Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan putusan yang jelas sehingga tidak multitafsir atas uji materi pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan pasal 65 jo pasal 116 ayat (3) dan (4) jo pasal 184 ayat (1) huruf a UU Nomor 8/1981 tentang KUHAP.

"Putusan MK abstrak tentang norma, menimbulkan tafsiran yang beragam. Seharusnya putusannya jelas, bukan kemudian menimbulkan ketidakjelasan," kata Yusril, saat sidang perdana Uji Materi UU KUHAP di Jakarta, Senin.

Menurut dia, putusan tersebut nantinya harus memberikan kompilasi konstitusional dan yuridis bagi institusi Kejaksaan Agung sehingga dapat menghadirkan empat saksi menguntungkan terkait kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang disangkakan kepadanya.

"Petitum keenam bukan spesifik menyangkut peristiwa konkret. Yang saya maksud adalah implikasi konstitusional dan yuridis," kata Yusril saat menanggapi saran yang diberikan majelis hakim kontitusi.

Sidang panel uji materi UU KUHAP yang dimohonkan Yusril ini dipimpin Hakim Konstitusi Harjono dengan anggota Hakim Konstitusi Mahfud MD dan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.

Yusril mengajukan uji materi terhadap ketentuan pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan pasal 65 junto pasal 116 ayat (3) dan (4) junto pasal 184 ayat (1) huruf a UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Alasannya menguji pasal tersebut lantaran permintaan dirinya untuk menghadirkan empat saksi yakni Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Kwik Kain Gie, dan Susilo Bambang Yudhoyono ditolak oleh Kejaksaan Agung.

Penolakan Kejaksaan Agung itu, menurut Yusril didasarkan atas definisi tentang keterangan saksi yang diatur dalam pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang terjadinya peristiwa pidana yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri.

Dalam memberikan sarannya, Harjono mengungkapkan bahwa MK selama ini tidak bisa memutuskan perkara konkret, tetapi norma UU yang bersifat umum.

Namun Harjono memberikan hak untuk tetap mencatumkan Petitum yang menyangkut peristiwa konkret dan memberikan alasan sehingga majelis hakim dapat mempertimbangkannya nantinya.

Dalam perbaikan permohonan ini, Majelis Hakim memberi waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan, namun Yusril menyatakan pada Jumat (5/11) perbaikan akan selesai.

(J008/A011/S026)