Bappenas akui Indonesia belum sepenuhnya berhasil atasi narkotika
5 Agustus 2021 20:54 WIB
Tangkapan layar ketika Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyampaikan 'keynote speech' di Pembukaan Kegiatan Riset dan Rating Transformasi Digital dan Kota Cerdas. ANTARA/Putu Indah Savitri/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengakui hingga saat ini Indonesia belum sepenuhnya berhasil dalam hal mengatasi penanganan peredaran gelap narkotika.
"Ini menyebabkan terjadinya over kapasitas Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia," kata Suharso di Jakarta, Kamis.
Di sisi penegakan hukum, dia mengakui sistem peradilan pidana memang belum optimal sehingga menyebabkan peningkatan pemenjaraan khususnya penyalahgunaan narkotika.
Baca juga: Sahroni mengapresiasi komitmen Bareskrim Polri berantas narkoba
Baca juga: Ditjen PAS terima penghargaan pemberantasan narkoba dari Kabareskrim
Saat ini over kapasitas Lapas sudah 101 persen dengan jumlah warga binaan atau narapidana terbanyak dari kasus penyalahgunaan narkotika, sekitar 137 ribu atau 50 persen lebih dari total narapidana di Lapas dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia.
Dari data dan indikator tersebut, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengakui bahwa pemerintah Indonesia belum berhasil mengatasi tindak pidana narkotika.
Secara umum, lanjut dia, dengan meningkatnya produksi dan juga sindikat narkoba di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara yang menarik untuk pemasaran barang haram tersebut.
Selisih harga yang cukup signifikan serta kondisi geografis Indonesia negara kepulauan, ditambah tren peningkatan penyalahgunaan narkotika yang terus naik terutama pil ekstasi menyebabkan kerugian negara, kata dia.
"Kalau dinilai hampir sekitar Rp100 triliun belum lagi merusak generasi bangsa karena menyasar usia produktif," ujarnya.
Baca juga: Wapres: Pemberantasan narkoba perlu kerja sama internasional
"Ini menyebabkan terjadinya over kapasitas Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia," kata Suharso di Jakarta, Kamis.
Di sisi penegakan hukum, dia mengakui sistem peradilan pidana memang belum optimal sehingga menyebabkan peningkatan pemenjaraan khususnya penyalahgunaan narkotika.
Baca juga: Sahroni mengapresiasi komitmen Bareskrim Polri berantas narkoba
Baca juga: Ditjen PAS terima penghargaan pemberantasan narkoba dari Kabareskrim
Saat ini over kapasitas Lapas sudah 101 persen dengan jumlah warga binaan atau narapidana terbanyak dari kasus penyalahgunaan narkotika, sekitar 137 ribu atau 50 persen lebih dari total narapidana di Lapas dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia.
Dari data dan indikator tersebut, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengakui bahwa pemerintah Indonesia belum berhasil mengatasi tindak pidana narkotika.
Secara umum, lanjut dia, dengan meningkatnya produksi dan juga sindikat narkoba di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara yang menarik untuk pemasaran barang haram tersebut.
Selisih harga yang cukup signifikan serta kondisi geografis Indonesia negara kepulauan, ditambah tren peningkatan penyalahgunaan narkotika yang terus naik terutama pil ekstasi menyebabkan kerugian negara, kata dia.
"Kalau dinilai hampir sekitar Rp100 triliun belum lagi merusak generasi bangsa karena menyasar usia produktif," ujarnya.
Baca juga: Wapres: Pemberantasan narkoba perlu kerja sama internasional
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: