Jakarta (ANTARA New) - Junta militer Myanmar adalah kediktaturan terlama di dunia yang dipimpin seorang jenderal misterius mantan tukang pos yang beralih menjadi tentara. Dia kini tengah membuat dunia terus bertanya-tanya apakah kekuasaan tangan besinya akan segera memasuki akhir.

Ketika Myanmar bersiap menggelar pemilu pertamanya dalam 20 tahun terakhir - pemilu yang disebut para jenderal akan menandai awal demokrasi setelah hampir lima dekade dikuasai otokrasi - niat sebenarnya pemimpin junta Than Shwe tetap diselimuti misteri.

Spekulasi menyebar luas bahwa sang jenderal sakit-sakitan berusia 77 tahun itu akan turun dari tahtanya sebagai panglima angkatan bersenjata Myanmar "Tatmadaw" dan mengalihkannya kepada salah satu generasi muda dari para pembantuya yang setia.

Kendati begitu, hanya sedikit yang meyakini militer --khususnya para jenderal seniornya-- mau melepaskan tampuk kekuasaan dalam waktu dekat.

"Saya tidak berpikir dia akan senang bila pensiun," kata Aung Zaw, pendiri dan editor Irrawaddy, sebuah majalah yang berbasis di Thailand yang dijalankan orang-orang buangan Burma yang menjadi pengkritik paling keras junta militer itu.

"Dia akan tetap berkuasa sedapat mungkin karena dia mengkhawatirkan masa depannya sendiri. Dia telah menciptakan banyak musuh selama lima atau 10 tahun terakhir," sambungnya.

Than Shwe tak sedang mencalonkan diri dalam pemilu, tapi jika partai-partai yang disokong junta menang, seperti diprediksi banyak orang, maka dia akan tetap menjadi presiden - sebuah posisi yang dibuat konstitusi pada 2008 dan dipilih oleh parlemen yang baru terpilih.

Menurut skenario ini, dia akan bersedia menyerahkan kekuasaan "kepada seseorang yang dia percayai, yang pastinya orang yang jauh lebih lemah darinya," kata Aung Zaw.

Than Shwe mengetahui pasti risikonya, makanya dia mengurung pendahulunya, diktator Ne Win, dalama status tahanan rumah pada 2002 setelah anggota keluarganya dituduh berkomplot menggulingkannya.

Pada 2004 pemimpin junta militer yang pendukung fanatik Manchester United itu menggusur perdana menterinya sendiri dan kepala intelijen militer Khin Nyunt, yang kemudian dijebloskannya ke penjara, lalu terakhi di tahanan rumah.

Pemilu hari Minggu kemarin banyak dikecam dunia Barat dan para aktivis demokrasi di pengasingan sebagai sandiwara untuk melanggengkan kekuasaan tentara, sementara motif para jenderal untuk bertahan di kekuasaan menjadi bahan perdebatan besar.

Para pengamat menyepakati satu hal, bahwa ini bukan karena militer tidak mempunyai pilihan.

Personel angkatan bersenjata Myanmar diyakini bertambah dua kali lipat dalam dua dekade terakhir hingga mencapai 350 ribu sampai 400 ribu orang.

"Tatmadaw (angkatan bersenjata) tidak akan begitu saja menyerahkan pemerintahan dan kembali ke barak," kata Profesor Andrew Selth, seorang pakar militer Myanmar pada Griffin Uni, Australia.

"Pemerintah militer bisa berkuasa, dengan memakai kedok dan sejenisnya, sampai selama tahun-tahun berikutnya," tambahnya.

Berbeda dari negara-negara otoriter lainnya, di Myanmar tidak ada patung menjulang yang menggambarkan pemimpinnya Than Shwe atau mitos-mitor yang menopang rezimnya.

Tidak seperti pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Il, jenderal senior Myanmar tidak memiliki kharisma yang eksentrik seperti seorang playboy. Dia juga tidak hobi golf sehingga tidak mengenal istilah 11 kali "hole-in-one" pada pertamakali main golf seperti Kim Jong-Il.

Namun kekurangannya dalam karisma dan pengkultusan pribadinya, ditutupiya dengan kekejaman kekuasaanya - menghancurkan pemberontakan, membungkam perbedaan pendapat dan mengurung tahanan politik, diantaranya pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, musuhnya.

Mark Canning, mantan Duta Besar Inggris untuk Myanmar yang beberapa kali bertemu dengan pemimpin junta, menggambarkan Than Shwe sebagai sosok kecil, gemuk, lamban dan secara fisik tidak menonjol.

Canning menegaskan Than Shwe sama sekali tak memiliki pandangan mengancam atau berbahaya.

"Dia jauh dari citra demagog yang berapi-api," sambungnya.

"Dia memberi kesan bahwa dia pada dasarnya adalah orang yang berjuang dari tingkat paling bawah sampai ke puncak militer, dengan tipu muslihat, intrik dan, bila perlu kekuatan," katanya.

Beberapa kalangan percaya sang diktator misterius ini mungkin memiliki setidaknya satu kunci rahasia politiknya.

Jika ia mendapat pengganti yang sepenuhnya setia padanya maka dia akan menerima posisi kehormatan apapun, asal bisa mengendalikan kekuasaan dari balik layar, kata akademisi Myanmar, Win Min.

Namun merujuk penyebutan media pemerintah baru-baru mengenai bos junta militer itu sebagai "Panglima Angkatan Bersenjata", maka itu adalah pertanda bahwa dia berencana tetap mengemudikan militer.

Jadi setelah memaksa pesaing utamnnya pemimpin junta nomor tiga Thura Shwe Mann dan Perdana Menteri Thein Sein untuk pensiun dari pos militer untuk menghadapi pemilu, Than Shwe bisa tetap kokoh di tempatnya.

"Panglima Angkatan Bersenjata adalah orang yang paling berkuasa, sehingga itu adalah posisi paling aman untuknya," kata Win Min. (*)

AFP/Adam/Jafar