serta Bahan Baku.
Beberapa produk yang menjadi andalan Pinhantanas saat ini adalah bom untuk pesawat tempur TNI AU, baik untuk latihan (bom latih dari 100 kg sampai 500 kg), maupun bom untuk perang sesungguhnya, juga dengan ukuran 100 kg sampai 500 kg. Selain itu juga diproduksi senjata ringan dan amunisi kaliber kecil.
Anggota Pinhantanas juga mampu memproduksi berbagai jenis dan ukuran kapal-kapal militer baik jenis kapal perang (combat ship), kapal pengangkut tank, (berbagai jenis dan ukuran kapal patrol sampai jenis OPV, kapal rumah sakit, kapal logistik, dan kapal pendukung lainnya seperti kapal BCM (Bahan Cair-Minyak) hingga drone. Produk lainnya adalah berbagai jenis kendaraan tempur dan kendaraan taktis serta kendaraan khusus, Kendaraan Nubika, anti CBRN, dapur lapangan mobile, payung udara, sampai perlengkapan prajurit (personal gear).
Baca juga: Wamenhan: Target Industri pertahanan capai 50 perusahaan teratas
“Mereka juga bersedia memberikan funding dengan nilai mencapai 11 miliar AS serta transfer of technology kepada industri pertahanan dalam negeri. Ini tentu membangkitkan semangat, terlebih dengan memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh UU Cipta Kerja, dimana industri pertahanan sektor swasta (BUMS) dan BUMN sama-sama dapat memproduksi alutsista sudah setara, serta terbukanya peluang bagi perusahaan asing untuk bekerja sama dengan mitra lokal,” kata Ketua Pinhantanas Evi Lusviana dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
Evi yang dalam pengurusan didampingi Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengatakan para calon investor yang berasal antara lain dari Belgia, Spanyol dan Amerika Serikat, telah menunjukkan minat mereka dan bertanya terus kapan mereka dapat menanam modal senilai total 11 miliar dolar AS.
“Tentu saja mereka tertarik dengan syarat-syarat antara lain sudah ada kepastian pembelian produk-produknya nanti. Pemerintah tidak ada respons terkait hal ini padahal kami sudah siap dan punya lokasi untuk membangun pabrik,” kata Evi.
Di tengah pandemi COVID-19 industri pertahanan swasta menghadapi pukulan yang berat dan yang berdampak serius pada bisnis para anggotanya, Pihantanas sedang menggalakkan program untuk meningkatkan semangat dan gairah industri pertahanan Indonesia dengan melirik pasar regional dan internasional agar tidak terpaku hanya pada pasar dalam negeri. Mereka harus berani untuk melakukan ekspor, terutama ke negara-negara di Afrika dan sekitar Indonesia seperti Papua Nugini serta Timor Leste.
Bahkan beberapa negara Afrika dinyatakan sudah menyatakan minat terhadap produk Alpalhankam (Alat Peralatan Pertahananan Keamanan) produksi para anggota Pihantanas, antara lain Sudan, Mozambik dan Republik Demokratik Kongo, katanya.
Pinhantanas meminta agar pemerintah menyelamatkan industri pertahanan swasta dalam negeri dan berharap peringatan 76 tahun kemerdekaan RI menjadi momentum kebangkitan industri pertahanan nasional membeli produk pertahanan dalam negeri untuk kebutuhan TNI dan Polri agar ketergantungan terhadap produk impor bisa dikurangi.
“Kami hanya minta kepada pemerintah agar membeli produk dalam negeri karena kami juga punya kemampuan untuk memproduksi banyak jenis Alpalhankam untuk kebutuhan TNI dan Polri. Kenapa harus impor kalau kita sudah bisa produksi sendiri,” kata Evi.
Dikatakannya, pemerintah harus berpihak pada industri pertahanan dalam negeri karena hanya dengan begitu industri dalam negeri akan berkembang. Kalau pemerintah tidak ada kemauan untuk mengurangi impor, sampai berapa tahun pun ketergantungan pada negara lain akan tetap tinggi.
Baca juga: Industri pertahanan gandeng akademisi wujudkan kemandirian industri pertahanan
Kurangi impor
Sampai sekarang, kata Evi, perbandingan impor masih sangat tinggi, yakni lebih dari 80 persen dari total kebutuhan pertahanan dan pemerintah harus membuat target tiap tahun dan tiap lima tahun untuk mengurangi impor.
“Dalam lima tahun ke depan volume impor kita harus ditekan sampai 70 persen atau bahkan 65 persen. Kami dari pihak swasta siap dan mampu untuk bersama pemerintah mewujudkan hal itu. Beri kami kepercayaan, perintahkan kami untuk membuat produk yang dibutuhkan TNI dan Polri, maka kami akan siapkan. Bantu kami untuk juga ekspor dan jangan biarkan industri pertahanan berjuang sendiri,” katanya menegaskan.
Di negara-negara yang maju industri pertahanannya, kata Evi, pemerintahnya turun tangan langsung dengan memberi sanksi kepada user kalau mereka terus-terusan impor padahal bisa dibuat di dalam negeri.
Sementara itu Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengatakan pemerintah harus melihat bidang industri pertahanan sebagai sektor penting bagi kepentingan strategis Indonesia sebagai negara besar. Mengayomi dan memiliki industri pertahanan yang menjadi andalan, kata dia, dan memberikan dukungan kepada para pengusahanya yang berasal dari swasta.
“Sudah waktunya bagi pemerintah beri dukungan kepada pengusaha-pengusaha swasta di industri strategis ini. Pemerintah punya saham dan jangan lihat ini sebagai bisnis biasa,” kata dia.
Menurut dia, para calon pembeli dari luar sering bertanya apakah produk-produk industri pertahanan yang mau dijual sudah dipakai di dalam negeri.
“Belilah produk-produk anak bangsa sendiri mereka. Dengan pemerintah turun tangan, industri pertahanan kita akan berkembang dan negara kita bisa juga akan berada di grup elit para produsen Alpalhankam,” kata Jan.
Baca juga: Pelaku usaha pertahanan RI, Inggris jajaki peluang kemitraan
Litbang
Pada bagian lain Evi mengatakan pemerintah juga harus serius untuk memperkuat litbang teknologi pertahanan.
“Majunya industri pertahanan dalam negeri akan tercapai kalau Litbang serius digalakkan oleh pemerintah. Kita berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Ketua Dewan Pengarah Ibu Megawati Soekarnoputri bisa membawa perubahan besar. Kami siap bekerjasama dengan BRIN,” ujarnya.
Evi menyatakan industri pertahanan berbeda dengan industri makanan, pakaian, baja dan sebagainya yang pasarnya sangat luas. Industri pertahanan mempunyai kekhasan, yakni padat modal, padat teknologi, serta pasar tunggal (single market), yakni militer, dan sebagian polisi.
“Kalau TNI dan Polri tidak berpihak pada industri pertahanan dalam negeri, akan sulit bagi kami untuk dapat berkembang. Untuk bertahan saja syaratnya adalah produk kami harus dibeli oleh user. Tanpa itu, industri pertahanan Indonesia akan rontok satu per satu, dan Indonesia hanya akan menjadi net import Alpalhankam. Apalagi industri pertahanan swasta yang betul-betul berjuang sendiri dengan investasi sangat besar, modal kerja, biaya overhead, gaji karyawan. Ini tidak mudah kalau tidak difahami oleh pemangku kebijakan dan pengguna," katanya.
Meski demikian Evi berusaha untuk terus memberi semangat kepada anggota Pinhantanas supaya jangan menyerah dan tetap membela Merah Putih serta dengan tetap terus berjuang untuk membangun komunikasi dengan Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan, Mabes Polri dan pihak lainnya.
“Saya juga memberi semangat kepada anggota supaya tetap mengembangkan produk-produk non-militer untuk mengisi pasar komersial. Contoh shipyard harus juga memproduksi kapal-kapal sipil. Di bidang energi, harus mengembangkan produk untuk kebutuhan kementerian non-pertahanan bahkan untuk swasta. Kita berharap pandemi akan segera berakhir supaya ekonomi berjalan normal kembali, sehingga pembangunan kekuatan TNI dan Polri bisa berjalan normal kembali. Ini penting, karena perkembangan industri pertahanan sangat tergantung pada besarnya pengadaan dalam negeri oleh TNI dan Polri,” katanya.
Pandemi COVID diakui membawa dampak yang sangat besar bagi bisnis industri pertahanan, tapi kondisi tersebut harus disikapi sebagai sebuah tantangan untuk tetap memelihara keberlanjutan bisnis. Salah satu caranya adalah dengan menyusun strategi untuk bisa merambah ke pasar luar melalui ekspor.
“Saya yakin dalam beberapa tahun ke depan, kita akan melihat produk-produk industri pertahanan Indonesia akan mulai masuk ke pasar luar. Selain itu, saya juga membangun kerja sama dengan lembaga keuangan dalam negeri untuk mencarikan sumber-sumber pembiayaan bagi anggota dengan syarat yang lunak serta bunga pinjaman yang rendah,” katanya.
Saat ini ada 31 industri pertahanan yang menjadi anggota Pinhantanas dan berdasarkan produk yang dihasilkan, dibagikan dalam beberapa kluster, yakni klaster Senjata, Munisi dan Bom (Arms and Bomb), klaster Kendaraan Tempur Lapis Baja (Armoured Vehicles), klaster Kendaraan Khusus dan Kendaraan Taktis (Ransus dan Rantis), klaster Optik Optronik, klaster UAV/Drone, klaster Galangan Kapal (Shipyard), klaster Sistem Komunikasi dan Siber (Communication System and Cyber), klaster Energi dan Battery, klaster Perlengkapan Prajurit (Personal Equipment Gear), dan klaster Komponen dan serta Bahan Baku.
Beberapa produk yang menjadi andalan Pinhantanas saat ini adalah bom untuk pesawat tempur TNI AU, baik untuk latihan (bom latih dari 100 kg sampai 500 kg), maupun bom untuk perang sesungguhnya, juga dengan ukuran 100 kg sampai 500 kg. Selain itu juga diproduksi senjata ringan dan amunisi kaliber kecil.
Anggota Pinhantanas juga mampu memproduksi berbagai jenis dan ukuran kapal-kapal militer baik jenis kapal perang (combat ship), kapal pengangkut tank, (berbagai jenis dan ukuran kapal patrol sampai jenis OPV, kapal rumah sakit, kapal logistik, dan kapal pendukung lainnya seperti kapal BCM (Bahan Cair-Minyak) hingga drone. Produk lainnya adalah berbagai jenis kendaraan tempur dan kendaraan taktis serta kendaraan khusus, Kendaraan Nubika, anti CBRN, dapur lapangan mobile, payung udara, sampai perlengkapan prajurit (personal gear).
Baca juga: Wamenhan: Target Industri pertahanan capai 50 perusahaan teratas
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: