Jakarta (ANTARA) - Penyidik Polres Metro Jakarta Barat menahan dua petinggi PT ASA, yakni Y sebagai direktur dan S selaku komisaris yang menjadi tersangka dugaan tindak pidana penimbunan obat terapi pasien COVID-19.
​​
Baca juga: Polisi periksa Direktur PT ASA sebagai tersangka penimbun obat

Kasatreskrim Polres Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono di Jakarta, Jumat, mengatakan tersangka Y dilakukan penahanan mulai hari ini, sedangkan S sudah ditahan sejak Kamis kemarin.

Joko menjelaskan penyidik menunggu rekomendasi dokter sebelum menahan Y lantaran tersangka itu mempunyai penyakit sehingga membutuhkan penanganan medis lebih intensif.

"Makanya kami tunggu rekomendasi dari tim dokter apakah memungkinkan untuk dilakukan penahanan. Tapi sudah keluar rekomendasinya dan akan dilakukan penahanan hari ini," kata Joko.

Penyidik pun langsung melengkapi berkas perkara dan barang bukti agar bisa diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada pekan depan.

"Minggu depan mudah mudahan sudah selesai ya, sekarang kita melengkapi berkas," ujar dia.

Sebelumnya, dua petinggi Y dan S ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana penimbunan obat untuk terapi pasien COVID-19.

"Kita tetapkan dua tersangka pada kasus ini yaitu direktur dan komisaris dari PT ASA ini. Kita jerat dengan UU Perdagangan UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengendalian Wabah Penyakit Menular," kata Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Barat AKBP Bismo Teguh Prakoso di Jakarta, Jumat (30/7).

Baca juga: Dua petinggi PT ASA jadi tersangka penimbunan obat

Kedua tersangka tersebut menurut Bismo terbukti menimbun obat jenis Azithromycine Dehydrate, Flucadex dan beberapa obat lain di sebuah gudang Jakarta Barat.

Bismo mengatakan awalnya PT. ASA menerima persediaan obat tersebut sejak 5 Juni 2021 lalu. Namun, saat beberapa pelanggan meminta obat tersebut, pihak perusahaan kerap berdalih bahwa tidak memiliki stok obat.

Alasan yang sama juga dikatakan pihak perusahaan kala melakukan rapat via daring dengan pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Dalam 'zoom meet' menanyakan stok obat COVID ini yang selalu dijawab tidak ada dan tidak dilaporkan. Tidak kooperatif dalam pelaporan," ujar Bismo.

Tersangka pun menimbun obat-obatan tersebut hingga harganya menjadi tinggi di pasaran.

Tersangka memasang harga Rp600.000 hingga Rp700.000 per kotak sedangkan umumnya satu tablet hanya dijual Rp7.500.

"Harga Rp1.700 untuk satu tablet. Satu kotak isinya 20 tablet. Mereka ini harganya bisa mencapai Rp600.000 sampai Rp700.000 satu kotak," tutur Bismo.

Polisi pun menyita 730 kota obat Azythromycine Dehydrate dan beberapa obat lain yang diperuntukkan untuk terapi pasien COVID-19.

"Kita jerat tersangka dengan UU Perdagangan UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengendalian Wabah Penyakit Menular. Ancaman hukuman lima tahun penjara," ungkap Bimo.

Baca juga: Polrestro Jakbar masih mendalami kasus penimbunan obat-obatan