Surabaya (ANTARA) - Rebutan alokasi vaksin dosis kedua di Kota Surabaya, mendapat sorotan anggota Komisi B DPRD Provinsi Jatim Agatha Retnosari ​​​​​​ karena bukan hanya tidak manusiawi, tapi melecehkan akal sehat publik mengingat penggunaan teknologi sudah semakin masif di kalangan warga.

"Kami mendesak pemerintah daerah untuk cepat tanggap melakukan antisipasi agar kejadian ini tak terulang," kata Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya ini di Surabaya, Kamis.

Menurut dia pihaknya prihatin mengamati berbagai pemberitaan dan laporan yang masuk, terkait ribut bahkan sampai berebut antrean sejak pagi untuk mendapatkan vaksin dosis kedua di puskesmas-puskesmas Surabaya.

Ia meminta warga menggunakan teknologi informasi (TI) yang sudah ada dan tersedia. Untuk pelaksanaan vaksinasi dosis dua, otomatis basis data sudah tersedia berdasarkan pelaksanaan vaksinasi dosis pertama.

"Warga bisa dikonfirmasi melalui SMS/WhatsApp dengan pengaturan oleh Dinas Kesehatan melalui puskesmas," katanya.

Mengingat saat ini stok vaksin untuk dosis dua terbatas, ia mengusulkan dua aspek untuk mengatur undangan ke warga. Pertama, rentang waktu jadwal pemberian dosis dua.

"Jangan sampai warga yang sudah telat 10 hari dari jadwal pemberian dosis dua, kalah cepat rebutan nomor antrean dengan yang baru telat sehari, hanya gara-gara rebutan nomor antrean di puskesmas sejak dini hari," katanya.

Kedua, menggunakan pertimbangan epidemiologi, misalnya mengutamakan pemberian dosis dua untuk warga yang berusia 50 tahun ke atas serta memiliki komorbid sesuai basis data yang dimiliki Dinkes atau puskesmas.

"Saya yakin Wali Kota Surabaya memahami soal penggunaan basis data dan instrumen teknologi untuk memudahkan pelaksanaan vaksinasi," katanya.

Untuk itu, kata dia, jangan biarkan rakyat jadi berlomba-lomba tanpa kendali untuk bisa vaksin tanpa melakukan protokiol kesehatan.

"Saya berharap alokasi vaksin untuk Surabaya bisa disegerakan hadir. Saya juga berharap percayakan saja pelaksanaan vaksin di puskesmas-puskesmas atau sentra-sentra vaksin yang tetap," katanya.

Ia mengamati stok vaksin di puskesmas rata-rata hanya 150-200, tapi di tempat lain, beberapa pihak bisa menjalankan vaksinasi gratis dalam jumlah yang lebih besar. Untuk itu, ia berharap Pemprov Jatim untuk benar-benar memperhatikan hal ini juga.

"Untuk apa ada sentra vaksin yang lain jika pasokan di puskesmas belum bisa terpenuhi stok permintaannya. Apalagi banyak sekali jatah vaksin kedua yang terpaksa mundur dan yang belum vaksin pertama juga tidak bisa vaksin akibat stock di puskesmas yang sangat terbatas," katanya.

Menurutnya, penggunaan teknologi ini sangat besar artinya karna semua pihak bisa dengan tertib mencari dan mendaftar untuk bisa vaksin, termasuk pilihan jadwal vaksin.

Jika hanya diumumkan saja bahwa akan ada pelaksanaan vaksin tanpa memanfaatkan teknologi, kata dia, sebaiknya agar bisa mengatur antrean dan jumlah peserta, maka yang terjadi adalah keributan. Seperti yang sudah terjadi di beberapa puskesmas sampai harus antre dari subuh hanya untuk ambil nomor antrean dan ternyata habis.

Tambahan lagi, kata dia, jika pelaksanaan vaksin di laksanakan di puskesmas atau sentra vaksin yang tetap dengan memanfaatkan teknologi, dapat memudahkan orang untuk melacak sertifikat vaksin, terutama saat terjadi kesalahan input.

Jadi jika ada kesalahan input data atau yang lainnya pada sertifikat vaksin selain bisa menghubungi 119 di ekstensi 9 untuk pengaduan, juga bisa segera datang ke tempat vaksin untuk melakukan perbaikan.

"Karena saat ini, saya juga menerima beberapa keluhan warga terkait sertifikat vaksin yang belum ada di sistem satu data dan juga keluhan akibat salah input data atau pun salah input tanggal vaksin," demikian Agatha Retnosari.