Sejumlah kalangan minta Kemenkes percepat distribusi vaksin
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) berbincang dengan Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra (kiri), Dirut Bio Farma Honesti Basyir (kedua kiri), Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kemenkes Agusdini (ketiga kiri), Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Finari Manan (kedua kanan) dan Dirut Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin (kanan) saat menyambut kedatangan vaksin COVID-19 di Teminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (31/5/2021). Sebanyak delapan juta dosis vaksin COVID-19 Sinovac kembali tiba di Indonesia dan selanjutnya akan dilakukan proses produksi oleh Bio Farma. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
“Kami telah berkali-kali melakukan vaksinasi gratis bekerja sama dengan sejumlah lembaga. Kemenkes perlu gerak cepat. Kondisi sudah sangat kritis. Kuncinya percepat distribusi vaksin ke berbagai daerah,” ujar Ketua Umum Syarikat Islam Hamdan Zoelva yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bio Farma terus distribusikan vaksin menuju 34 provinsi
Sebelumnya, beberapa hari terakhir Indonesia mencatat "rekor“ sebagai salah satu negara dengan angka kematian kasus COVID-19 harian tertinggi di dunia.
Situs www.worldmeters.info mencatat per 3 Agustus 2021 jumlah kematian harian pasien COVID-19 bertambah 1.598 jiwa atau jauh di atas Amerika sebagai negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia, angka kematian harian pada hari yang sama 516 jiwa dan India sebanyak 561 jiwa.
Oleh karena itu, Zoelva mengaku prihatin dengan banyaknya daerah zona merah yang belum mendapatkan vaksin, khususnya di Pulau Jawa dan Madura.
"Namun nantinya, distribusi ke luar Jawa-Bali juga perlu segera dilakukan. 'Herd immunity' seperti yang dicanangkan Presiden Jokowi itu baru terjadi jika dilakukan secara serentak dan merata,” ujar Zoelva.
Senada, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Alifudin secara terpisah meminta Kemenkes agar segera mengatasi persoalan kurangnya stok vaksin di sejumlah daerah.
Ia mengaku menerima banyaknya keluhan kekurangan vaksin di sejumlah daerah.
"Jangan hanya di Pulau Jawa, atau dikelola juga oleh pemerintah pusat saja stok yang banyaknya. Daerah juga perlu melakukan vaksinasi," kata Alifudin.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira bahkan menyebut saat ini jumlah penduduk yang sudah divaksin dua dosis baru kisaran 7,7 persen, sedangkan untuk mencapai kekebalan kelompok harus 185 juta orang yang sudah divaksin.
"Jadi, masih jauh targetnya,” ujar Bhima.
Baca juga: Kemenkes: Keterbatasan stok pengaruhi pemerataan distribusi vaksin
Distribusi vaksin menurut Bhima, menjadi masalah serius yang harus segera dituntaskan dan kuncinya di Kementerian Kesehatan.
"Kan presiden sudah bilang ada pasokan vaksin impor yang menumpuk masih banyak, sementara animo masyarakat untuk vaksin tinggi, terlihat dari kerumunan orang yang mau divaksin di beberaapa tempat,” kata Bhima.
Bhima menjelaskan, gap pasokan vaksin tiap daerah bisa menyebabkan pemulihan ekonomi tidak serentak sehingga daerah yang vaksinasinya lambat, maka pemulihan ekonominya juga lambat.
Diketahui, data Kemenkes RI menunjukkan mayoritas pasien COVID-19 yang meninggal di Indonesia karena tidak mau atau belum menerima vaksin.
“Berdasarkan data dari Kemenkes, sebanyak 90 persen pasien COVID-19 yang meninggal karena tidak mau atau belum divaksin," kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan tertulis, Rabu (7/7).
Kesimpulan Menteri BUMN ini juga selaras dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan bahwa 99,5 persen orang yang meninggal karena COVID-19 selama enam bulan terakhir adalah orang belum divaksin.
Direktur CDC Dr Rochelle Walensky mengatakan pada jumpa pers di Gedung Putih awal Juli 2021, statistik tersebut menunjukkan bahwa setiap kematian terkait COVID-19 sekarang dapat dicegah dengan vaksinasi.
Baca juga: Kemenkes: Stok vaksin mencukupi untuk permintaan daerah
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021